Syariah

Status Indonesia sebagai Negeri Islam dalam Kajian Fiqih Maliki

Jum, 21 September 2018 | 23:03 WIB

Setelah pernah dibahas status Indonesia sebagai negeri Islam menurut mazhab Syafi’i dan Hanafi, muncul pertanyaan bagaimana menurut mazhab Maliki yang juga menjadi salah satu mazhab yang diakui eksistensinya oleh NU?

Karena itulah tulisan ini diperlukan untuk mengeksplornya sehingga semakin memperkokoh pemahaman bahwa Indonesia adalah negeri Islam sesuai mazhab fiqih di lingkungan Ahlussunnah wal Jama’ah.

Berkaitan dengan hal itu, sangat menarik hikayat ulama multidisipin asal kota Thabaristan, Iran sekarang, Ibnu Ja’far At-Thabari (224-301 H/839-923 M) tentang pendapat Imam Malik (93-179 H/712-795 M) yang berkaitan dengan urgensi azan: “Bila penduduk suatu kota sengaja meninggalkan azan, maka mereka harus mengulangi shalatnya.”

Kemudian dalam konteks ini secara lebih jauh Abu Umar ibn Abdil Barr, salah seorang pemuka Mazhab Maliki (368-463 H/978-1071 M) menerangkan:

وَلَا أَعْلَمُ خِلَافًا فِي وُجُوبِ الْأَذَانِ جُمْلَةً عَلَى أَهْلِ الْأَمْصَارِ، لِأَنَّهُ مِنَ الْعَلَامَةِ الدَّالَةِ الْمُفَرِّقَةِ بَيْنَ دَارِ الْإِسْلَامِ وَدَارِ الْكُفْرِ. كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَةً يَقُولُ لَهُمْ: إِذَا سَمِعْتُمُ الْأذَانَ فَأَمْسِكُوا وَكُفُّوا وَإِنْ لَمْ تَسْمَعُوا الْأَذَانَ فَأَغِيرُوا، أَوْ قَالَ: فَشِنُوا الْغَارَّةَ.

Artinya, “Saya tidak mengetahui perbedaan pendapat para ulama tentang wajibnya azan secara umum bagi penduduk kota, sebab azan merupakan tanda yang menunjukkan dan membedakan antara negeri Islam dan negeri kufur. Rasulullah SAW sendiri ketika mengutus suatu pasukan sering berpesan kepada mereka: ‘Ketika kalian mendengar azan (dari tempat yang akan kalian serang) maka tahanlah dan urungkanlah, dan bila kalian tidak mendengarnya maka serbulah’, atau beliau bersabda: ‘Maka seranglah secara mendadak’.” (Lihat Abu Umar Yusuf bin Abdillah bin Abdil Barr Al-Qurthubi, Al-Istidzkar Al-Jami’ li Madzahib Fuqaha Al-Amshar, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 2000 M], tahqiq: Salim Muhammad Atha dan Muhammad Ali Mu’awwad, juz I, halaman 371-372).

Menurut pakar fiqih Maliki asal Cordova Spanyol, azan merupakan pertanda yang membedakan bahwa suatu negeri adalah negeri Islam atau bukan. Hal ini berdasarkan kebijakan Rasulullah SAW yang melarang pasukannya untuk menyerang suatu negeri yang di dalamnya dikumandangkan azan.

Dalam keterangan lain dijelaskan bahwa hadits yang disampaikan Ibnu Abdil Barr selaras dengan hadits shahih riwayat Imam Muslim sebagaimana penjelasan Imam Al-Qurthubi Al-Maliki (w 671 H/1273 M), (Lihat Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Riyadh, Daru Alam Al-Kutub: 1423 H/2003 M], tahqiq: Hisyam Samir Al-Bukhari, juz IV, halaman 225-226).

Hadits yang dimaksud adalah sebagai berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُغِيرُ إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ، وَكَانَ يَسْتَمِعُ الأَذَانَ فَإِنْ سَمِعَ أَذَانًا أَمْسَكَ وَإِلاَّ أَغَارَ. فَسَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَى الْفِطْرَةِ. ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَرَجْتَ مِنَ النَّارِ. فَنَظَرُوا فَإِذَا هُوَ رَاعِى مِعْزًى. رواه مسلم

Artinya, “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, ‘Rasulullah SAW sering melakukan penyerangan ketika terbit fajar, dan ia berupaya mendengarkan azan (dari tempat yang akan diserang). Bila mendengarnya, maka beliau mengurungkannya. Bila tidak mendengarnya, maka ia melanjutkannya. Lalu beliau mendengar seseorang mengumandangkan azan, ‘Allahu akbar, allahu akbar.’ Rasulullah SAW lalu bersabda, ‘Orang itu menetapi Islam.’ Orang itu melanjutkan, ‘Asyhadu allā ilāha illallāh, asyhadu allā ilāha illallāh.’ Rasulullah SAW lalu menegaskan, ‘Anda keluar dari neraka (karena kalimat tauhid itu)’. Kemudian para sahabat melihatnya, kemudian ternyata orang yang mengumandangkan azan itu adalah seorang penggembala kambing,” (HR Muslim). (Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, [Beirut, Dar Ihya At-Turats Al-‘Arabi: 1392 H], cetakan kedua, juz IV, halaman 84).

Dari uraian ini menjadi jelas, bahwa standar suatu negeri dinilai sebagai negeri Islam atau tidak adalah di sana dikumandangkan azan atau tidak. Demikian kesimpulan dari penjelasan Ibn Abdil Barr Al-Maliki.

Penjelasan serupa dapat dijumpai dalam kitab-kitab fiqih Maliki semisal At-Taj wal Iklil karya Al-Mawaq Abu Abdillah Al-Abdari (w. 898 H/1492 M) dan Al-Fawakih Ad-Dawani karya Ahmad bin Ghunaim An-Nafrawi (1044-1126 H/1634-1714 M), yang di sana dijelaskan, di antara fungsi azan adalah menunjukkan bahwa negerinya adalah negeri Islam. (Lihat Muhammad bin Yusuf bin Abi Al-Qasim al-‘Abdari, At-Taj wal Iklil li Mukhtashar Al-Khalil, [Beirut, Darul Fikr: 1398 H], juz I, halaman 451; dan Ahmad bin Ghunaim bin Salim An-Nafrawi, Al-Fawakih Ad-Dawani ‘ala Risalah Ibnu Abi Zaid Al-Qairawani, [tanpa keterangan tempat, Maktabah At-Tsaqafah Ad-Diniyyah: tanpa keterangan tahun], tahqiq: Ridha Farahat, juz I, halaman 449).

Selain itu, penjelasan serupa juga dapat dibaca dalam Keputusan Bahtsul Masail Konferensi Wilayah NU Jawa Timur di PP Bumi Shalawat Lebo Sidoarjo 31 Mei-2 Juni 2013. (Tim PW LBM NU Jawa Timur, NU Menjawab Problematika Umat: Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur 2009-2014 Jilid 2, [Surabaya, PW LBM NU Jawa Timur: 2015], editor: Ahmad Muntaha AM, halaman 739-753).

Karena itu, mengingat standar suatu negeri dapat disebut sebagai negeri Islam adalah adanya azan atau tidak, maka menjadi jelas bahwa Indonesia adalah negeri yang sangat Islam, sebab azan tidak hanya satu, bahkan bersahut-sahutan di mana-mana.

Bila demikian adanya, masihkah kita terpedaya dengan klaim-klaim tak berdasar yang memvonis Indonesia sebagai negeri kafir dan negeri taghut? Wallahu a’lam. (Ahmad Muntaha AM, Sekretaris LBM NU Jawa Timur 2018-2023).