Kaum Muslimin sudah mencapai puncak kekuatannya pada Fathu Makkah. Sepuluh ribu pasukan Islam memasuki Makkah dengan kemenangan di depan mata. Kekuatan militer sebesar itu membuat kaum musyrikin sangat cemas. Tapi akhirnya peristiwa pembebasan kota Makkah berlangsung elegan. Tak ada dendam. Umat Islam menjamin aman siapa pun yang tak melakukan perlawanan. Fathu Makkah pun terjadi tanpa pertumpahan darah.
Di tengah maaf yang begitu luas, rupanya masih ada saja sisa-sisa musuh yang belum move on dan malah berusaha memanfaatkan situasi. Salah satunya Fudlalah bin Umair, musuh bebuyutan yang memendam niat serius menghabisi nyawa Rasulullah ๏ทบ dengan tangannya sendiri.
Fudlalah mengaku sebagai bagian dari umat Islam. Tentu ini sekadar siasat licik agar tetap aman. Menerobos populasi Muslim yang demikian banyak, tampil sebagai musuh sama saja dengan bersiap mati konyol. Apalagi target yang direncanakan tidak main-main: membunuh Nabi ๏ทบ.
Seperti diungkapkan Raghib al-Hanafi as-Sirjani dalam ar-Rahmah fรฎ Hayรขtir Rasรปl, penyamaran Fudlalah cukup berhasil. Sambil membawa pedang di balik bajunya, ia melintas di dekat Rasulullah yang sedang tawaf.
Ketika posisi makin dekat, Rasulullah tiba-tiba menyapa, "Apa ini Fudlalah?"
"Betul, Fudlalah wahai Rasulullah," jawab Fudlalah manis, menutupi rencana busuknya.
"Apa yang kau ucapkan dalam hatimu?"
"Tidak ada. Aku berdzikir kepada Allah."
Rasulullah tertawa. "Beristighfarlah, wahai Fudlalah."
Tidak terbayang, betapa kalutnya perasaan Fudlalah. Misi kejamnya terbongkar. Kini, nasibnya di ujung tanduk, dan mustahil kawan-kawan musyriknya di masa lalu bakal datang memberi bantuan.
Nabi ๏ทบ lantas meletakkan tangan beliau ke dada Fudlalah. Tindakan Rasulullah ini menenangkan hati orang yang berencana membunuhnya itu.
Subhanallah, alangkah rileksnya Nabi merespons gelagat buruk yang sedang membahayakan hidupnya tersebut. Saat aksi percobaan pembunuhan diketahui, beliau sebenarnya bisa saja memerintahkan pasukannya untuk meringkus Fudlalah, lalu menjatuhi hukuman terberat. Tapi Nabi bukanlah pendendam. Nabi memilih tetap bersikap tenang, bahkan menenangkan musuhnya yang sedang ditikam ketakutan.
Mengutip Ibnu Katsir dalam al-Bidรขyah wan Nihรขyah, Raghib as-Sirjani menceritakan bahwa Fudlalah akhirnya memberi kesaksian, "Demi Allah, kala Rasulullah melepas tangannya dari dadaku saat itu pula tidak ada ciptaan Allah yang lebih aku cintai dibanding Rasulullah ๏ทบ."ย
Allรขhumma shalli โalรข sayyidinรข Muhammad.ย
(Mahbib)