Ilmu Al-Qur'an

4 Cara Mencintai Al-Qur’an

Sab, 8 Agustus 2020 | 13:15 WIB

4 Cara Mencintai Al-Qur’an

Seorang yang Allah anugerahkan cinta terhadap Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan anugrah iman. Jika imam sudah dalam dada, maka mudah baginya masuk surga.

Cinta adalah sesuatu yang abstrak, ia tak tampak oleh mata kepala. Namun dapat dirasakan dan tampak tanda-tandanya. Seorang yang jatuh cinta, hatinya akan terpaut dengan yang dicintainya. Termasuk mencintai Al-Qur’an.


Mencintai Al-Qur’an adalah suatu tidak bisa diungkapkan oleh kata-kata, tapi mencintai Al-Qur’an adalah dengan membersamai dan berinteraksi dengan Al-Qur’an setiap saatnya; membaca, memahami dan merenungi, serta mengimplementasikan kandungan maknanya.


Pada zaman dahulu, para sahabat adalah orang yang sangat mencintai Al-Qur’an. Mereka antusias penuh semangat mendengarkan wahyu yang disampaikan kepada mereka. Setiap deretan ayat yang didapatkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bagaikan hadiah yang sangat berharga bagi dirinya. Maka tak ayal, banyak sahabat yang meluangkan waktu untuk menghafal, memahami dan merenungi serta mengimplementasikan isi kandungan maknanya. 


Abu Abdurrahman al-Sulami mengatakan bahwa para sahabat belajar kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sepuluh ayat, mereka tidak akan mempelajari sepuluh ayat berikutnya kecuali mereka memahami kandungan ayat tersebut dan mengamalkannya (Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad: 466. Hadis ke-23482).


Demikian pula, generasi setelah sahabat, tabi’in. Mereka dengan penuh semangat membaca Al-Qur’an tanpa mengenal waktu. Kecintaan mereka terhadap Al-Qur’an dibuktikan dengan senantiasa menjadikan Al-Qur’an sebagai teman sehari-harinya. 


Imam al-Nawawi menceritakan bahwa terdapat sebagian tabi’in yang sehari-harinya membaca Al-Qur’an hingga mengkhatamkannya dalam sehari bahkan ada yang mengkhatamkannya di antara waktu dhuhur dan ashar. (Imam Nawawi, al-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Qur’an: 47).


Pada masa sekarang, jika seorang ditanya, apakah kamu mencintai Al-Qur’an? Tentu saja jawabannya adalah, “Iya, saya mencintai Al-Qur’an”. Jawaban ini adalah jawaban yang keluar secara otomatis tanpa perlu pemikiran dan perenungan. Hanya saja, cinta butuh pembuktian tidak sekadar diucapkan oleh lisan semata. 


Banyak orang yang mengaku mencintai Al-Qur’an tapi dalam sehari-harinya ia lebih banyak berinteraksi dengan hape (telpon genggam) daripada berlama-lama duduk bersama Al-Qur’an. Bagaimana mungkin dia dikatakan mencintai Al-Qur’an sementara dia tahan berlama-lama memainkan keyboard ponsel dan rasa kantuk menghampirinya saat menyentuh Al-Qur’an?


Seorang yang dirundung cinta, hatinya akan senantiasa terpaut, bibirnya selalu menyebut, ia akan merindukannya saat ia jauh darinya dan memutuskan segala sesuatu kecuali bersamanya. Ibaratnya, menurut Sayyidina Ali, dia adalah tawanan yang tidak bisa lepas dari yang dicintainya.


ومن أحب شيئا فهو أسير له


Artinya: “Barang siapa yang mencintai sesuatu maka dia adalah tawanan baginya” (Muhammad Nawawi, Nashaih al-Ibad:14).


Demikian pula, seorang yang mencintai Al-Qur’an, hatinya senantiasa akan terpaut untuk selalu dekat bersamanya, merasa nyaman dengannya, ia bagaikan tawanan Al-Qur’an yang tidak bisa lepas darinya; membaca, memahami dan mengimplementasikan isi kandungannya.


Sebuah bacaan bila dibaca berulang-ulang, ia akan membosankan kecuali Al-Qur’an. Semakin banyak dibaca dan diulang-ulang, maka ia akan semakin menyenangkan, tampak indah dan bercahaya.


Imam al-Syatibi mengatakan: 


وَخَيْرُ جَلِيسٍ لاَ يُمَلُّ حَدِيثُهُ  ***  وَتَرْدَادُهُ يَزْدَادُ فِيهِ تَجَمُّلاً


Artinya: “Al-Qur’an adalah sebaik-baik teman bercengkrama, ceritanya tidak membosankan, membaca dan mendengarkannya tidak menjenuhkan, bahkan tambah menarik jika diulang-ulang”. (Al-Syathibi, Hirz al-Amani wa Wajh al-Tahani fi al-Qira’at al-Sab’i: 2).


Seorang yang mencintai Al-Qur’an akan tampak darinya beberapa perkara: Pertama, hatinya senang bila berjumpa (membaca) Al-Qur’an. Kedua, duduk bercengkrama dengan Al-Qur’an dalam waktu yang lama tanpa rasa bosan. Ketiga, rindu menggelora dalam hatinya bila ia jauh meninggalkan Al-Qur’an (lama tidak membaca Al-Qur’an), dia akan berusaha untuk bersama Al-Qur’an. Keempat, mengikuti arahan dan petunjuk Al-Qur’an serta merujuk kepada Al-Qur’an saat dia memiliki problem dalam hidupnya, baik yang berskala kecil maupun yang besar. Kelima, mengikuti perintah Al-Qur’an dan menjauhi larangannya (Khalid al-Lahim, Mafatih Tadabbur Al-Qur’an wa al-Najah fi al-Hayat, 27-28).


Jika tanda-tanda di atas tampak dalam diri seorang, maka rasa cinta terhadap Al-Qur’an masih ada dalam hatinya. Tapi jika tanda-tanda tersebut tidak ada dalam diri seorang, maka rasa cintanya terhadap Al-Qura’an telah sirna.  


Oleh karena itu, seorang ulama berkata: “Janganlah seorang ditanya tentang dirinya kecuali Al-Qur’an, jika ia mencintai Al-Qur’an maka sesungguhnya ia mencintai Allah dan Rasul-Nya”. 
 


Bagaimana seorang mampu mencintai Al-Qur’an dan menggapai cintanya?


Mencintai sesuatu perlu perjuangan dan usaha, termasuk mencintai Al-Qur’an. Ada beberapa cara agar mampu mencintai Al-Qur’an, salah satunya adalah; 


Pertama, memperbanyak membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an di sini bukan soal kwantitas tapi kwalitas, yaitu membaca dengan tartil dan memahami kandungan maknanya. Sebab dengan memahami maknanya akan tersingkap keindahan Al-Qur’an. Hal ini perlu manajemen dan latihan agar senantiasa istiqamah supaya terbiasa. Cinta akan tumbuh karena terbiasa. 


Kedua, senantiasa membaca tentang keagungan dan kemukjizatan Al-Qur’an, sebab dengan banyak membaca keagungan Al-Qur’an, hati akan terpaut untuk selalu membaca Al-Qur’an.


Ketiga, memperbanyak membaca sejarah para sahabat, ulama salaf, dan ahlu Al-Qur’an yang gemar membaca Al-Qur’an dan mengabdikan diri untuk Al-Qur’an. Sebab dalam perjalanan hidup mereka terdapat uswah untuk diteladani, inspirasi untuk diikuti.


Keempat, berdoa kepada Allah agar senantiasa diberikan kemudahan mencintai Al-Qur’an dan mencapai cintainya. Doa adalah senjata orang mukmin. 


اللّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَأَنْتَ تَجْعَلُ الحُزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا


Artinya: “Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali Engkau jadikan mudah, dan Engkau jadikan kesusahan, jika Engkau berkehendak pasti mudah”.


اللّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُبَّ القُرْآن وَالشَّوْقِ إِلَى قِرَاءَتِهِ


Artinya: “Ya Allah, anugerahkanlah aku mencintai Al-Qur’an, dan rindu membacanya”.


Seorang yang Allah anugerahkan cinta terhadap Al-Qur’an, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan anugerah iman. Jika imam sudah dalam dada, maka mudah baginya masuk surga.
 

Ustadz Moh. Fathurrozi, Pengurus Jam’iyatul Qurra’ wal Huffadz NU Surabaya; Pembina Tahfidz Al-Qur’an Pondok Pesantren Darussalam Keputih