Bahtsul Masail

Hukum Kredit Perumahan Rakyat dan Kendaraan Bermotor

Rab, 28 Februari 2018 | 09:45 WIB

Assalamu’alaikum wr. wb. Redaksi yth, kami mau bertanya soal bagaimana hukumnya pembelian sistem kredit KPR dan kredit kendaraan bermotor. Apakah dikategorikan Riba? Dan bagaimana hukum kredit rumah subsidi? Apakah juga mengandung riba? Wassalamu’alaikum wr wb. (Mas'ud Arifin dan Waridin) 

Jawaban
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh
Saudara penanya yang budiman,semoga Allah SWT senantiasa merahmati kita semua dan membimbing kita dijalan-Nya!

Hukum jual beli secara kredit (bai’ taqshith) pada hakikatnya adalah boleh, karena Rasulullah SAW sendiri pernah mempraktikannya. Praktik transaksinya merupakan transaksi tabarru’, yaitu semata dimaksudkan untuk kebutuhan sosial dan tolong menolong.

Dewasa ini, praktik jual beli kredit di sejumlah lembaga pembiayaan/lembaga perkreditan dilakukan melalui dua model, yaitu: 

1. Kredit disertai dengan uang muka (Down Payment/DP). 

Apabila ada uang muka (termasuk di dalamnya adalah subsidi pemerintah), maka akad pembiayaan/perkreditan jenis ini disebut dengan akad musyarakah mutanaqishah bi nihaayatit tamlik. Nama lain dari akad ini adalah akad ijarah muntahiyah bit tamlik, yaitu sebuah akad sewa guna usaha yang disertai dengan akhir berupa perpindahan kepemilikan sepenuhnya kepada pembeli. Ciri yang dibenarkan secara fiqih bila menjalankan akad ini adalah:

● Harga barang ditentukan di awal. Uang muka yang berasal dari pembeli dan/atau berasal dari subsidi secara tidak langsung menjadi bagian dari modal/saham pembeli terhadap aset.

● Besaran harga sewa ditentukan di awal dan dibagi menurut porsi kepemilikan kedua pihak yang berserikat terhadap aset yang disewakan. 

● Harga sewa semakin menurun seiring angsuran terhadap harga pokoknya. Dan apabila tidak ada penurunan harga sewa, maka akad musyarakahnya menjadi fasidah (rusak), sedangkan selisih uangnya bisa disebut sebagai riba.

ولا يجوز أيضا قرض نقد  أو غيره إن اقترن بشرط رد صحيح عن مكسر أو رد زيادة على القدر المقدر أو رد جيد عن ردئ أو غير ذلك من كل شرط جر نفعا للمقرض ببلد أخر أو رهنه بدين أخر فإن فعل فسد العقد لأن كل قرض جر نفعا فهو ربا

Artinya: “Tidak boleh utang nuqud (emas/perak) atau selainnya jika disertai dengan syarat pengembalian berupa barang bagus serta tidak pecah, atau tambahan takaran tertentu, atau mengembalikan berupa barang bagus dari barang jelek, dan seterusnya, termasuk semua syarat yang memberi manfaat [tambahan] kepada orang yang memberi utang yang berada di negara lain (misal: beda kurs) atau gadai dengan hutang yang lain (agunan), maka jika dilakukan hal semacam ini (oleh muqridl), maka rusaklah akad, karena sesungguhnya setiap utang yang muqridl mengambil manfaat [dari pihak yang dihutangi] adalah sama dengan riba.” (Lihat Muhammad bin Salim bin Said Babashil al-Syafi’iy, Is’adu al-Rafiq wa Bughyatu al-Shiddiq, Singapura: Al-Haramain, Tanpa Tahun, Juz: 1/142)

Untuk keterangannya, saudara penanya bisa membaca tulisan di link berikut ini: 

Musyarakah Mutanaqishah sebagai Modifikasi Akad Syirkah ‘Inan
- Leasing dan Hukumnya dalam Fiqih Transaksi (I)
- Leasing dan Hukumnya dalam Fiqih Transaksi (II)
2. Kredit dengan DP 0%. 

Bila tidak ada uang muka, maka akad pembiayaan seperti ini disebut dengan akad bai’ murabahah, yaitu jual beli dengan disertai tambahan keuntungan bagi Lembaga Pembiayaan atau Lembaga Perkreditan. 

Ciri praktik akad ini adalah:

● Ketiadaan uang muka (down payment)
● Harga barang ditentukan di muka dan biasanya lebih mahal dari harga pembelian secara kontan
● Cicilan pembayaran memiliki jumlah tetap dari awal hingga akhir waktu angsuran.
● Ada kesepakatan lama angsuran, misalnya diangsur 2 kali selama satu tahun, 3 kali, dan atau bahkan setiap bulan. Karena besar angsuran yang tetap ini, maka jual beli semacam ini sering diistilahkan dengan bai’ taqshith, bai’ muajjalan atau bai’ bi al-tsamani al-ajil. Masing-masing akad, hukumnya boleh dilakukan, karena masuk kategori akad tabarru’ dan ta’awun (sosial).

Sebagai kesimpulannya adalah bahwa jual beli secara kredit adalah diperbolehkan dalam syariat dengan syarat harga ditentukan di awal. Pembelian KPR dan kendaraan bermotor dengan sistem kredit, adalah tidak mengandung unsur riba manakala mengikuti akad musyarakah muntahiyah bit tamlik atau bai’ murabahah. Bila jual beli disertai dengan adanya DP (Down Payment) sementara besaran angsuran adalah tetap (fixed) selama berlangsungnya masa cicilan kredit/angsuran, maka hal ini menandakan ada unsur riba di dalam akad jual beli tersebut karena dalam musyarakah mutanaqishah mensyaratkan turunnya harga sewa seiring masa angsuran/penebusan kredit.

Saran kami, apabila saudara penanya berniat melakukan pembelian KPR atau kendaraan dengan skema kredit, maka cermatilah terlebih dahulu akadnya! Bila sulit untuk mencermati, maka pakailah akad yang kedua yaitu bai’ murabahah dengan ciri “cicilan tetap” sebab lebih menyelamatkan dari sisi riba. Selanjutnya pertimbangkan bahwa uang yang saudara berikan kepada pihak developer atau dealer di muka adalah sebagai “angsuran pertama” saudara! Ingat, sebagai “angsuran pertama” dan bukan sebagai “modal berserikat” sebagaimana praktik akad musyarakah mutanaqishah. Dengan cara ini, apabila terjadi angsuran dengan jumlah yang tetap di belakangnya, maka anda tidak terkena had transaksi ribawi. Cara ini adalah solusi bagi penanya apabila penanya mengambil kredit tersebut berasal dari Lembaga Perkreditan Konvensional. 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. Wallahu a'lam.

Wassalamu ’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean, Jawa Timur