Empat pokok ilmu pengetahuan ini menjadi kandungan surat pembuka (al-fatihah) bagi kitab suci Al-Qur’an.
Syekh M Nawawi Banten dalam tafsirnya mencatat sedikitnya empat kandungan ilmu di dalam Surat Al-Fatihah. Empat pokok ilmu pengetahuan ini menjadi kandungan surat pembuka (al-fatihah) bagi kitab suci Al-Qur’an.
وهي مشتملة على أربعة أنواع من العلوم
Artinya, “Ia mencakup empat jenis ilmu,” (Syekh M Nawawi Banten, Marah Labid li Kasyfi Ma’na Qur’anin Majid, [Beirut, Darul Fikr: 2007 M/1427-1428 H], juz I, halaman 3).
Syekh M Nawawi Banten menyebut ilmu ushul, ilmu furu, ilmu tahshilil kamālāt atau ilmu akhlak, dan ilmu sejarah yang diterangkan secara rinci sebagai berikut:
1. Ilmul ushul atau prinsip agama.
Ilmu ushul berisi prinsip-prinsip agama yang mencakup masalah ketuhanan, kenabian, dan kebangkitan hari kiamat. Secara umum ilmu ushul berkaitan dengan keyakinan atau keimanan.
a. Ketuhanan.
b. Kenabian.
c. Kebangkitan.
2. Ilmul furu’ atau cabang-cabang agama.
Ilmul furu’ merupakan ilmu cabang yang menjadi turunan dari ilmu ushul itu sendiri. Nama lain dari ilmul furu’ adalah ilmu syariat.
Materi paling agung dalam syariat adalah ibadah, baik ibadah sosial melalui harta yang kita punya (māliyyah) maupun ibadah individual (badaniyyah). Kedua jenis ibadah ini (māliyyah dan badaniyyah) memiliki turunan berbeda dalam masalah kehidupan, yaitu masalah muamalah dan masalah perkawinan.
Ibadah ini memiliki hukum berupa syarat dan ketentuan sesuai tuntutan perintah dan larangan. Kandungan ilmul furu’ tertuang dalam kalimat “iyyāka na‘budu” atau “hanya kepada-Mu kami menyembah.”
3. Ilmu tahshilil kamālāt atau ilmul akhlaq.
Ilmu akhlak sebagaimana namanya adalah ilmu untuk mewujudkan kesempurnaan. Ilmu ini berisi nilai-nilai luhur. Salah satunya adalah istiqamah pada sebuah jalan yang diungkapkan melalui kalimat “iyyāka nasta‘īn” atau “hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”
Adapun norma-norma syariat terangkum dalam kata “as-shirāthal mustaqīm” atau “jalan yang lurus.”
4. Ilmu sejarah.
Adapun orang-orang kafir dan mereka yang celaka, yaitu kelompok yang dijanjikan sebagai penghuni neraka terangkum dalam kalimat “ghairil maghdhūbi ‘alaihim wa lad dhāllīn” atau “bukan mereka yang dimurka dan bukan juga mereka yang tersesat. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND