Syariah

Instrumen Robot Trading dalam Kajian Fiqih Muamalah 

Jum, 2 Juli 2021 | 10:00 WIB

Instrumen Robot Trading dalam Kajian Fiqih Muamalah 

Boleh, jika robot trading dipergunakan sebagai sarana/instrumen untuk membantu analisis dalam berinvestasi di pasar berjangka/pasar modal saja

Pada dasarnya, berdagang dengan menggunakan sebuah instrumen sistem yang sudah dirangkai otomatis hukumnya adalah boleh-boleh saja, dengan catatan sistem tersebut memenuhi syarat sebagai instrumen berdagang, yaitu: 


• Instrumen otomatis itu sudah teruji ketepatannya. Alhasil memenuhi kaidah kemakluman sehingga terhindar dari illat gharar (adanya penipuan) dan kecurangan (ghabn).


• Sistem yang dibangun di dalamnya tidak menunjukkan sistem gambling (untung-untungan/maisir).


• Sistem yang dibangun tidak dirangkai dalam kerangka memakan harta orang lain secara batil (gharar dan riba).


• Sifat otomatis dari instrumen sistem tersebut bersifat terkontrol (controlled automatization) atau semi terkontrol (semi controlled automatization). Makna dari terkontrol ini adalah bila terjadi hal yang merugikan konsumen dan dapat dibuktikan secara hukum. Dengan demikian, pihak yang menerbitkan instrumen tersebut harus dapat mempertanggungjawabkan kerugian yang terjadi (tahta dhamman al-fi’li).


• Yang lebih penting lagi adalah tidak boleh menjalankan bisnis yang tidak diketahui (jahalah) atau sebaliknya menawarkan sistem bisnis yang tidak ada petunjuk teknisnya sehingga konsumen menjadi dirugikan.


Sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib sebagaimana dinuqil oleh Mushannif Kitab Tanbihul Ghafilin, Juz 1, halaman 364, mengatakan:


مَنْ اتَّجَرَ قَبْلَ أَنْ يَتَفَقَّهَ ارْتَطَمَ فِي الرِّبَا ثُمَّ ارْتَطَمَ ثُمَّ ارْتَطَمَ


Artinya, “Siapa saja yang berdagang namun belum memahami ilmu agama, maka dia pasti akan terjerumus dalam riba, kemudian dia akan terjerumus ke dalamnya dan terus menerus terjerumus.”


Sahabat Umar bin Khathab RA, dalam kitab yang sama, juga menyampaikan:


لَا يَبِيعَنَّ فِي أَسْوَاقِنَا هَذِهِ قَوْمٌ لَمْ يَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ، وَلَمْ يُوفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ


Artinya, “Sungguh, jangan pernah melakukan jual beli, suatu kaum yang tidak memahami agama, curang dalam takaran dan timbangan."


Apa yang disampaikan oleh Sahabat Ali bin Abi Thalib RA adalah sebuah peringatan untuk tidak melakukan bisnis sebelum memahaminya terlebih dulu. Sementara Sahabat Umar bin Khathab memberi peringatan tidak boleh menawarkan bisnis yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara’.


Dari kelima hal mendasar di atas, setidaknya yang bisa diuji secara fisik adalah yang pertama, yaitu masalah validitas. Mengapa kita perlu mengetahui validitas EA (expert advisory) tersebut? Ada beberapa alasan:


Validitas diperlukan sebab EA adalah sekadar instrumen yang membantu trader untuk bertransaksi dengan pasar modal lewat kepanjangan tangan dari perusahaan pialang berjangka yang terdiri dari pedagang/wakil pialang berjangka. Ingat bahwa, skema alur transaksi yang terjadi dalam trading, adalah trader--->> pedagang/wakil pialang berjangka/broker--->> pasar modal (yang sudah pasti isinya adalah para perusahaan emiten).


Sebagai software yang disusun atas dasar memberikan rekomendasi atau saran terhadap trader, EA wajib dilengkapi dengan peran analisis teknikal dan analisis fundamental.


Sistem teknik analisis ini menempati derajat syahadah (kesaksian/bukti) bahwa sebuah software EA adalah software yang memiliki derajat konfidensial (kepercayaan) yang tinggi.


Obyek yang dibeli dalam trading belum diketahui pergerakan ke depan. Yang ada dan terlintas dalam chart grafik atau histori EA hanyalah sebatas gambaran dari sinyal pergerakan yang telah lewat. Adapun kondisi pergerakan ke depan, sifatnya belum tentu dan hanya bersifat prediktif semata.


Untuk mendapatkan pandangan mengenai pergerakan harga suatu aset ke depan (forex dan sekuritas) di masa mendatang, maka dibutuhkan perhitungan yang matang dari advisor (penasihat) yang teruji.


Untuk memudahkan memahami kedudukan EA dalam memprediksi aset ke depan inilah titik permasalahan krusial itu terjadi. Setidaknya, kondisi para trader di sini bisa terbelah menjadi dua, yaitu:


1. Para trader pasar berjangka ini bertindak selaku investor.


2. Para trader pasar berjangka ini bertindak selaku spekulan sehingga tindakannya dalam melakukan jual beli/trading dianggap sebagai untung-untungan semata.


Yang menarik untuk dikaji, adalah menetapkan batasan “kapan para trader disebut sebagai investor, dan kapan para trader disebut sebagai spekulan”. Memang, kedua ciri itu sebenarnya mudah untuk ditengarai.


Trader yang bertindak selaku investor memiliki ciri sebagai berikut: 


• Para trader investor akan menganggap bahwa instrumen EA itu hanya berfungsi selaku “instrumen” untuk membantu analisis pergerakan.


• Transaksi yang dilakukan oleh robot forex merupakan transaksi yang riil dan teruji. Misalnya, jika harga bergerak turun di bawah garis trendline, maka robot itu akan otomatis melakukan aksi beli (ask/thalab). Bila tren penurunan di bawah batas toleransi modal yang ditetapkan, maka robot akan otomatis melakukan stop loss (stop kerugian). Namun, ketika harga menunjukkan tren kenaikan (uptrend) dan posisi kenaikan itu sudah di atas garis trendline, maka robot akan otomatis melakukan aksi jual (bid/aradl) dan melakukan take profit hingga margin atas itu ditetapkan.


• Robot trading yang memiliki karakter terkontrol sebagaimana demikian itu merupakan ciri dari sifat terkontrolnya EA sehingga bukan merupakan instrumen spekulatif.


• Ketiga hal ini dilandasi oleh pemikiran sebagai berikut:


Pertama, trader yang melakukan investasi sudah menyadari, bahwa pun seberapa lama suatu sil’ah (aset forex atau sekuritas) itu dibeli, pada dasarnya dananya itu adalah sedang disertakan dalam suatu modal usaha. Alhasil, efek (sil’ah) merupakan bagian dari investasi yang dipergunakannya.


Kedua, EA sudah teruji tingkat ketepatannya. Untuk itu, pihak penerbit EA meniscayakan harus terdiri dari platform yang terdaftar dalam bursa. Untuk memastikan hal ini adalah merupakan langkah yang tersulit dalam timbangan peneliti.


Adapun trader yang dimaksud oleh peneliti sebagai pihak yang berlaku sebagai spekulan ini tidak sama dengan istilah “spekulan” atau “perusahaan pialang berjangka”. Spekulan yang dimaksud oleh peneliti di sini memiliki karakter sebagai berikut:


• Dia adalah seorang trader yang menjadikan robot trading itu sebagai layaknya instrumen untuk melempar dadu dan berharap keluar dengan mata dadu tertentu.


• Ciri dari trader spekulatif ini adalah ketika melakukan entry, dia sama sekali tidak memperhatikan analisis teknikal atau analisis fundamental yang diberikan oleh EA, tidak memperhatikan Time Frame (TF) yang dibutuhkan, dan bertindak secara asal.


• Pihak trader jenis ini memandang dirinya bukan sebagai investor melainkan sebagai penebak tren harga.
 

Akar Kesalahpahaman Trader dalam Memahami Trading

Dualisme sikap trader di atas dalam trading, jika ditelaah lebih lanjut, berangkat dari akar pemahaman yang salah dari para trader itu sendiri dalam memaknai trading. Akad di dalam trading pada dasarnya merupakan akad tijarah (berniaga). Adapun terkait sil’ah (efek) yang dibeli, jika itu merupakan sekuritas (saham dan sukuk/obligasi), akad pembelian ini merupakan bagian dari akad hiwalah.


Saat “efek” (al-umlah) ini masuk dalam rangkaian perputaran di pasar modal bersama-sama dengan para trader yang lain sehingga meniscayakan terjadi tukar-menukar “efek” di dalamnya dengan harapan adanya keuntungan (ribhun), maka di sinilah akad perniagaan (tijarah) itu terjadi. Alhasil, obyek yang ditradingkan, meniscayakan terdiri atas aset namma’ (produktif). Membeli aset yang bersifat namma’ adalah bagian dari investasi.


Risiko dari berinvestasi adalah ada kemungkinan untung, dan ada kemungkinan rugi. Untung dan rugi dalam investasi berusaha diminimalisasi dengan jalan penggunaan analisis teknik dan analisis fundamental yang disediakan oleh EA.


Alhasil, berangkat dari alasan inilah, maka secara hukum, penggunaan robot trading itu dipilah menjadi 2 (dan ini berlaku untuk robot trading yang sudah teruji kualitasnya). Hukum tersebut, adalah:


• Boleh, jika robot trading dipergunakan sebagai sarana/instrumen untuk membantu analisis dalam berinvestasi di pasar berjangka/pasar modal saja. Selaku instrumen, maka robot trading memiliki peran selaku dilal.


• Tidak boleh, jika robot trading dipergunakan hanya untuk instrumen jual beli, tanpa pertimbangan analisis teknis dan analisis fundamental.


Perumpamaannya adalah sebuah rambu lalu lintas. Di setiap tempat yang sering terjadi kecelakaan biasanya dipasang rambu lalu lintas. Kedudukan rambu itu bagi pengendara bisa berlaku sebagai dua, yaitu sebagai pedoman kehati-hatian dan juga bisa berlaku sebagai pelengkap jalan semata.


Saat rambu itu diperankan sebagai peringatan kewaspadaan, maka rambu kedudukannya adalah sebagai dilal. Namun saat rambu itu diperankan sebagai pajangan, sementara pihak pengendara tetap tidak mengurangi kecepatan sebagaimana disarankan, maka rambu itu sifatnya adalah mulgha (yang diabaikan), dan tindakan pengendara itu bisa dikategorikan sebagai kesembronoan dan keteledoran akibat spekulasi yang diperankan.


للوسائل حكم المقاصد، فإن قصدت للإعانة على قربة كانت قربة، أو مباح فمباحة، أو مكروه فمكروهة، أو حرام فمحرمة


Artinya, "Instrumen menempati hukum tujuan digunakan. Jika digunakan untuk pertolongan untuk sarana mendekat maka jadilah instrumen pendekatan. Jika digunakan untuk perkara mubah, maka mubah. Jika digunakan untuk tujuan kemakruhan, maka jadi makruh. Jika digunakan untuk keharaman, maka jadilah instrumen itu haram.” (Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz VII, halaman 5505). Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah-Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.