Ilmu Al-Qur'an

Empat Metode Membaca Ta’awudz-Basmalah yang Disusul Ayat

Sen, 6 Agustus 2018 | 14:00 WIB

Empat Metode Membaca Ta’awudz-Basmalah yang Disusul Ayat

Ilustrasi (Freepik)

Dalam mengawali bacaan Al-Qur’an, seorang qari’ dianjurkan memulai dengan membaca isti’adzah/ta'awudz dan basmalah, sebab keduanya (isti’adzah dan basmalah) memiliki hubungan yang sangat erat, ibarat dua sisi mata uang.

Hal ini disampaikan oleh Ibnu Jarir Al-Thabariy, sebagaimana dikutip oleh Al-Allusy, bahwa ayat pertama yang dibawa oleh Jibril kepada Nabi Muhammad disertai kalimat isti’adzah dan basmalah. Artinya, Jibril ketika menyampaikan risalah wahyu pertama kali kepada Nabi, ia memulainya dengan membaca isti’adzah dan basmalah. 

Kalimat pertama, isti’adzah, sebagai ungkapan permohonan untuk dihindarkan dari godaan dan gangguan setan, sedangkan yang kedua, basmalah, sebagai ungkapan pujian dan pengagungan Dzat Maha Kasih dan Penyayang. Selain sebagai anjuran dalam memulai bacaan Al-Qur’an, ia juga sebagai adab dalam berinteraksi dengan kalam ilahi.

Diceritakan dari Ibnu Abbas, bahwa Jibril berkata kepada Nabi Muhammad: “Wahai Muhammad, bacalah ta’awwudz!” Kemudian Nabi membaca “ أَسْتَعِيْذُ بِاللهِ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم ”. Jibril berkata kembali: “bacalah basmalah”. Nabi pun membaca basmalah “ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ ”. Kemudian dilanjutkan membaca surat Al-Alaq 1-5 (lihat: Jalaluddin Al-Allusy, Dirasat fi Al-Tafsir wa Ulumihi, Tunisia, Muassasah bin Asyur, 2006, halaman 182).

Oleh karena itu, dalam riwayat di atas, ada tiga potongan kalimat; isti’adzah, basmalah, dan ayat Al-Qur’an. Dalam ilmu qira’at, untuk membaca ketiga potongan kalimat di atas, ada empat metode; metode ini juga dikenal dengan metode qiyasiy. Berikut contoh dan cara bacanya:

Pertama, berhenti di setiap potongan kalimat: isti’adzah, basmalah, dan ayat Al-Qur’an. Metode ini dalam ilmu qira’at dikenal dengan qat’ul jami’, misalnya:

  

اِقْرَأْ بِاسمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

 

Kedua, berhenti pada kalimat isti’adzah, kemudian menyambung basmalah dengan ayat Al-Qur’an. Metode ini dikenal dengan qat’ul ûlâ wa washluts tsânî, misalnya: 

  

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اِقْرَأْ بِاسمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

 

Ketiga, menyambungkan kalimat isti’adzah dengan basmalah dan berhenti pada kalimat basmalah, kemudian memulai awal ayat. Metode ini dikenal dengan washlul ûlâ wa qat’uts tsânî, misalnya:

   

اِقْرَأْ بِاسمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

  

Keempat, menyambungkan semua komponen kalimat; isti’adzah, basmalah dan awal ayat. Metode ini dikenal dengan “ washl Al-Jami’”, misalnya:

    

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ اقْرَأْ بِاسمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ


Keempat metode di atas dapat dioprasionalkan apabila seorang qari’ memulai bacaan Al-Qur’an di awal surat kecuali Surat Al-Taubah atau Al-Bara’ah.

Baca: Mengapa Surat at-Taubah Tak Dimulai dengan Basmalah?
Sedangkan apabila seorang qari’ memulai bacaan Al-Qur’an di tengah-tengah surat, seperti awal rubu’, atau awal kisah dalam Al-Qur’an, maka bagi seorang qari’ boleh membacanya dengan basmalah atau meninggalkannya (tak membaca basmalah). Apabila seorang qari’ memulai bacaan Al-Qur’an di tangah-tengah surat dengan membaca basmalah, maka ia boleh membacanya dengan menggunakan empat metode seperti di atas, tapi apabila tidak membaca basmalah, maka baginya hanya boleh dua metode saja, yaitu menyambung isti’adzah dengan ayat Al-Qur’an atau berhenti pada kalimat isti’adzah dan memulai pada awal ayat. Berikut contoh dan cara bacanya:

Contoh cara menyambung:

 

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ  قَالَ فَمَا خَطْبُكُمْ أَيُّهَا اْلمــُرْسَلُوْنَ

 

Contoh cara berhenti:

  

قَالَ فَمَا خَطْبُكُمْ أَيُّهَا اْلمــُرْسَلُوْنَ

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

 

Sementara itu, apabila seorang qari’ memulai membaca Al-Qur’an dengan isti’adzah kemudian berhenti di tengah-tengah ayat karena percakapan atau menjawab salam, maka dianjurkan baginya untuk mengulang bacaan isti’adzah. Tapi apabila seorang qari’ berhenti (memutuskan bacaan) karena sesuatu yang terpaksa, seperti bersin, percakapan yang berhubungan dengan kemaslahatan bacaan, seperti ragu akan bacaannya (tepat atau tidak) kemudian ia bertanya kepada orang lain untuk memantapkan bacaannya atau belajar kepada orang lain, maka dalam hal ini seorang qari’ tidak perlu mengulang bacaan isti’adzahnya (lihat: Abdul Fattah Al-Qadhiy, Al-Budur Al-Zahirah fi Al-Qira’at Al-Asyr Al-Mutawatirah, Bairut, Dar al-Kitab al-Arabiy, tt., halaman 13).


Moh. Fathurrozi, Pecinta Ilmu Qira’at, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo