Ramadhan

Kultum Ramadhan: Pentingnya Menjaga Hati di Akhir Ramadhan

Rab, 12 April 2023 | 03:00 WIB

Kultum Ramadhan: Pentingnya Menjaga Hati di Akhir Ramadhan

Ilustrasi: hati - cinta (freepik)hati - cinta (freepik).

Salah satu ilmu yang wajib untuk dipelajari dengan benar oleh semua umat Islam adalah ilmu tentang cara merawat hati. Sebab, sifat dan karakter seorang hamba merupakan menifestasi dari isi hatinya. Jika baik, maka semua perilaku kesehariannya akan baik, taat dalam beribadah, berkata jujur dan berperangai sopan santun kepada sesama, dan tidak mudah berburuk sangka kepada orang lain. Jika tidak baik, maka akan berpengaruh tidak baik pula pada gerak-gerik kesehariannya.
 

Karenanya, di akhir-akhir bulan Ramadhan ini, sudah saatnya bagi kita semua untuk segera memperbaiki hati yang kotor, dengan cara berbenah diri untuk bisa berubah menjadi hamba yang semakin taat dalam menunaikan segala kewajiban dan tanggungjawab, serta berperilaku baik kepada sesama. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah menyampaikan,
 

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
 

Artinya, “Ingatlah, sesungguhnya dalam jasad seseorang tardapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka baik pula seluruh jasadnya, namun apabila segumpal daging itu rusak maka rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati.” (HR Al-Bukhari).
 

Merujuk pada pendapat Imam An-Nawawi dalam salah satu karyanya, bahwa hadits ini menjadi penguat perihal pentingnya untuk memperbaiki hati, dan menjaganya dari hal-hal yang bisa merusak kesucian hati. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, [Daru Ihya At-Turats: 1392], juz XI, halaman 29).
 

Sementara itu, menurut Syekh Ibnu Ajibah dalam salah satu karyanya, ia mengatakan bahwa hati merupakan setir sedangkan anggota badan yang lain merupakan penumpangnya. Jika penyetir membawa pada jalan yang benar, maka semua anggota badannya akan terus memancarkan kebenaran. Sebaliknya, jika diarahkan pada kesalahan, maka selama itu pula akan terus mencerminkan kesalahan.
 

Jika dalam hati seseorang sudah tertanam sifat zuhud, maka akan terpancar dalam anggota badan yang lainnya sebagai peribadi yang selalu bersandar kepada Allah dan menerima setiap kejadian yang menimpanya. Ia akan lebih percaya pada apa yang menjadi ketentuan Allah daripada apa yang sedang ada dalam rencananya sendiri. (Ibnu Ajibah, Iqazhul Himam Syarhu Matnil Hikam, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], halaman 60).
 

Pentingnya menjaga hati juga disinggung oleh Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam salah satu karyanya, ia mengibaratkan hati sebagai seorang raja, sedangkan anggota badan merupakan tentaranya. Maka, keberadaan dan gerak-gerik seorang tentara akan patuh pada perintah rajanya. Jika raja baik, maka semua tentaranya akan baik, begitu juga sebaliknya:
 

اَلْقَلْبُ مَلِكُ الْأَعْضَاءِ وَهِيَ جُنُودُهُ وَتَابِعَةٌ لَهُ، فَإِذَا فَسَدَ الْمَلِكُ فَسَدَتْ الْجُنُودُ كُلُّهَا
 

Artinya, “Hati adalah raja anggota badan. Sedangkan anggota badan merupakan tentaranya yang selalu mengikutinya. Jika sang raja buruk, maka buruklah semua tentaranya.” (Ibnu Hajar, Az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kabair, [Beirut, Darul Fikr: 1987], juz I, halaman 199).
 

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menjaga hati merupakan salah satu hal penting dalam Islam, bahkan jika merujuk pada pendapat Imam Az-Zarnuji dalam karyanya, mempelajari gerak-gerik hati merupakan salah satu pelajaran yang wajib untuk diketahui semua umat Islam tanpa terkecuali, karena hanya dengan ilmu tersebut seseorang bisa mengontrol hatinya dengan kendali-kendali yang benar. (Imam Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’allim ‘ala Thariqatut Ta’aallum, [Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 14).
 

Secara garis besar, hal-hal pokok yang menjadi konsen dalam mempelajari gerak-gerik hati adalah cara agar hati selalu terarah pada hal-hal yang dibenarkan dan diridhai oleh Allah, dengan menanamkan sifat-sifat terpuji, seperti tawakal, rasa takut kepada-Nya, ridha pada semua ketentuan-Nya, menjauhi sifat-sifat yang tercela, seperti rakus, marah-marah, sombong, dengki, merasa hebat, ingin dipuji, dan lainnya.
 

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, semua gerakan badan kita semua dalam setiap harinya merupakan menifestasi dari isi hati kita sendiri. Artinya, jika kita semua berhasil dalam mendidik dan menjaga hati dari untuk terus menanamkan sifat-sifat terpuji dan menjauhi semua sifat-sifat tercela, maka kita semua akan memiliki karakter dan perangai yang mulia nan luhur, taat dalam menjalankan perintah, berkata jujur, berlaku baik kepada sesama.
 

Karenanya, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali berpesan kepada kita semua untuk sibuk dengan memperbaiki hati agar anggota badan menjadi baik juga, dan salah satu cara untuk memperbaiki hati adalah dengan membiasakan diri untuk terus mengawasi hati dalam setiap gerakannya. Dalam kitabnya disebutkan,
 

فَاشْتَغِلْ بِاِصْلَاحِهِ لِتَصْلُحُ بِهِ جَوَارِحُكَ، وَصَلاَحُهُ يَكُوْنُ بِمُلَازَمَةِ الْمُرَاقَبَةِ
 

Artinya, “Maka sibuklah kamu dengan memperbaiki hati agar anggota badannya juga baik, sedangkan memperbaiki hati bisa dilakukan dengan cara membiasakan untuk mengawasi (hatinya).” (Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [1993], halaman 17).
 

Semoga kita semua bisa semakin istiqamah dalam memperbaiki diri, khususnya di akhir bulan Ramadhan ini. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.