Syariah

Haji: Representasi Ibadah dan Wujud Syukur atas Segala Nikmat

Jum, 1 Juli 2022 | 07:14 WIB

Haji: Representasi Ibadah dan Wujud Syukur atas Segala Nikmat

ibadah haji merupakan representasi menampakkan ibadah kepada Allah. Orang yang menunaikannya benar-benar merasa hina di hadapan Zat Yang Maha Mulia.

Satu-satunya ibadah yang sangat dinanti-nanti oleh semua umat Islam di berbagai kalangan adalah bisa melaksanakan ibadah haji ke Baitullah Makkah, selain sebagai bentuk ibadah yang sangat mulia, juga penyempurna rukun Islam kelima setelah syahadat, shalat, zakat, dan puasa.


Rukun Islam yang kelima ini memang memiliki perbedaan dengan ibadah dan kewajiban lainnya, karena tidak hanya memerlukan kesiapan fisik, namun juga kesiapan materi, ilmu, dan spiritual. Oleh karenanya, Allah swt mewajibkan ibadah yang satu ini hanya kepada orang-orang yang sudah memiliki bekal yang cukup, terhitung sejak ia berangkat hingga pulang.


Kewajiban ibadah yang satu ini sudah tidak diragukan lagi, baik dalam nash Al-Qur’an, hadits, hingga konsensus para ulama. Allah swt berfirman:


وَللَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ


Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam. (Surat Ali ‘Imran ayat 97).


Dalam sebuah hadist sahih, Rasulullah saw bersabda:


أيُّهَا النَّاسُ! قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُم الحَجَّ فَحُجُّوْا


Artinya, “Wahai manusia! Sungguh Allah telah mewajibkan haji atas kamu sekalian, maka kerjakanlah haji.” (HR Muslim)


Ayat di atas menjadi dalil yang sangat jelas kepada semua umat Islam perihal kewajiban haji bagi mereka yang sudah mampu, berdasarkan ini pula, kita bisa memahami bahwa ibadah haji merupakan panggilan dari Allah secara langsung kepada hamba-hamba-Nya untuk bertamu kepada-Nya.


Oleh karena itu, tidak semua orang orang kaya bisa melakukan ibadah yang satu ini. Di sinilah letak hikmah, anugerah, dan nikmat yang diberikan oleh Allah kepada individu-individu terpilih untuk menunaikannya.


Kendati demikian, banyak orang-orang yang menunaikan ibadah haji namun tidak menyadari berbagai faedah, hikmah, dan hal-hal yang terkandung di dalamnya. Mereka menunaikan rukun Islam kelima ini benar-benar sebagai bentuk melaksanakan kewajiban, tanpa tahu kandungan di dalamnya. Oleh karenanya, penulis akan menjelaskan beberapa kandungan yang ada dalam ibadah haji


Dua Kandungan Ibadah Haji

Dalam ibadah haji terdapat dua kandungan dan faedah yang akan didapatkan oleh orang-orang yang sudah menunaikan ibadah haji, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekh Ali Ahmad Al-Jarjawi dalam kitab Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, yaitu: (1) representasi menampakkan ibadah; dan (2) mensyukuri nikmat.


Representasi Menampakkan Ibadah

Ibadah pada hakikatnya adalah menampakkan kehinaan atau kehambaan manusia di hadapan Tuhannya. Demikian juga di saat menunaikan ibadah haji, semua umat Islam akan benar-benar menampakkan kehinaan dan ketidakmampuan dirinya di hadapan Tuhannya Yang Maha Mulia.


Misalnya, orang yang beribadah haji di saat ihram akan menampakkan kehinaan, kekurangan, ketidakmampuan dirinya. Saat ihram, ia tidak menggunakan pakaian mewah, bahkan pakaian yang digunakan layaknya baju seorang hamba sahaya, ia juga tidak diperkenankan memakai minyak wangi, sehingga ia terlihat sebagai orang yang sangat hina, dan tidak memiliki apa-apa.


Ketika melaksanakan wuquf (berdiam) di Arafah, ia laksana seorang hamba yang durhaka kepada Tuhannya, sehingga ia duduk di hadapan-Nya dengan khusuk, menundukkan hati, memuji, memohon ampunan atas segala kesalahan yang pernah ia lakukan.


Begitu juga ketika tawaf (mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali), ia laksana seorang tamu yang sedang menunggu terbukanya pintu pemilik rumah, agar bisa masuk ke dalam. Dengan kata lain, orang yang sedang tawaf sedang memohon agar segala keinginannya dipenuhi oleh Allah, serta segala dosa dan kesalahannya diampuni oleh-Nya.


Demikian gambaran pertama, bahwa ibadah haji merupakan representasi menampakkan ibadah kepada Allah. Orang yang menunaikannya benar-benar merasa hina di hadapan Zat Yang Maha Mulia.


Wujud Syukur atas Segala Nikmat

Sebagaimana penjelasan awal, ibadah haji tidak hanya membutuhkan kesiapan mental saja, namun juga kecukupan materi. Sebab, tanpa bekal yang cukup, seseorang hanya bisa bermimpi bisa melaksanakan ibadah haji.


اَلْحَجُّ عِبَادَةٌ لَا تَقُوْمُ اِلَّا بِالْبَدَنِ وَالْمَالِ وَلِهَذَا لَا يَجِبُ اِلَّا عِنْدَ وُجُوْدِ الْمَالِ وَصِحَّةِ الْبَدَنِ فكَانَ فِيهِ شُكْرُ النِّعْمتَيْنِ


Artinya, “Haji adalah ibadah yang tidak bisa dilakukan kecuali dengan badan dan harta. Oleh karenanya, (haji) tidak wajib kecuali dengan adanya harta dan sehatnya badan. Dengan demikian, dalam haji terdapat dua wujud syukur (syukur adanya harta dan sehatnya badan).” (Al-Jarjawi, Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, [Beirut, Darul Fikr: 2003], juz I, halaman 164)


Demikian dua kandungan dalam ibadah haji yang akan didapatkan oleh orang-orang yang menunaikannya. Semoga bermanfaat, serta kita bisa segera mendapatkan panggilan dari Allah untuk bisa menunaikan rukun Islam kelima ini.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.