Ramadhan

Kultum Ramadhan: Tips Memilih Rujukan Agama di Media Sosial

Sel, 28 Maret 2023 | 18:15 WIB

Kultum Ramadhan: Tips Memilih Rujukan Agama di Media Sosial

Orang-orang bermedia sosial (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Seiring antusias umat Islam dalam beribadah Ramadhan, sangat penting membekali diri dengan tips memilih rujukan agama di media sosial.


Bulan Ramadhan membawa berkah dan kebahagiaan yang sangat besar bagi umat manusia. Kebahagiaan dan keberkahan Ramadhan tampak dalam kesemangatan banyak orang dalam menjalankan ibadah puasa dan tarawih di sepanjang hari-hari Ramadhan. Di media sosial, antusias Ramadhan terlihat dengan berbagai postingan agamis dari netizen jagat maya, bahkan dari akun-akun yang sebenarnya dikenal tidak begitu akrab dengan agama di luar bulan Ramadhan.


Karenanya, kesemangatan mendekatkan diri pada agama Islam dalam bulan Ramadhan sudah semestinya dilengkapi dengan tips memilih rujukan agama di media sosial. 


Tips pertama, melihat rekam jejak keilmuan. Maksudnya melihat rekam jejak keilmuan Islam dari pemilik akun yang akan dijadikan referensi atau rujukan dalam masalah agama. 


Sebagaimana dalam dunia kedokteran, pengembangan infrastruktur, dunia bisnis dan semisalnya, orang berakal sehat pasti merujuk kepada orang yang ahli di bidangnya. Ketika orang sakit, maka merujuk pada dokter yang membidangi penyakit yang dideritanya. Saat hendak mengembangkan infrastruktur di suatu kawasan, maka dibutuhkan ahli-ahli terkait yang akan mengeksekusinya. Bila orang ingin berkembang di dunia bisnis, maka perlu belajar dan bertanya kepada para ahli dan senior di bidang bisnis yang akan dikembangkan. Bagaimana perencanaannya, sejauh mana targetnya, dan apa tantangan-tantangannya. 


Bisa dibayangkan, andaikan orang sakit berobat kepada sembarang orang; andaikan pengembangan infrastruktur di suatu kawasan diserahkan kepada bukan orang yang bukan ahlinya; dan andaikan orang mau berkembang di dunia bisnis tapi enggan belajar kepada para ahli dan senior dalam bisnis yang akan dikembangkan, apa yang terjadi? 


Kematian jiwa, proyek mangkrak, dan kegagalan demi kegagalan akan terjadi.


Begitu pula dalam bidang agama, sudah semestinya yang dijadikan rujukan adalah orang yang mempunyai rekam jejak keilmuan agama Islam secara jelas. Jelas-jelas orang yang berilmu, pernah belajar agama secara lebih daripada umumnya orang, guru-gurunya juga jelas merupakan ulama-ulama yang mengabdikan hidupnya dalam memperjuangkan dan mengembangkan Islam. Karena yang harus dirujuk dalam masalah agama adalah para ulama, sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam Al-Qur'an: 


فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ  النحل: ٤٣


Artinya, "Maka bertanyalah kepada para ulama ahli zikir jika kalian tidak mengetahui permasalahan agama." (QS An-Nahl: 43).


Jadi, rekam jejak keilmuan Islam menjadi barometer pertama untuk mengukur apakah seseorang di media sosial layak dijadikan rujukan dalam urusan agama atau tidak? 


Sebab, bila tidak memperhatikan rekam jejak keilmuan Islam dari orang yang dijadikan rujukan, tapi justru mengambil rujukan secara random atau sembarangan di media sosial, maka sangat rawan tersesat dalam urusan agama.


Kedua, melihat rekam jejak akhlak dan perilakunya. Maksudnya, meskipun sekilas kelihatan berilmu, orang yang hendak dijadikan rujukan agama di media sosial juga perlu di-track rekam jejak akhlak dan perilakunya.


Sudah sering kita simak di media sosial, sosok oknum yang sudah terlanjur dianggap sebagai Ustad karena sering ceramah dimana-mana dan punya ribuan followers atau fans, tapi perilakunya tidak merepresentasikan sebagai orang yang berakhlak. Suka menebar ujaran kebencian atau hate speech, melakukan agitasi atau hasutan kepada banyak orang untuk membuat keonaran, dan bahkan keluar masuk penjara karena melakukan tindak kejahatan. 


Tentu, oknum seperti ini semestinya tidak pantas dijadikan rujukan dalam urusan agama. Sebab bagaimanapun, inti ajaran agama Islam adalah justru pada akhlak yang diajarkannya. 


Dalam hal ini kita sering mendengar sabda Nabi Muhammad saw yang sangat populer:


إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخَلاقِ 


Artinya: “Sungguh aku diutus menjadi Rasul untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR Al-Baihaqi).


Demikian pula saat diminta mendoakan buruk kepada orang-orang yang belum beriman Rasulullah saw pun enggan. Dalam hal ini diriwayatkan:


عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ قالَ: قِيلَ: يا رَسُولَ اللَّهِ ادْعُ عَلى المُشْرِكِينَ. قالَ: إنِّي لَمْ أُبْعَثْ لَعّانًا، وإنَّما بُعِثْتُ رَحْمَةً


Artinya, "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: "Suatu kali ditanyakan kepada Rasulullah saw: "Wahai Rasulullah, doakanlah keburukan menimpa orang-orang musyrik." Rasulullah saw justru menjawab: "Sungguh aku tidak diutus dalam kondisi sebagai tukang laknat, tapi aku diutus sebagai rahmat atau kasih sayang Tuhan terhadap para hamba-Nya." (HR Muslim).


Dalam bahasa Al-Qur'an disebutkan: 


وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَـٰكَ إِلَّا رَحۡمَةࣰ لِّلۡعَـٰلَمِینَ


Artinya, "Dan tidaklah aku diutus kecuali sebagai rahmat kasih sayang Allah bagi seluruh alam." (QS Al-Anbiya': 107).


Nah,minimal tips memilih rujukan agama di media sosial ini menjadi filter pertama bagi kita dalam menyaring, memilih, dan memilih informasi agama yang melimpah ruah di media sosial. Sehingga kita tidak terjebak dalam kesalahan pilihan sehingga membawa kerugian yang sangat besar dalam masalah agama bagi kita sendiri.


Tentu di luar itu, berguru secara offline dengan sosok-sosok ulama teladan tidak bisa dikesampingkan, demi mendapatkan ajaran dan teladan agama Islam yang sebenar-benarnya. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda