Syariah

Mengubah Akad Syirkah Modal Menjadi Syirkah Saham

Kam, 26 Maret 2020 | 11:45 WIB

Syirkah ‘inan didefinisikan sebagai percampuran dua atau lebih modal yang berasal dari beberapa orang mitra bisnis, dengan maksud untuk dijadikan sebagai modal usaha bersama dan untuk mencapai tujuan bersama. Secara syara’, hal ini biasanya didefinisikan sebagai:

 

وَهِي مَأْخُوذَة من عنان الدَّابَّة لِاسْتِوَاء الشَّرِيكَيْنِ فِي ولَايَة الْفَسْخ وَالتَّصَرُّف وَاسْتِحْقَاق الرِّبْح على قدر المَال كاستواء طرفِي الْعَنَان

 

“Yaitu, akad kemitraan yang pengertian dasarnya diambil dari keberadaan tali kekang hewan yang dikendarai karena kesamaan hak dua orang yang saling bermitra untuk melakukan pembatalan kerjasama atau pengelolaan bersama, dan pembagian keuntungan secara bersama-sama pula menurut kadar harta yang disertakan, sebagaimana dua utas tali kekang dalam mengendalikan hewan yang dikendarai.” (Kifayatul Akhyar, juz I, halaman 270).

 

 

Dalam syirkah ‘inan, yang digabungkan adalah berupa modal. Bayangkan, bahwa ada dua orang yang saling bermitra dan sama-sama mengumpulkan modal berupa uang tunai sebesar 1 miliar, sehingga dari keduanya terkumpul 2 miliar. Setelah lama bermitra dan menjalin kerjasama dalam melakukan usaha, dan telah berdiri sebuah unit kegiatan usaha tertentu dan berizin, tahu-tahu salah satu mitra mengajukan diri hendak mundur dari perjalanan usaha. Karena, unit kegiatan usaha itu dibangun berdua, sehingga aset yang dimiliki keduanya juga terkumpul dalam bentuk aset usaha, maka tidak ada pilihan lain, hukum asal dari mengikuti akad kemitraan syirkah ‘inan ini adalah bolehnya mengajukan bubar tersebut.

 

Namun, pembubaran usaha bukanlah merupakan satu yang gampang. Mengapa? Karena dengan membubarkan diri, itu artinya semua bentuk izin usaha resminya, juga harus bubar. Jika salah satu atau keduanya hendak mendirikan usaha baru, maka izin usaha ini harus diurus sedari awal lagi. Dan ini sudah pasti harus ribet lagi dan merupakanyang masyaqqah lagi.

 

Islam tidak menghendaki adanya masyaqqah (berat) bagi pemeluknya. Islam juga menghendaki para pemeluknya untuk tidak menyia-nyiakan harta. Sebuah izin usaha, meskipun tidak berupa harta fisik yang bisa diuangkan, akan tetapi ia merupakan sesuatu yang berharga. Menyia-nyiakannya adalah sama dengan menyia-nyiakan harta (tadlyi-‘u al-mal). Itulah sebabnya, dibutuhkan suatu rekayasa sistem untuk pengalihan modal, dari mitra yang hendak keluar, ke mitra yang hendak masuk melalui jalan akuisisi modal/saham. Caranya?

 

Agar izin usaha yang telah ada tidak sampai mubadzir, akan tetapi pihak mitra yang ingin keluar tetap bisa menerima hak bagian asetnya sesuai dengan nisbah modal pertama yang diserahkannya, maka seluruh aset yang dimiliki oleh perusahaan harus diuangkan, lalu bagian mitra yang hendak keluar dirupakan dalam bentuk “efek saham” yang kemudian ditawarkan kepada masyarakat yang ingin tergabung dalam unit usaha. Penerbitan efek saham guna mengembalikan hak mitra yang keluar inilah, maka muncul istilah syirkah saham (kemitraan berbasis saham). Oleh para sarjana ekonomi kontemporer kemudian dikenal sebagai syirkah musahamah.

 

الشركة المساهمة هي نوع من الشركات التي يتم فيها تقسيم رأس المال إلى عدة أسهم متساوية، ويجب أن تكون هذه الأسهم قابلة للتداول عن طريق الطرق التجارية

 

“Syirkah musahamah merupakan suatu akad kemitraan yang dibangun dengan dasar membagi modal usaha menjadi sejumlah efek saham dengan harga yang sama. Satu hal yang menjadi keharusan dalam akad syirkah ini adalah semua efek saham itu harus bisa diperdagangkan dalam pasaran bursa.”

 

Di dalam sebuah manuscript karya Abu Zaid Ridlwan, yang berjudul al-Syirkat al-Musahamah, halaman 108, disampaikan bahwa syirkah musahamah, adalah:

 

شـركة ينقـسمرأسمالهـا إلـى أسـهممتـساويةالقيمة، يمكـن تـداولها علـى الوجـهالمبـين فـي القـانون،وتقتـصر مـسؤولية المـساهمعلـىأداء قيمة الأسهم التي اكتتب فيها،ولا يسأل عن ديون الشركة إلا فـيحـدود مـا اكتتـبفيه من أسهم

 

“Suatu akad kemitraan yang dibangun atas dasar pemecahan modal menjadi beberapa efek saham yang memiliki nilai harga yang sama, dan semua efek itu bisa diperdagangkan menurut cara-cara yang legal menurut undang-undang, dengan kewajiban pihak yang ingin ikut dalam serikat modal tersebut menyetorkan sejumlah nilai uang sebesar efek saham yang dibelinya, tanpa diminta pertanggungjawaban atas utang serikat kecuali sebatas nisbah modal yang disertakannya dalam saham.” (Abu Zaid Ridlwan, al-Syirkat al-Musahamah, Tanpa Kota: Daru al-Fikr Al-Araby, 1983, halaman 108)

 

Berangkat dari dua definisi di atas, ada titik temu mengenai syirkah musahamah, yang paling penting untuk diketahui, yaitu: 1) perlu adanya penerbitan efek berupa saham, 2) saham tersebut dipecah dalam bentuk satuan-satuan kecil yang bisa diperdagangkan, 3) tempat menjual saham tersebut ada di pasar modal, dan 4) saham itu nilai dan harganya sama.

 

Artinya, syirkah musahamah ini ibaratnya adalah penyertaan modal secara tidak langsung saja, karena harus melewati pasar modal. Lain halnya dengan syirkah ‘inan. Dalam syirkah inan, modal itu disertakan secara langsung ke perusahaan, tanpa andil keikutsertaan pasar bursa. Jadi langsung saling berhadap-hadapan antara mitra satu dengan mitra lainnya. Inilah bedanya syirkah ‘inan dan syirkah musahamah.

 

Namun, juga bisa dikatakan bahwa syirkah musahamah adalah turunan dari syirkah ‘inan. Alasannya,, karena saat investor (mustatsmir) mengakuisisi saham, itu artinya ia menyetorkan modal kepada perusahaan yang menerbitkan (emiten), sehingga ia berhak atas bagi hasil usahanya (deviden) saat periode tutup buku.

 

Model penyertaan seperti syirkah musahamah ini, dalam hemat penulis, hukumnya adalah boleh secara syariat disebabkan praktik yang terpenting dari sebuah syirkah ‘inan adalah percampuran modal sehingga tidak bisa dibedakasn antara modal mitra satu dengan mitra lainnya.

 

اعْلَم أَن الْخلطَة على نَوْعَيْنِ أَحدهمَا خلْطَة اشْتِرَاك وَتسَمى خلْطَة الشُّيُوع وَالْمرَاد بهَا أَنَّهَا لَا يتَمَيَّز نصيب أحد الرجلَيْن أَو الرِّجَال عَن نصيب غَيره وَالثَّانِي خلْطَة الْجوَار بِأَن يكون مَال كل وَاحِد معينا مُمَيّزا عَن مَال غَيره وَلَكِن يجاوره بمجاورة المَال الْوَاحِد على مَا ذكره الشَّيْخ

 

Artinya: “Ketahuilah bahwa percampuran itu ada dua macam jenisnya, yaitu pertama, percampuran kemitraan (khalathah isytirak), yang dikenal juga sebagai percampuran kebersamaan (khalathah syuyu’). Yang dikehendaki dari pencampuran modal ini adalah bagian dari masing-masing peserta kemitraan dari bagian mitra lainnya tidak bisa dibedakan lagi. Kedua, adalah percampuran dempetan (khalathah jiwar), yaitu bila harta masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan bisa dibedakan oleh masing-masing sehingga penyampuran kedua harta seolah sekedar menyandingkan harta milik seseorang dengan milik lainnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Abi Syuja’. (Taqiyuddin al-Hushny, Kifayatu al-Akhyar fi Hilli Ghayati al-Ikhtishar, Damaskus: Dar al-Minhaj: 177).

 

Bagi hasilnya pun mengikuti nisbah modal yang disertakan. Alhasil, tidak ada beda yang bersifat prinsip dengan syirkah ‘inan dalam hal penyampuran modalnya, melainkan hanya segi wewenang perusakan akad saja, yang harus beralih ke penjualan nisbah saham yang dimiliki.

 

Di era modern ini, syirkah musahamah tidak hanya berlaku dalam bentuk mengakuisisi aset saham dari mitra sebelumnya yang keluar. Akan tetapi, guna mendapatkan modal dari pihak lain, juga sudah mulai ada istilah joint stock company, yaitu penyertaan modal berupa saham gabungan ke dalam perusahaan. Saham gabungan yang belum disertai adanya fisik perusahaan, itu artinya saham yang diterbitkan bisa diartikan sebagai perintah menyarikan modal utangan dengan janji bagi hasil usaha. Perintah ini, kemudian diterbitkan dalam bentuk efek obligasi. Wallahu a’lam bish shawab.

 

 

Ustadz Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur