Nikah/Keluarga

Ketentuan Iddah bagi Perempuan yang Cerai sebelum Disetubuhi Suaminya

NU Online  ·  Rabu, 23 Juli 2025 | 14:00 WIB

Ketentuan Iddah bagi Perempuan yang Cerai sebelum Disetubuhi Suaminya

Ilustrasi cerai. (Foto: NU Online/Freepik)

Dinamika yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga seringkali membuat sebagian pasangan suami istri memilih jalan perpisahan. Perbedaan pemahaman, karakter, visi misi, dan sebagainya terkadang menjadi bom waktu yang bisa menghancurkan pernikahan dan berujung perceraian. Bahkan, tak jarang ada pasangan yang baru menikah dan belum sempat disetubuhi suaminya pun akhirnya bercerai.

 

Pertanyaannya, bagaimana ketentuan iddah bagi perempuan yang ditalak sebelum sempat digauli oleh suaminya?.Apakah pihak perempuan masih wajib melakukan masa tunggu iddah?

 

Dalam ajaran Islam, iddah memiliki makna masa tunggu yang wajib dijalani oleh pihak perempuan setelah ditalak suaminya. Di antara tujuan diberlakukannya aturan iddah adalah  untuk memastikan kosongnya rahim dari kandungan suami sebelumnya dengan perhitungan quru’, beberapa bulan, atau hingga melahirkan. Hal ini sesuai dengan penjelasan Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi berikut:

 

وشرعا ترَبُّص المرأة مدةً يعرف فيها براءة رحمها بأقراء أو أشهر أو وضع حمل

 

Artinya: “Secara terminologi, iddah merupakan masa penantian seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya dengan hitungan quru’, beberapa bulan, ataupun dengan melahirkan”. (Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm, 2005], hal 252).

 

Lebih lanjut, ketentuan iddah diatur dalam Islam dengan sedemikian rupa. Perempuan dalam masa tunggu iddah dibagi menjadi dua, yaitu [1] iddah karena ditinggal mati suaminya dan [2] iddah bukan karena ditinggal mati suaminya.

 

Dalam kasus seorang perempuan ditalak dan sebelumnya tak pernah berhubungan badan. Dalam Islam, ketentuan tersebut tidak mewajibkan pihak perempuan melakukan masa tunggu iddah sebab tidak ada kemungkinan rahimnya terdapat benih dari pihak suami. Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi berkata:

 

والمطلقة قبل الدخول بها لا عدة عليها) سواء باشرها الزوج فيما دون الفرج أم لا

 

Artinya: “Perempuan yang ditalak sebelum sempat berhubungan suami-istri tidak memiliki masa iddah, baik suaminya menyentuhnya pada selain farji atau tidak”. (Al-Ghazi, 254).

 

Lebih lanjut, alasan tidak adanya masa tunggu iddah bagi wanita ini adalah tidak adanya kemungkinan hamil pada pihak perempuan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ibrahim Al-Bajuri:

 

والمعني في عدم وجوب العدة عدم اشتغال رحمها بما يوجب استبراءه

 

Artinya: “Maknanya ialah perempuan yang ditalak suami sebelum sempat berhubungan suami-istri tidak memiliki kewajiban iddah sebab rahimnya tidak memiliki sesuatu yang mewajibkannya untuk menunggu kekosongannya”. (Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bayjuri ala Fathil Qarib, [Jakarta, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007], juz II, hal 334).

 

Ketentuan tidak adanya iddah bagi perempuan yang dicerai sebelum sempat berhubungan suami-istri berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 49:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنٰتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّوْنَهَاۚ فَمَتِّعُوْهُنَّ وَسَرِّحُوْهُنَّ سَرَاحًا جَمِيْلًا

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi  perempuan-perempuan mukminat, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya, tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Maka, berilah mereka mutah (pemberian) dan lepaskanlah mereka dengan cara yang sebaik-baiknya”. (Qs. Al-Ahzab: 49)

 

Berdasarkan ayat di atas, perempuan yang ditalak sebelum digauli oleh suaminya tidak memiliki masa tunggu iddah dan suami wajib memberikan mut’ah dan melepaskannya dengan cara yang baik. Syekh Muhammad Ali As-Shabuni dalam Tafsir Rawaiul Bayan menjelaskan:

 

 يا أيها الذين آمنوا إذا عقدتم عقد الزواج على المؤمنات وتزوجتموهن، ثم طلقتموهن من قبل أن تقربوهنّ فليس لكم عليهن حق في العدّة تستوفون عددها عليهنّ لأنكم طلقتموهن قبل المِساس وهذا لا يستلزم احتباس المرأة في البيت وجلوسها في العدّة من أجل صيانة نسبكم لأنكم لم تعاشروهن فليس هناك احتمال للحمل

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jika kalian telah membuat ikatan dan menikahi perempuan-perempuan mukminat, kemudian kalian menalaknya sebelum sempat mendekatinya (berhubungan suami-istri) maka tidak ada kewajiban bagi pihak perempuan untuk menunggu masa iddah yang ditunaikan sebab kalian menalaknya sebelum menyentuhnya. Ketentuan ini juga tidak mewajibkan pihak perempuan berdiam di dalam rumah dalam masa tunggu iddah untuk menjaga nasab kalian pihak laki-laki, sebab kalian tidak menggaulinya dan karena itu tidak ada kemungkinan bagi pihak perempuan untuk hamil.” (Muhammad Ali As-Shabuni, Rawaiul Bayan, [Beirut, Muassasah Manahil Al-Irfan, 1981 M], juz II hal 286)

 

Lebih lanjut, adapun kewajiban bagi pihak laki-laki yang menceraikan perempuan dan belum digaulinya ialah memberikan mut’ah yang bertujuan agar dapat menenangkan hati pihak perempuan.
 

 فالواجب عليكم أن تمتعوهن بدفع ما تطيب نفوسكم لهن. وتكرموهنّ بشيءٍ من المال أو الكسوة تطييباً لخاطرهن وتخفيفاً لشدة وقع الطلاق عليهن وأن تفارقوهنّ بالمعروف فلا تؤذوهن بقول أو عمل، ولا تحرموهن مما وجب لهن عليكم من حقوق. فإنّ ذلك من مقتضى إيمانكم وطاعتكم لله عز وجلّ

 

Artinya: “Maka kewajiban kalian sebagai pihak laki-laki ialah menyenangkan pihak perempuan (yang diceraikan) dengan memberikan sesuatu yang dapat menentramkan hatinya. Kalian dapat memuliakan mereka dengan memberikan mereka sebagian dari harta atau pakaian yang dapat menentramkan hati mereka dan meringankan berat hati mereka karena telah ditalak. Kalian juga wajib berpisah dengan mereka dengan cara yang baik, tidak diperkenankan menyakiti mereka baik dengan ucapan atau pun perbuatan. Jangan kalian halangi mereka dari hak yang wajib kalian tunaikan, karena semua itu merupakan ukuran keimanan dan ketaatan kalian kepada Allah Swt”. (As-Shabuni, hal 287).

 

Dengan demikian, perempuan yang ditalak suami tanpa sempat digauli tidak memiliki masa tunggu iddah sebab kekosongan rahim perempuan dikarenakan tidak ada kemungkinan ia hamil karena pihak suami. Wallahu a'lam.

 

Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek dan Mahad Aly Jakarta