Kisah Tiga Sahabat Nabi SAW yang Disiksa Demi Mempertahankan Keimanan
NU Online ยท Selasa, 10 Juni 2025 | 19:00 WIB
Muhaimin Yasin
Kolomnis
Nabi Muhammad SAW dikelilingi oleh banyak sahabat setia yang selalu siap mendampingi perjuangannya dalam berdakwah. Mereka berasal dari berbagai golongan, status sosial, kelas ekonomi, karakter, dan latar belakang yang beragam. Namun, satu hal yang menyatukan mereka adalah keimanan yang teguh kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Pada masa awal Islam di Makkah, para sahabat menghadapi berbagai cobaan dan tantangan yang berat. Dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dianggap bertentangan dengan tradisi dan kepercayaan yang telah mengakar kuat di masyarakat Arab selama berabad-abad. Kaum Quraisy, sebagai penguasa Makkah, merasa terancam oleh ajaran tauhid yang menolak penyembahan berhala-berhala di Kaโbah, sumber ekonomi dan prestise mereka.
Para sahabat, terutama dari kalangan lemah seperti budak, orang miskin, dan mereka yang tidak memiliki perlindungan klan yang kuat, menjadi sasaran utama intimidasi dan penyiksaan. Mereka dipaksa untuk meninggalkan Islam melalui berbagai cara, mulai dari ancaman, boikot ekonomi, pengucilan sosial, hingga penyiksaan fisik yang kejam.
Meski demikian, semangat dan keteguhan iman para sahabat justru semakin ter tempered di tengah ujian berat ini. Di antara sekian banyak sahabat yang mengalami kekejaman demi mempertahankan keimanan mereka, berikut adalah tiga kisah sahabat Nabi Muhammad SAW yang disiksa secara tragis.
1. Bilal bin Rabah
Sahabat Nabi SAW yang pertama kali mengalami penyiksaan tragis adalah Bilal bin Rabah. Ia adalah seorang budak berkulit hitam dari Habasyah yang menghabiskan hari-harinya bekerja untuk Umayyah bin Khalaf, salah satu pembesar Quraisy.
Ketika Umayyah mengetahui bahwa Bilal telah memeluk Islam, kemarahannya memuncak. Ia menyeret Bilal keluar saat matahari sedang terik dan melemparkannya ke hamparan padang pasir yang panas membara. Tidak cukup sampai di situ, Umayyah memerintahkan agar sebuah batu besar diletakkan di atas dada Bilal, seraya berkata dengan congkak, โSiksa ini akan terus berlangsung sampai kamu mati atau mengingkari Muhammad dan menyembah Latta serta Uzza.โ
Namun, Bilal tidak sedikit pun tergoyahkan. Dengan penuh keyakinan, ia menjawab, โAhad, ahad,โ yang berarti โTuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha Esa.โ Keteguhannya akhirnya dilihat oleh Abu Bakar As-Shiddiq yang kebetulan lewat. Abu Bakar kemudian membeli Bilal dari Umayyah dan memerdekakannya. (Ibnu Hajar al-โAsqalani, Al-Ishabah fii Tamyizis Shahabah, [Beirut: Darul Kutub al-โIlmiyah, 1996], jilid I, halaman 456)
2. Abdullah bin Hudzafah
Sahabat Nabi SAW berikutnya yang disiksa karena keimanannya adalah Abdullah bin Hudzafah bin Qais bin Adiy, yang lebih dikenal sebagai Abu Hudzafah As-Sahmi. Ia termasuk As-Sabiqunal Awwalun, golongan pertama yang memeluk Islam di Makkah, dan turut berhijrah ke Habasyah serta menjadi delegasi Nabi SAW ke Raja Persia. (Adz-Dzahabi, Siyar Aโlamin Nubala, [Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1985], jilid II, halaman 11)
Kisahnya berawal saat Khalifah Umar mengirim pasukan ke Roma, dan Abdullah turut serta dalam rombongan tersebut. Setibanya di sana, Raja Roma bertanya, โApakah kelompok ini pengikut Muhammad?โ Ia lalu menawarkan, โMaukah engkau menjadi Nasrani? Jika ya, aku akan berikan setengah kerajaanku.โ
Abdullah menjawab dengan tegas, โMeski kau berikan seluruh kekayaanmu dan semua kerajaan di tanah Arab, aku tak akan pernah meninggalkan agama Muhammad, bahkan sekadar terlintas di pikiranku.โ Raja murka mendengar jawaban itu dan mengancam, โJika begitu, aku akan membunuhmu.โ Dengan tenang, Abdullah menjawab, โSilakan.โ
Baca Juga
Kisah Peletakan Hajar Aswad
Raja lalu memerintahkan pasukannya untuk menyalib Abdullah dan memanah tubuhnya dari jarak dekat. Dalam kondisi itu, Raja kembali menggoda agar ia meninggalkan Islam, tetapi Abdullah tetap menolak keras. Kemarahan Raja memuncak, ia menurunkan Abdullah dari salib dan menyiramnya dengan air mendidih. (Adz-Dzahabi, Siyar Aโlamin Nubala, jilid II, halaman 14)
3. Keluarga Yasir
Kisah tragis berikutnya dialami oleh keluarga Yasir, yang terdiri dari Yasir, Sumayyah binti Khiyath, dan anak mereka, Ammar bin Yasir. Keluarga ini disiksa secara kejam oleh Bani Makhzum, salah satu klan penguasa di Makkah, karena menolak meninggalkan Islam.
Penyiksaan terjadi di siang hari yang terik. Mereka dijemur di bawah matahari menyengat dan disiksa dengan pasir panas yang membakar kulit. Saat itu, Nabi Muhammad SAW kebetulan melintas dan menyaksikan penderitaan mereka. Tak mampu berbuat banyak, beliau hanya bisa berkata, โBersabarlah wahai keluarga Yasir, sungguh surga telah dijanjikan untuk kalian.โ
Dalam peristiwa itu, Sumayyah binti Khiyath tak kuat menahan siksaan yang mengerikan. Ia meninggal dunia, tetapi hingga akhir hayatnya, ia tetap teguh pada keimanan dan menolak meninggalkan Islam. (Abdul Malik bin Hisyam, Sirah Ibnu Hisyam, [Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 2002], jilid I, halaman 319)
Kisah perjuangan Bilal bin Rabah, Abdullah bin Hudzafah, dan keluarga Yasir menjadi teladan mulia tentang keteguhan iman di tengah cobaan berat. Mereka membuktikan bahwa kebenaran sejati tak bisa dibeli dengan harta duniawi atau dipaksa dengan kekerasan fisik.
Dzikir Bilal, โAhad, ahad,โ yang bergema di padang pasir yang membara, penolakan tegas Abdullah terhadap tawaran setengah kerajaan Roma, serta ketabahan keluarga Yasir hingga Sumayyah syahid, menunjukkan bahwa iman yang kokoh mampu mengatasi segala intimidasi dan godaan.
Di era modern, teladan ini relevan saat umat Islam menghadapi tekanan dan godaan zaman. Di tengah globalisasi yang sarat materialisme dan sekularisme, keteguhan spiritual para sahabat menjadi benteng akidah yang penting. Solidaritas Abu Bakar dalam memerdekakan Bilal juga mengajarkan nilai saling tolong-menolong dalam menghadapi ketidakadilan.
Kisah ketiga sahabat ini mengingatkan kita bahwa Islam adalah agama mulia yang patut diperjuangkan dalam segala kondisi. Keteguhan iman bukan berarti kekakuan dalam bermasyarakat, melainkan keseimbangan antara prinsip, kebijaksanaan, dan adaptasi terhadap perkembangan zaman. Wallahuaโlam.
Ustadz Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman.
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Cerpen: Tirakat yang Gagal
4
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
5
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua