Tasawuf/Akhlak

Adab-adab dalam Menerima Tamu

Ahad, 9 Juni 2019 | 23:00 WIB

Silaturahim adalah salah satu hal yang sangat dianjurkan dalam agama Islam. Selain dapat mempererat hubungan persaudaraan, silaturahim juga dapat memberi banyak manfaat bagi seseorang yang senantiasa menjaga dan melakukannya. Apalagi manusia sebagai makhluk sosial tidak akan mampu hidup sendiri-sendiri. Mereka akan selalu saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain.

Menerima dan memuliakan para tamu merupakan salah satu wujud silaturahim yang cukup efektif. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan tentang anjuran memuliakan para tamu:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tamunya,” (HR Muslim).

Baca juga: Adab-adab dalam Bertamu
Salah satu bentuk memuliakan para tamu adalah dengan cara menjaga adab-adab atau etika yang berlaku tatkala seseorang kedatangan tamu di rumahnya. Adab-adab dalam menerima tamu ini secara ringkas dijelaskan dalam kitab Ghida’ al-Albab Syarh Mandzumah al-Adab:

مِنْ آدَابِ الْمُضِيفِ أَنْ يَخْدُمَ أَضْيَافَهُ وَيُظْهِرَ لَهُمْ الْغِنَى، وَالْبَسْطَ بِوَجْهِهِ، فَقَدْ قِيلَ: الْبَشَاشَةُ خَيْرٌ مِنْ الْقِرَى -وَمِنْ آدَابِ الْمُضِيفِ أَيْضًا أَنْ يُحَدِّثَهُمْ بِمَا تَمِيلُ إلَيْهِ أَنْفُسُهُمْ، وَلَا يَنَامَ قَبْلَهُمْ، وَلَا يَشْكُوَ الزَّمَانَ بِحُضُورِهِمْ، وَيَبَشُّ عِنْدَ قُدُومِهِمْ، وَيَتَأَلَّمُ عِنْدَ وَدَاعِهِمْ، وَأَنْ لَا يَتَحَدَّثَ بِمَا يُرَوِّعُهُمْ بِهِ، بَلْ لَا يَغْضَبُ عَلَى أَحَدٍ بِحَضْرَتِهِمْ لِيُدْخِلَ السُّرُورَ عَلَى قُلُوبِهِمْ بِكُلِّ مَا أَمْكَنَ . وَعَلَيْهِ أَيْضًا أَنْ يَأْمُرَ بِحِفْظِ نِعَالِ أَضْيَافِهِ، وَيَتَفَقَّدَ غِلْمَانَهُمْ بِمَا يَكْفِيهِمْ، وَأَنْ لَا يَنْتَظِرَ مَنْ يَحْضُرُ مِنْ عَشِيرَتِهِ إذَا قَدَّمَ الطَّعَامَ إلَى أَضْيَافِهِ

“Sebagian adab penerima tamu (kepada tamunya) adalah (1) melayani para tamu (dengan menyediakan jamuan), (2) menampakkan kondisi serbacukup, dan (3) menunjukkan wajah gembira—ada pepatah mengatakan, ‘Menunjukkan wajah riang gembira lebih baik dari memberi suguhan (tanpa disertai wajah yang gembira)’.

Adab penerima tamu yang lain adalah (4) mengajak ngobrol para tamu dengan hal-hal yang disukai mereka, (5) tidak tidur terlebih dahulu sebelum mereka pergi atau beristirahat, (6) tidak mengeluh tentang waktu dengan kehadiran mereka, (7) menampakkan wajah berseri-seri ketika para tamu datang, (8) merasa sedih saat mereka pergi, (9) tidak bercakap tentang sesuatu yang  membaut mereka takut, (10) tidak marah kepada siapa pun selama mereka bertamu agar sebisa mungkin tetap tertanam suasana bahagia di hati mereka. Bagi penerima tamu, (11) hendaknya memerintahkan kepada para tamu agar menjaga sandal mereka, (12) memberi sesuatu (oleh-oleh) kepada anak-anak kecil dari para tamu, dan (12) tidak menunggu orang yang akan datang ketika ia masih menyuguhi jamuan kepada para tamunya,” (Muhammad bin Ahmad bin Salim as-Safarini, Ghida’ al-Albab Syarh Mandzumah al-Adab, juz 2, hal. 116-117).

Dengan menjaga adab-adab di atas maka akan terwujud rasa nyaman dari para tamu yang hadir, sehingga terjalin keharmonisan dan hubungan emosional yang kuat di antara tuan rumah dan para tamu. Semoga kita dapat mengamalkan adab-adab di atas dengan baik dan benar. Amin yaa rabbal ‘alamin.


Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah Kaliwining, Rambipuji, Jember