Otto Hasibuan Disorot, MK Putuskan Larang Rangkap Jabatan Pimpinan Organisasi Advokat dan Pejabat Negara
NU Online · Jumat, 1 Agustus 2025 | 11:00 WIB

Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan. (Foto: Instagram pribadi Otto Hasibuan)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, khususnya Pasal 28 ayat (3), yang diajukan oleh Andri Darmawan melalui perkara Nomor 183/PUU-XXI/2024. Dalam amar putusannya, MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam pembacaan putusan menegaskan bahwa pasal tersebut tidak sejalan dengan prinsip negara hukum, khususnya dalam konteks rangkap jabatan antara profesi advokat dan jabatan pejabat negara.
Putusan tersebut pun menyoroti posisi Otto Hasibuan yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, sekaligus masih menjabat Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Menanggapi polemik ini, Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Lampung (Unila) Prof Rudy Lukman menyarankan agar Otto Hasibuan memilih salah satu jabatan demi menjunjung prinsip negara hukum.
“Ya sebaiknya beliau memang memilih salah satunya demi tegaknya prinsip negara hukum,” katanya saat dihubungi NU Online pada Jumat (1/8/2025).
Sementara itu, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Erfandi menekankan pentingnya semua pihak untuk menaati putusan MK tersebut.
“Dalam hukum dikenal dengan azas res judicata pro veritate habetur. Ini berarti bahwa putusan hakim, setelah memiliki kekuatan hukum tetap, dianggap benar dan harus ditaati oleh semua pihak," katanya di Jakarta.
Erfandi menambahkan bahwa putusan tersebut tidak bersifat personal atau individu, melainkan berlaku umum.
“Jadi saya mau mengomentari bukan personalnya tapi putusan itu berlaku secara umum dan berlakunya dikenalnya dengan viksi hukum, yaitu salah satu azas yang menyatakan bahwa sejak peraturan atau putusan itu dijatuhkan maka semua warga negara itu dianggap tahu," katanya.
Menurutnya, jika putusan MK sudah bersifat final dan mengikat, maka secara otomatis berlaku bagi semua pihak tanpa terkecuali.
“Artinya kalau sudah diputus oleh MK melalui putusan MK Nomor 183 Tahun 2024 itu, berlakulah azas itu bahwa memang tidak boleh rangkap jabatan," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa aturan tersebut tidak ditujukan hanya kepada satu individu, melainkan berlaku bagi seluruh advokat. Menurutnya, apabila seorang advokat telah diangkat menjadi pejabat negara, seperti menteri, komisioner KPK, atau jabatan lainnya, maka yang bersangkutan tidak boleh merangkap sebagai advokat dan harus menanggalkan status keadvokatannya terlebih dahulu.
"Sama kaya DPR, advokat kalo sudah jadi DPR ditaruh dulu advokatnya," tegasnya.
Sebelumnya, pemohon dalam uji materi ini juga menyinggung Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 yang dinilai tidak dipatuhi oleh Otto Hasibuan karena merangkap jabatan sebagai Wamen dan Ketum Peradi.
"Bahwa tindakan Prof Dr Otto Hasibuan, SH MM yang selalu membangkang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi juga dapat dilihat dari tindakannya yang tetap memimpin PERADI selama 3 periode," dikutip NU Online dari laman resmi MKRI.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
3
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
6
Tuntutan Tak Diakomodasi, Sopir Truk Pasang Bendera One Piece di Momen Agustusan Nanti
Terkini
Lihat Semua