Singgung Kenaikan Pajak Kripto, LPNU: Pemerintah Harusnya Dukung Perkembangan Ekonomi Digital
NU Online · Kamis, 7 Agustus 2025 | 20:00 WIB
Ayu Lestari
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pajak Kripto untuk tahun ini naik lagi. Walaupun demikian, pajak kripto dapat memberikan tambahan pendapatan bagi negara. Namun di balik itu semua, ada beberapa dampak negatif yang terjadi seperti hambatan inovasi, pertumbuhan industri, dan adopsi masyarakat akan jauh lebih signifikan.
Amrullah Hakim, Ketua Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) menyebut, tantangan ekonomi saat ini terlihat melambat dan mengalami tekanan dari luar.
"Indonesia seharusnya memprioritaskan kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi digital, bukan justru menghambatnya. Pajak kripto akan mendorong pelaku industri ke luar negeri, mempersulit administrasi pajak, dan mengurangi potensi kripto sebagai alat keuangan yang revolusioner," ucap Amrullah saat dihubungi, Kamis (7/8/2025).
Ia juga menjelaskan terkait hal ini pemerintah juga perlu mempertimbangkan alternatif. "Salah satunya seperti pajak yang lebih ringan atau bahkan insentif, untuk memastikan industri kripto dapat berkembang tanpa kehilangan daya saingnya di pasar global, seperti Portugal, Malaysia, Singapore, Uni Emirat Arab, Swiss, Jerman, dan Thailand. Begitu kiranya," pungkasnya.
Senada, Kholid Irfan selaku pengamat pajak mengaku, kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Kripto dari 0,1 persen menjadi 0,21 persen bukan tanpa alasan.
"Penyebab utamanya adalah perubahan status aset kripto di mata regulator fiskal," sahut Irfan.
Karena sebelumnya dalam PMK 68/2022, aset kripto dianggap sebagai komoditas. Karena itu, transaksinya dikenakan dua jenis pajak yakni PPN (Pajak Pertambahan Nilai) karena dianggap penyerahan barang kena pajak tidak berwujud, dan PPh Pasal 22 atas keuntungan.
"Sekarang PMK 50/2025 aset kripto kini dipersamakan dengan instrumen keuangan atau surat berharga. Konsekuensinya, penyerahan aset kripto tidak lagi dikenakan PPN. Sebagai gantinya, pemerintah menyesuaikan tarif PPh Pasal 22 final menjadi 0,21 persen untuk memberikan kepastian hukum dan mengoptimalkan penerimaan negara dari aktivitas ekonomi ini."
Secara singkat, Irfan menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPh adalah kompensasi dari penghapusan PPN, dengan tujuan menyederhanakan administrasi dan menyelaraskan perlakuan pajak kripto dengan instrumen keuangan lainnya.
Untuk tahun ini, pajak kripto naik hingga 0,21 persen. "Jika dilihat dari sisi penjual saja, tarif PPh memang melonjak signifikan. Tarif lama: 0,1 persen sedangkan Tarif barunya jadi 0,21 persen. Total kenaikannya 110 persen," tandas Irfan, sapaan akrabnya.
Untuk itu, ia mengatakan adanya pajak yang dikenakan pada saat terjadi transaksi penjualan atau pertukaran (swap). Ada pun macam-macam strategi yang bisa dipertimbangkan investor misalnya Holding Jangka Panjang (HODL).
"Strategi ini paling efektif untuk menunda kewajiban pajak. Selama Anda tidak menjual atau menukar aset kripto Anda, tidak ada peristiwa kena pajak (taxable event) yang terjadi. Pajak baru terutang saat Anda merealisasikan keuntungan," tuturnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Meyongsong HUT RI dengan Syukur dan Karya Nyata
2
Jadwal Puasa Sunnah Sepanjang Agustus 2025, Senin-Kamis dan Ayyamul Bidh
3
Khutbah Jumat: Rawatlah Ibumu, Anugerah Dunia Akhirat Merindukanmu
4
Upah Guru Ngaji menurut Tafsir Ayat, Hadits, dan Pandangan Ulama
5
Pakar Linguistik: One Piece Dianggap Representasi Keberanian, Kebebasan, dan Kebersamaan
6
IPK Tinggi, Mutu Runtuh: Darurat Inflasi Nilai Akademik
Terkini
Lihat Semua