Muhammad Faizin
Penulis
Ibadah kurban dan haji bukan hanya ritual fisik semata, melainkan wujud kepatuhan total kepada Allah SWT yang harus tercermin dalam sikap hidup sehari-hari. Ibadah ini mengandung nilai kepedulian sosial dengan toleransi pada sesama. Dua ibadah ini memberi pelajaran penting bagi kita untuk menumbuhkan empati dan tanggung jawab sosial. Maka, mari jadikan momentum ini sebagai pengingat bahwa ibadah tidak hanya vertikal kepada Allah, tetapi juga harus berdampak horizontal pada kehidupan sosial.
Teks khutbah berikut ini berjudul “Khutbah Jumat: Kurban, Haji, dan Kepekaan Sosial". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan dekstop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ ١ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ٢ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُࣖ ٣
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Menjadi kewajiban bagi khatib untuk berwasiat takwa kepada seluruh jamaah dalam setiap khutbah Jumatnya. Oleh karena itu, pada kesempatan yang mulia ini, mari kita menguatkan rasa takwa dan juga iman kepada Allah SWT dalam setiap nafas kehidupan agar kita selamat dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Takwa laksana rambu-rambu di perjalanan yang akan mengarahkan kita menuju tempat tujuan dengan selamat. Jika kita patuh pada perintah Allah dan menghindari larangan-Nya, maka kita akan selamat dalam kehidupan ini. Amin.
Di antara wujud kuatnya keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah adalah kemampuan kita untuk melaksanakan ibadah dengan maksimal. Di antaranya, setiap tahun, kita dan umat Islam di seluruh dunia melaksanakan dua ibadah agung yang memiliki nilai spiritual luar biasa. Ibadah tersebut adalah kurban dan ibadah haji. Keduanya merupakan bagian dari syariat Islam yang sarat makna dan hikmah. Tidak hanya dalam dimensi vertikal sebagai bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga horizontal sebagai wujud kepedulian sosial terhadap sesama manusia.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Ibadah kurban bukan sekadar ritual menyembelih hewan. Lebih dari itu, kurban adalah simbol keikhlasan dan kepedulian. Dalam pelaksanaannya, kita diperintahkan untuk membeli hewan ternak terbaik, menyembelihnya, dan membagikan dagingnya kepada orang-orang di sekitarnya, khususnya mereka yang membutuhkan. Melalui kurban, kita diajak untuk peka terhadap lingkungan sosial.
Kita perlu menyadari bahwa di balik potongan daging yang dibagikan, tersimpan pesan bahwa setiap rezeki yang kita miliki bukanlah semata-mata untuk dinikmati sendiri, tetapi ada hak orang lain yang perlu kita salurkan. Ibadah kurban mengajarkan kita untuk melepaskan egoisme, melatih empati, dan memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.
Ibadah ini dengan tegas dan jelas diperintahkan oleh Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Kautsar:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ الْكَوْثَرَۗ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْاَبْتَرُ ࣖ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!. Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah).”
Rasulullah dalam haditsnya juga telah mengingatkan bagi kita, khususnya yang memiliki kemampuan finansial untuk berkurban :
مَنْ وَجَدَ سَعَةً لِأَنْ يُضَحِّيَ فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَحْضُرْ مُصَلَّانَا
Artinya: “Barang siapa mampu berkurban dan ia tidak melaksanakannya, maka janganlah ia menghadiri tempat shalat kami”. (HR. Baihaqi).
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Selanjutnya, ibadah haji pun tak kalah hikmahnya dalam hal dimensi sosial. Di tengah jutaan jamaah dari berbagai negara, bahasa, budaya, dan latar belakang, setiap Jamaah haji dituntut untuk menjaga sikap, memperhatikan sesama, dan saling membantu. Kepedulian kepada jamaah lain menjadi hal yang sangat penting dalam kondisi fisik dan lingkungan yang penuh tantangan.
Misalnya, saat thawaf atau sai, kita tidak hanya menjaga kekhusyukan diri, tetapi juga menghindari menyakiti atau mengganggu orang lain. Di Mina, Arafah, dan Muzdalifah, rasa lelah dan sempitnya tempat menjadi ujian kesabaran dan toleransi. Dalam kondisi itulah, kepekaan sosial diuji dan diasah, apakah kita mampu bersikap sabar, menolong yang kesulitan, ataukah kita justru hanya mementingkan kenyamanan pribadi.
Sudah seharusnya kita membawa bekal takwa dan berlaku dengan akhlak baik kepada Jemaah lain. Rasulullah bersabda:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Artinya: “Dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya, ‘Bertakawalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya hal itu dapat menghapusnya. Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik’,” (HR At-Tirmidzi)
Masyiral Muslimin rahimakumullah,
Baik kurban maupun haji mengajarkan kita bahwa ibadah bukan hanya hubungan antara hamba dan Allah, tetapi juga mencakup hubungan antar sesama manusia. Islam memandang keimanan tidak cukup hanya diwujudkan dalam bentuk ritual individual, melainkan harus membuahkan sikap sosial yang nyata: berbagi, peduli, membantu, dan menghormati.
Dalam konteks kekinian, semangat kurban dan haji perlu kita bawa ke kehidupan sehari-hari. Jika setiap Muslim mampu menghidupkan nilai-nilai berbagi, toleransi, dan kepedulian sosial, maka akan tercipta kehidupan yang harmonis, saling tolong menolong, dan menjauhkan diri dari sikap individualistis yang semakin menguat di era modern ini.
Perlu disadari bersama bahwa pada hakikatnya kita adalah makhluk sosial. Kita tidak bisa hidup sendiri. Setiap orang, sekaya dan sekuat apa pun, tetap membutuhkan bantuan dan keberadaan orang lain. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kehidupan yang rukun dan damai, sangat penting untuk menumbuhkan empati, tenggang rasa, dan kepedulian sosial.
Sikap egois dan mementingkan diri sendiri hanya akan merusak tatanan kehidupan bersama. Kita harus menempatkan kepentingan kolektif di atas kepentingan pribadi, terutama dalam masyarakat Indonesia yang memiliki gen kebersamaan dan gotong royong yang kuat. Budaya saling menolong, tegur sapa, dan kerja bersama merupakan ciri khas bangsa ini yang tidak boleh luntur oleh zaman. Justru, nilai-nilai tersebut harus terus dirawat dan diwariskan kepada generasi muda.
Satu hal yang sering dilupakan adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya bersumber dari harta dan materi, melainkan juga dari keberadaan orang-orang baik di sekitar kita. Memiliki tetangga yang ramah, teman yang tulus, atau keluarga yang mendukung adalah karunia besar yang tak ternilai. Keberadaan mereka menjadikan hidup lebih bermakna dan membuat kebahagiaan terasa lebih nyata.
Ibadah kurban dan haji mengajarkan bahwa hidup bukan hanya tentang diri kita sendiri, tapi juga tentang bagaimana kita memberi manfaat untuk orang lain. Kebaikan, keramahan, dan solidaritas yang ditanamkan dalam dua ibadah ini sejatinya adalah pondasi kebahagiaan sosial yang harus terus dipelihara.
Masyiral Muslimin rahimakumullah,
Kurban dan haji bukan hanya tentang menjalankan kewajiban agama, tetapi juga tentang membangun karakter sosial kita sebagai seorang Muslim. Melalui dua ibadah mulia ini, kita belajar bahwa kedekatan dengan Allah harus diwujudkan pula dalam kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً. اَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ ﷲ، اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ
إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا: اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ، يٰۤـاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيمًا
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz H Muhammad Faizin, Ketua PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
5
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
6
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
Terkini
Lihat Semua