Syariah

Larangan Duduk, Bersandar, dan Berjalan di Atas Kuburan

NU Online  ยท  Senin, 23 Maret 2020 | 12:20 WIB

Larangan Duduk, Bersandar, dan Berjalan di Atas Kuburan

Muslim Indonesia yang akrab dengan tradisi ziarah, haul, atau kegiatan lain di area pemakaman harus memperhatikan rambu-rambu ini. (Foto ilustrasi: NU Online/Mahbib)

Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menghormati kuburan, terutama kuburan orang-orang Muslim. Di antara cara menghormati kuburan ialah dengan cara membersihkannya, seperti mencabuti rumput liar, serta menyapu dedaunan atau sampah lain di sekitar makam. Juga paling utama, kita dilarang keras untuk melangkahinya. Ajaran demikian bukanlah tanpa dasar. Ia memiliki dasar yang kuat hadits dan pernyataan para ulama.

ย 

Dalam Islam menghormati jenazah di dalam kuburan mirip dengan saat kita menghormati orangnya kala masih hidup. Bila saat hidup kita dilarang berlaku tak sopan kepada seseorang, demikian pula ketika orang tersebut sudah meninggal dunia. Ini bagian dari prinsip memuliakan manusia sebagaimana firman Allah dalam al-Isra ayat 70: walaqad karramnรข banรฎ รขdama (dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam [manusia]).

ย 

ย 

Lebih dari itu, kuburan juga memiliki fungsi lain bagi orang hidup. Memang, kuburan adalah tempat dikebumikannya orang mati. Namun, kuburan juga merangkap peran sebagai pengingat kepada orang-orang yang masih hidup. Ia adalah tempat untuk kita merenungi akan kehidupan setelah kematian nanti: apakah kita sudah siap menghadap kepada Allah subhanahu wataโ€™ala atau tidak. Karena itulah anjuran berziarah muncul, dan kuburan tak bisa disamakan dengan lapangan atau padang rumput biasa. Kuburan adalah tempat sakral.

ย 

Di antara bentuk penghormatan Islam terhadap kuburan adalah larangan duduk di atasnya. Terkait hal yang demikian, terdapat hadits yang tercantum dalam kitab Shahรฎh Muslim:

ย 

ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจูู‰ ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…ย ู„ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฌู’ู„ูุณูŽ ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฌูŽู…ู’ุฑูŽุฉู ููŽุชูุญู’ุฑูู‚ูŽ ุซููŠูŽุงุจูŽู‡ู ููŽุชูŽุฎู’ู„ูุตูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุฌูู„ู’ุฏูู‡ู ุฎูŽูŠู’ุฑูŒ ู„ูŽู‡ู ู…ูู†ู’ ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฌู’ู„ูุณูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู‚ูŽุจู’ุฑู

ย 

โ€œDari Abu Hurairah RA, Ia berkata, Rasulullah shallallahu โ€˜alaihi wasallam bersabda, โ€˜Seandainya seseorang duduk di atas bara api sehingga membakar pakaiannya sampai kulitnya, itu lebih baik baginya dibandingkan duduk di atas kuburanโ€™,โ€ (HR Muslim).

ย 

Dari hadits ini jelas sekali bahwa duduk di atas kuburan adalah haram. Hal itu tampak dari cara Nabi membuat perumpamaan bahwa orang yang duduk di atas bara api yang panas membara lebih baik ketimbang duduk di atas kuburan. Tentu ini indikasi larangan keras dalam hadits ini.

ย 

Saat mengurai hadits tersebut, al-โ€˜Adzim al-Abadi dalam kitab โ€˜Aunul Maโ€™bลซd Syarh Sunan Abรฎ Daud mengatakan:

ย 

ููŠู‡ ุฏู„ูŠู„ ุนู„ู‰ ุฃู†ู‡ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุงู„ุฌู„ูˆุณ ุนู„ู‰ ุงู„ู‚ุจุฑุŒ ูˆุฐู‡ุจ ุงู„ุฌู…ู‡ูˆุฑ ุฅู„ู‰ ุงู„ุชุญุฑูŠู…

ย 

โ€œDi dalam hadits di atas terdapat dalil atas ketidakbolehan duduk di atas kuburan, dan jumhur (mayoritas) ulama berpendapat, duduk di atas kuburan adalah haramโ€ (al-โ€˜Adzim al-Abadi, โ€˜Aunul Maโ€™bลซd Syarh Sunan Abรฎ Daud, Beirut: Dar el-Kutub al-โ€˜Ilmiyyah, cetakan ke-2, 1415 H, juz 9, hal. 35).

ย 

Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahรฎh Muslim menyebutkan:

ย 

ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุตู’ุญูŽุงุจูู†ูŽุง ุชูŽุฌู’ุตููŠุตู ุงู„ู’ู‚ูŽุจู’ุฑู ู…ูŽูƒู’ุฑููˆู‡ูŒ ูˆูŽุงู„ู’ู‚ูุนููˆุฏู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ุญูŽุฑูŽุงู…ูŒ ูˆูŽูƒูŽุฐูŽุง ุงู„ูุงุณู’ุชูู†ูŽุงุฏู ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุงู„ูุงุชู‘ููƒูŽุงุกู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู

ย 

โ€œUlama dari kalangan kami (Syรขfiโ€™iyyah) berpendapat, hukum memplester (membangun) kuburan adalah makruh, sedangkan duduk di atas kuburan adalah haram, begitu juga bersandar dan bertumpu kepada kuburanโ€ (Imam an-Nawawi, al-Minhรขj Syarah Shahรฎh Muslim bin al-Hajjรขj, Beirut: Dar Ihya at-Turats, cetakan ke-2, 1392 H, juz 7, hal. 27).

ย 

Selain dalam Syarah Shahรฎh Muslim, Imam an-Nawawi juga menyebutkan dalam kitab al-Majmลซโ€™:

ย 

ุฐูƒุฑ ุงู„ู…ุงูˆุฑุฏูŠ ูˆุบูŠุฑู‡ุฃู†ู‡ ูŠูƒุฑู‡ ุฅูŠู‚ุงุฏ ุงู„ู†ุงุฑ ุนู†ุฏ ุงู„ู‚ุจุฑ

ย 

Imam al-Mรขwardi dan selainnya menyebutkan, bahwa hukum menyalakan api di sisi kuburan itu adalah makruh. Al-Khรขtib menyebutkan dalam kitab Mughni al-Muhtรขj:

ย 

ูˆู„ุง ูŠุฌู„ุณ ุนู„ู‰ ุงู„ู‚ุจุฑ ุงู„ู…ุญุชุฑู… ูˆู„ุง ูŠุชูƒุฃ ุนู„ูŠู‡ ูˆู„ุง ูŠุณุชู†ุฏ ุฅู„ูŠู‡ ูˆู„ุง ูŠูˆุทุฃ ุนู„ูŠู‡ ุฅู„ุง ู„ุถุฑูˆุฑุฉ

ย 

โ€œDan jangan duduk di atas kuburan yang dihormati, jangan bersandar dan bertumpu di atasnya, dan tidak boleh diinjak kecuali karena keadaan yang daruratโ€ (al-Khรขtib asy-Syirbรฎni, Mughni al-Muhtรขj, Dar el-Fikr, juz 1, hal. 354)

ย 

Abu Ishรขq asy-Syayrรขzi dalam at-Tanbรฎh menyebutkan:

ย 

ูˆู„ุง ูŠุฌู„ุณ ุนู„ู‰ ู‚ุจุฑ ูˆู„ุง ูŠุฏูˆุณู‡ ุฅู„ุง ู„ุญุงุฌุฉ. ูˆูŠูƒุฑู‡ ุงู„ู…ุจูŠุช ููŠ ุงู„ู…ู‚ุจุฑุฉ.

ย 

โ€œTidak boleh duduk di atas kuburan, tidak boleh menginjak-injak kuburan kecuali karena ada kebutuhan, dan makruh hukumnya bermalam di pemakamanโ€ (Abu Ishรขq asy-Syayrรขzi, at-Tanbรฎh fi al-Fiqh asy-Syรขfiโ€™i, Beirut: โ€˜Alam al-Kutub, cetakan pertama, 1983, juz 1, hal. 52)

ย 

Pendapat-pendapat ulama di atas menegaskan ketidakbolehan: duduk di atas kuburan, menginjak, melangkahi, bersandar, berjalan, dan tindakan-tindakan sejenis yang tidak menghormati kuburan. Namun jika alam keadaan darurat, maka dapat dijadikan pengecualian. Menurut Syihabuddin ar-Ramli dalam Nihรขyah, larangan tersebut merupakan langkah bijaksana dari upaya pengormatan penghormatan terhadap orang meninggal.

ย 

Dengan demikian, Muslim Indonesia yang akrab dengan tradisi ziarah, haul, atau kegiatan lain di area pemakaman harus memperhatikan rambu-rambu ini. Termasuk pula bagi para pedagang yang barangkali mengais rezeki di sekitar makam. Bila untuk kegiatan yang halal saja seseorang dilarang berlaku tak sopan terhadap kuburan, tentu apalagi untuk kegiatan maksiat.

Wallahu aโ€™lam.

ย 

Amien Nurhakim, mahasantri Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darussunnah.

ย