Syariah

Cara Menghitung Zakat Perikanan Tambak dan Empang atau Kolam

Ahad, 17 Oktober 2021 | 14:30 WIB

Cara Menghitung Zakat Perikanan Tambak dan Empang atau Kolam

Zakat perikanan tambak dan empang diatur dalam syariat, mulai dari nishab dan besaran yang mesti dikeluarkan. (Foto: Ilustrasi)

Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur). Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Penyebutan "tambak" ini biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau empang.

 

Untuk perikanan tambak, ada sejumlah praktik yang umum berlaku di masyarakat, antara lain sebagai berikut:

  1. Para petambak kadang memperoleh bibit ikan dari hasil pembenihan sendiri.
  2. Para petambak kadang memperoleh bibit ikan dari hasil membeli kepada petani bibit.

 

Urudl al-Tijarah dari Perikanan Tambak dan Empang atau Kolam

Dengan mencermati uraian mengenai asal bibit ikan itu diperoleh, maka status urudl al-tijarah (harta niaga) dari petambak di atas dapat diperinci sebagai berikut:

  1. Untuk petambak dengan model bibit yang diperoleh dari hasil pembenihan sendiri, maka haul (masa satu tahun) urudl al-tijarah dihitung sejak mulai panen pertama, yang kemudian sebagian hasil panen itu disisihkan untuk diputar sebagai modal usaha lagi.
  2. Untuk model bibit yang kedua, maka haul urudl al-tijarah dihitung sejak mulai diterimanya (qabdlu) bibit yang dibeli dan hendak dibudiidayakan.
     

 

Hal-hal yang Dihitung sebagai Urudl al-Tijarah dalam Perikanan

Dengan mencermati 6 syarat mengenai urudl al-tijarah atau aset dagang, maka hal-hal yang bisa dimasukkan sebagai urudl al-tijarah, antara lain:

  1. Biaya pembelian benih ikan
  2. Aktiva lancar berupa tagihan ke pembeli hasil produk dan bisa diharapkan penunaiannya di dalam haul itu
  3. Utang produksi sebagai faktor pengurang besaran urudl al-tijarah

 

Ketiga biaya ini merupakan bagian dari modal disebabkan karena sudah disiapkan sejak awal oleh petambak dan diperoleh dengan jalan dibeli (mu’awadlah). Adapun biaya penyediaan tambak/kolam, mencakup biaya sewa tambak atau kolam, tidak masuk dalam bagian urudl al-tijarah dengan alasan merupakan tempat.

 

 

Dasar Pengambilan Hukum

 

معنى عروض التجارة: العروض جمع عَرَض (بفتحتين): حطام الدنيا، وبسكون الراء: هي ما عدا النقدين (الدراهم الفضية والدنانير الذهبية) من الأمتعة والعقارات وأنواع الحيوان والزروع والثياب ونحو ذلك مما أعد للتجارة. ويدخل فيها عند المالكية الحلي الذي اتخذ للتجارة. والعقار الذي يتجر فيه صاحبه بالبيع والشراء حكمه حكم السلع التجارية، ويزكى زكاة عروض التجارة. أما العقار الذي يسكنه صاحبه أو يكون مقراً لعمله كمحل للتجارة ومكان للصناعة، فلا زكاة فيه.

 

“Makna dari urudl al-tijarah. Urudl adalah jama’ dari ‘aradl (dengan dua fathah hurufnya), adalah materi duniawi. Bila dibaca dengan sukun ra’-nya, maka ia diartikan sebagai segala sesuatu selain naqdain (dirham yang terbuat dari perak, dan dirham yang terbuat dari emas) mencakup segala harta, kebun, atau berbagai jenis hewan, tanaman, pakaian, dan sejenisnya, dan disiapkan untuk maksud diperdagangkan. Menurut Malikiyah, masuk dalam kategori urudl adalah perhiasan yang dibeli untuk maksud dijual kembali. Adapun kebun yang niat diniagakan oleh pemiliknya, baik dengan jalan menjual atau membeli, maka secara hukum ia menempati aset niaga, oleh karenanya wajib dizakati sebagai harta dagang. Adapun kebun (tanah) yang dijadikan tempat tinggal oleh pemiliknya, atau sebagai tempat bekerja, maka kedudukannya menyerupai tempat dagang atau tempat produksi. Alhasil, tidak wajib dizakati.” (Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, juz 3, h. 1866).

 

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jatim