Hikmah

Kisah Imam Abu Hanifah dan Tetangga yang Menjengkelkan

NU Online  ยท  Rabu, 5 Februari 2020 | 09:00 WIB

Kisah Imam Abu Hanifah dan Tetangga yang Menjengkelkan

Dalam Islam, memuliakan tetangga adalah bagian dari menyempurnakan iman. (Ilustrasi: reviversgalleria.com)

Dikisahkan, Imam Abu Hanifah memiliki seorang tetangga yang sering mengganggu dan menyakitinya. Hampir tiap hari, si tetangga kerap menyombongkan diri, berteriak keras, dan memukuli tiang rumah Imam Abu Hanifah. Tak jarang saat sang imam sedang duduk bersama murid-muridnya, dan hendak mengawali pembicaraan, si tetangga datang mengetuk-ngetuk tiang majelisnya, kemudian mendendangkan beberapa bait syair. Dalam syairnya, si tetangga mengaku telah dibiarkan dan ditelantarkan oleh orang-orang. Petikan syairnya mengatakan:

ย 

Mereka telah sia-siakan aku,

Padahal pemuda mana yang mereka abaikan?

Aku tentara berkuda kaumku

Mereka tak tahu kehormatanku

ย 

Kebanyakan orang mungkin akan merasa terganggu dengan ulah orang seperti tetangga Imam Abu Hanifah. Itu pula yang terjadi pada murid-muridnya. Namun, tidak demikian halnya dengan sang imam sendiri. Saat mereka mengatakan, โ€œWahai Imam, sampaikanlah pada tetanggamu agar berhenti mengganggu kami,โ€ beliau menjawab dengan tenang, โ€œDia itu tetanggaku. Aku sama sekali tidak terganggu olehnya.โ€

ย 

Pada suatu malam, Imam Abu Hanifah mengajar murid-muridnya. Namun, saat itu mereka tak lagi mendengar suara gaduh dari tetangga yang biasa mengganggunya. Tak lama kemudian, sang imam bertanya kepada murid-muridnya, โ€œDi manakah kawanku yang selalu melantunkan syair:

ย 

Mereka telah sia-siakan aku,

Padahal pemuda mana yang mereka abaikan?

Aku tentara berkuda kaumku

Mereka tak tahu kehormatanku

ย 

Murid-muridnnya tak langsung menjawab. Mereka malah saling menoleh satu sama lain sambil tertawa. Imam Abu Hanifah bertanya, โ€œMengapa kalian tertawa?โ€ Mereka menjawab, โ€œAllah telah membebaskanmu dari keburukan tetanggamu itu.โ€ Sang imam bertanya, โ€œMemangnya apa yang telah menimpa tetanggaku itu?โ€ Muridnya menjawab, โ€œDia sudah ditangkap oleh pihak keamanan dan dijebloskan ke penjara.โ€ Imam Abu Hanifah menjawab, โ€œAku wajibโ€ Pada saat itu pula, sang imam bangkit. Ditanya oleh murid-muridnnya, โ€œWajib apa, wahai Imam?โ€ Beliau menjawab, โ€œWajib memberikan pertolongan.โ€

ย 

Saat itu pula, sang imam berangkat, padahal waktu sudah cukup malam. Beliau mengetuk pintu Khalifah yang ada di Baghdad. โ€œSiapa yang di pintu?โ€ tanya salah seseorang dari dalam rumah. โ€œAku an-Nuโ€˜man Abu Hanifah.โ€ Terdengar lagi jawaban dari dalam, โ€œAbu Hanifah!! Benarkah? Sebab Abu Hanifah tidak datang kepada Khalifah kecuali bila diminta atau diundang.โ€ Akhirnya pintu dibuka. Dan ternyata benar, di depan pintu sudah berdiri Imam Abu Hanifah. โ€œSelamat datang, Tuan,โ€ kata penjaga rumah Khalifah. โ€œAku ingin bertemu Khalifah,โ€ ucap sang imam. โ€œKhalifah sudah masuk ke kamar istrinya. Aku tidak tahu apakah beliau sudah tidur atau belum,โ€ jawab si penjaga. โ€œCoba lihat dan tanyakan padanya,โ€ desak Imam Abu Hanifah.

ย 

ย 

Kemudian, si penjaga mengetuk pintu Khalifah. Khalifah pun terkejut dan bertanya, โ€œSiapa di sana?โ€ Dijawab oleh si penjaga, โ€œAda tuan kita Imam Abu Hanifah.โ€ Dijawab oleh Khalifah, โ€œApakah engkau sudah tidak sehat? Sebab Abu Hanifah biasanya tidak datang kepada kami kecuali di siang hari. Mengapa sekarang datang di malam hari? Selain itu, dia juga tidak biasa datang kecuali diminta oleh kami.โ€ Dijawab lagi oleh si penjaga, โ€œSekarang dia sudah berada di sini.โ€

ย 

Akhirnya, Sang Khalifah mengenakan pakaian seperlunya lalu keluar. โ€œAda apa, wahai Imam?โ€ tanya Sang Khalifah. Abu Hanifah lantas menceritakan maksud kedatangannya. โ€œAku punya seorang tetangga. Namun, ditangkap oleh aparat kemanan. Walau dia seorang yang kurang baik, namun aku bertanggung jawab kepadanya. Seandainya bisa ditebus maka aku akan menebusnya. Maka bebaskanlah dia.โ€ Sang Khalifah bertanya, โ€œApakah hanya untuk tujuan itu engkau datang ke sini jam segini?โ€ jawab Abu Hanifah, โ€œBenar, dia tetanggaku, wahai Amirul Mukminin.โ€

ย 

Khalifah pun menyanggupi. โ€œEsok hari, engkau datang lagi. Insya Allah, kami akan memberikan keputusan sesuai dengan permintaanmu.โ€ Namun Abu Hanifah menolak, โ€œBagaimana jika malam ini, hai Amirul Mukminin?โ€ Khalifah menjawab, โ€œKau ingin malam ini, Tuan Abu Hanifah.โ€ Pada saat itu pula, Khalifah meminta pembantunya untuk membangunkan penjaga penjara guna mengeluarkan tetangga Abu Hanifah tadi. Sambil menunggu tetangganya dibebaskan, Abu Hanifah berdiri di depan penjara. Begitu keluar, lelaki itu pun disambutnya. Akhirnya, sang imam berhasil pulang membawa laki-laki yang biasa mengganggunya. Di perjalanan, sang imam mendendangkan syair yang biasa dilantunkan tetangganya itu.

ย 

Spontan si tetangga menjawab, โ€œSekarang tak seorang pun menyia-nyiakanku. Justru aku yang telah menyia-nyiakan diriku, wahai Imam. Aku bersaksi bahwa aku akan bertobat.โ€

ย 

Sejak itu, dia berguru kepada Imam Abu Hanifah. Demikian kisah kebesaran hati Imam Abu Hanifah terhadap tetangganya, walaupun tetangganya kerap mengganggu dan berbuat onar. (Lihat: al-Habib โ€˜Ali al-Jufri, Ayyuhal Murรฎd, hal. 191). Wallahu aโ€™lam.

ย 

ย 

ย 

Penulis: M. Tatam Wijaya

Editor : Mahbib