Syariah

Siapa yang Menanggung Biaya Operasional Kurban?

Kam, 22 Juni 2023 | 13:00 WIB

Siapa yang Menanggung Biaya Operasional Kurban?

Hewan qurban di Jalan Kramat Jaya Baru No. 7, Johar Baru, Jakarta Pusat, pada Rabu (21/6/2023). (Foto: NU Online/Suwitno).

Menyembelih hewan kurban merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan dalam syari'at islam. Umumnya dalam prosesi kurban dibentuk kepanitiaan khusus. Secara operasional, dari hewan kurban sampai dengan penyerahan daging dalam bentuk siap masak dan diserahkan kepada tangan fakir miskin membutuhkan banyak proses mulai dari menyembelih, menguliti, memotong daging dan membagikannya. Hal ini tentu membutuhkan banyak orang untuk terlibat dalam prosesnya. Dengan keterlibatan mereka dalam proses panjang mengolah daging kurban hingga sampai pada fakir miskin tentu menjadikan mereka berhak untuk mendapatkan upah. Dengan demikian, sebenarnya siapa yang menanggung biasa operasional kurban? Berikut penjelasannya.

 

Terkait dengan beban operasional kurban dijelaskan dalam hadits riwayat Imam Muslim dari sahabat Ali RA:

 

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلُحُومِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

 

Artinya, "Dari Sahabat Ali Ra berkata: “Nabi saw memerintahku untuk mengurus ontanya, dan sedekah dengan daging dan kulit, dan melarang memberi upah jagal darinya." Beliau bersabda: “Kami memberi upah tukang jagal dari kami sendiri”. (HR. Muslim).

 

Imam Nawawi (wafat 676 H) dalam kitabnya Syarhu an-Nawawi ala Muslim menjelaskan bahwa hadits di atas mengandung banyak faidah di antaranya kesunnahan menggiring hewan kurban, kebolehan mewakilkan dalam penyembelihan, mengurus, membagikan dan menyedekahkan daging, kulit dan jilalnya. Tukang jagal tidak boleh diberi upah dari hewan kurban, karena upah tersebut artinya sebagai ganti dari pekerjaannya, maka yang demikian sama halnya dengan menjual bagian dari hewan kurban. Dan dalam hadits ini juga menjelaskan kebolehan untuk mempekerjakan orang lain dalam penyembelihan dan semisalnya. Lihat: (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Syarah Nawawi ala Muslim, [Bairut: Darul Ihya' at-Turots], Juz IX, halaman 65).

 

Sederhananya, pelaksanaan kurban itu mulai dari menyembelih, menguliti, mengolah dan kemudian membagikannya kepada fakir miskin diperbolehkan untuk mewakilkan kepada orang lain dengan upah. Namun, upahnya tidak diperbolehkan diambilkan dari bagian hewan kurban baik daging maupun kulitnya. Adapun upahnya dibebankan kepada pemilik hewan kurban sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 H) dalam kitabnya Minhajul Qowim:

 

ولا يجوز بيع شيء منها أي من أضحية التطوع ولا إتلافه بغير البيع ولا إعطاء الجزار أجرته من نحو جلدها بل مؤنته على المالك

 

Artinya, "Tidak diperbolehkan menjual sesuatu dari hewan kurban sunnah, tidak boleh itlaf (merusak atau membinasakan) sekalipun tidak dengan cara menjualnya dan tidak boleh pula memberikan upah tukang jagal dari semisal kulitnya, melainkan biaya operasional dibebankan kepada pemiliknya." (Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Hajar al-Haitami, Al-Minhaju al-Qowim, [Bairut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1420 H], halaman 309).

 

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa beban operasional pengolahan hewan kurban dibebankan kepada pemilik hewan kurban atau mudhohi. Dan upah tidak diperbolehkan berupa daging ataupun kulit dari hewan kurban. Jika melakukan hal itu sama saja dengan menjual bagian dari hewan kurban dan hal tersebut dilarang. Hemat penulis untuk lebih aman dan berhati-hati, kepada pemilik hewan kurban (mudhohi) menyiapkan dana khusus yang diperuntukkan sebagai upah untuk orang-orang yang terlibat dalam pengolahan hewan kurban. Pihak panitia juga kurban bisa mematok tarif untuk biaya operasional pengolahan hewan kurban bagi mudhohi yang menginginkan penyembelihan hewan kurbannya lewat panitia kurban.

 

Namun demikian, masih ada peluang untuk tetap memberikan sebagian daging, kulit atau yang lainnya dari hewan kurban kepada orang-orang yang membantu dalam pengolahan daging kurban tapi bukan atas nama upah, melainkan sedekah sebagaimana semestinya atau dengan cara hadiah seperti telah dijelaskan oleh Syekh Wahbah az-Zuhaili (wafat 2015 H) dalam kitabnya al-Fiqhul Islam wa Adilatuh,

 

فإن أعطي الجزار شيئاً من الأضحية لفقره، أو على سبيل الهدية، فلا بأس؛ لأنه مستحق للأخذ فهو كغيره، بل هو أولى، لأنه باشرها، وتاقت نفسه إليها

 

Artinya, "Jika tukang jagal diberikan sesuatu dari hewan kurban karena kefakirannya atau dengan cara hadiah maka tidak masalah, karena ia adalah orang yang berhak untuk mendapatkannya sehingga dia seperti halnya orang lain bahkan lebih utama karena ia yang mengerjakan dan mengupayakannya." (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adilatuh, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz IV, halaman 2741).

 

Hemat kami, memberikan daging kurban kepada orang-orang yang ikut terlibat dalam pengolahan hewan kurban dapat dibenarkan. Hal ini mengingat istilah ujroh atau upah dalam fikih itu mengharuskan adanya akad (ijab dan qobul) baik menggunakan akad wakalah bil ju'l ataupun ijarah. Sedangkan realitanya, orang-orang yang membantu dalam pengolahan daging kurban sifatnya membantu dengan suka rela atau misalkan diminta pun terjadi tanpa akad yakni tanpa ijab, qobul, ketentuan pekerjaan dan penentuan ujrah atau upah. Sehingga penjelasan Syekh Wahbah di atas dapat menjadi solusinya. Wallahu a'lam bisshowab.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo.