Kala Pembela Agama Lebih Bahaya daripada Penghinanya
NU Online · Sabtu, 15 Oktober 2016 | 08:03 WIB
“Bahaya terhadap agama yang datang dari para pembelanya yang menggunakan cara-cara menyimpang lebih besar daripada bahaya yang datang dari para pencelanya yang memakai cara-cara yang benar.” [Abu Hâmid al-Ghazâlî, Tahâfutul Falâsifah]
Islam menekankan argumentasi nalar ketika para pemeluknya menjelaskan kebenaran agamanya. Karena itulah cara yang paling sehat dan benar. Kritik terhadap agama baik secara lisan ataupun tulisan ilmiah, misalnya, menurut Imam Al-Ghazali itu memiliki mudarat lebih kecil ketimbang orang-orang yang mengaku membela agama namun perilakunya di luar jalur agama. Al-Ghazali sendiri mengatakan hal tersebut dalam Tahafutul Falasifah, kitab yang berusaha membeberkan jawaban rasional (hujjah aqliyyah) atas sejumlah kerancuan pemikiran para filsuf Muslim kala itu.
Ia menyelaraskan kutipan tersebut dengan sebuah ungkapan ‘aduwwun âqilun khairun min shadîqin jâhilin, yang berarti musuh yang cerdik lebih baik ketimbang kawan yang bodoh. Dengan bahasa lain, penghina yang cerdas dan elegan lebih baik ketimbang pembela yang dungu dan emosional. Al-Ghazali menyebut yang terakhir ini lebih berbahaya ketimbang yang pertama karena menyangkut tak hanya citra agama tapi juga masa depan internal agama itu sendiri. Sang hujjatul islam ini seolah hendak mengatakan, bila engkau hendak menjadi pembela agama, lakukanlah sesuai jalur agamamu yang menjunjung tinggi akal sehat dan membawa rahmat untuk semua! Wallâhu a‘lam.
Terpopuler
1
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
2
Asyura, Tragedi Karbala, dan Sentimen Umayyah terhadap Ahlul Bait
3
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
4
Rais Aam PBNU: Para Ulama Tarekat di NU Ada di JATMAN
5
Gencatan Senjata Israel-Hamas
6
Gus Yahya: NU Berpegang dengan Dua Tradisi Tarekat dan Syariat
Terkini
Lihat Semua