Syariah

Sering Menguap Saat Shalat? Begini Etika dan Hukumnya

Sab, 4 Februari 2023 | 08:00 WIB

Sering Menguap Saat Shalat? Begini Etika dan Hukumnya

Ilustrasi: Shalat - rukuk - ibadah (freepik).

Shalat pada dasarnya harus dilakukan dengan penuh khusyuk dan khidmat. Meski begitu, tak jarang pada kondisi tertentu tatkala melaksanakan shalat subuh kita sangat merasa ngantuk. Entah karena sebab lelah bekerja seharian maupun kurang beristirahat, sehingga tubuh kita memberikan respon dengan mengangakan mulut bersamaan dengan mengeluarkan nafas akibat rasa kantuk tersebut. 
 

Lantas timbul pertanyaan bagi kalangan muslim, apa hukum menguap saat shalat? Dan apa sikap yang harus dilakukan seketika itu?
 

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
 

التَّثَاؤُبُ مِنَ الشَّيْطَانِ، فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ

 

Artinya: “Menguap itu gangguan dari setan, maka apabila salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia berusaha menahannya sebisa mungkin.” (HR Muslim). 
 

Pakar hadis ternama Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari menerangkan maksud hadits tersebut:
 

وَوَقَعَ فِي الرِّوَايَةِ الْأُخْرَى تَقْيِيدُهُ بِحَالَةِ الصَّلَاةِ فَيَحْتَمِلُ أَنْ يُحْمَلَ الْمُطْلَقُ عَلَى الْمُقَيَّدِ وَلِلشَّيْطَانِ غَرَضٌ قَوِيٌّ فِي التَّشْوِيشِ عَلَى الْمُصَلِّي فِي صَلَاتِهِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ تَكُونَ كَرَاهَتُهُ فِي الصَّلَاةِ أَشَدَّ وَلَا يَلْزَمُ مِنْ ذَلِكَ أَنْ لَا يُكْرَهُ فِي غَيْرِ حَالَةِ الصَّلَاةِ
 

Artinya: “Dalam riwayat yang lain hadits ini diqayidi (diberikan catatan) saat melaksanakan shalat, sehingga mungkin saja lafal yang mutlak diarahkan pada lafal yang diqayidi. Sebab setan memiliki keinginan yang kuat untuk mengganggu orang yang tengah melakukan shalat, dan mungkin juga kemakruhan menguap dalam shalat itu lebih dimakruhkan. Hal ini tidak menetapkan ketidakmakruhan menguap pada selain waktu shalat.” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah], juz X, halaman 612). 
 

Menurut perspektif fiqih, menguap saat shalat hukumnya adalah makruh, serta disunahkan untuk menutup mulut dengan menggunakan tangan. Pernyataan ini selaras dengan apa yang diutarakan oleh Syekh Abdul Hamid Asy-Syirwani (wafat 1301 H):

 

وَيُكْرَهُ التَّثَاؤُبُ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ (إِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ، وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَالَ هَا هَا ضَحِكَ الشَّيْطَانُ مِنْهُ) وَلَا تَخْتَصُّ اْلكَرَاهَةُ بِالصَّلَاةِ بَلْ خَارِجِهَا كَذَلِكَ

 

Artinya: “Dimakruhkan menguap, sebab terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yaitu: “Jika salah satu di antara kalian menguap dan ia dalam kondisi shalat, maka tolaklah semampunya, karena sesungguhnya jika salah satu di antara kalian berkata haa haa, maka setan akan tertawa.” Kemakruhan ini tidak hanya terkhusus saat dalam kondisi shalat saja, melainkan juga berlaku di luar shalat.” (Abdul Hamid Asy-Syirwani, Hawasyi Asy-Syirwani ’ala Tuhfatil Muhtaj bi Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah], juz II, halaman 417). 
 

Kemudian teknis menutup mulut saat menguap yang lebih baik dilakukan dengan tangan, apakah dengan tangan kanan atau kiri?
 

Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama sebagaimana disampaikan oleh pakar fikih asal Hadramaut Yaman, Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyan (wafat 1270 H):
 

(يُكْرَهُ) لِكُلِّ مُصَلٍّ (الْاِلْتِفَاتُ) فِيْهَا (بِوَجْهِهِ)... (وَوَضْعُ يَدِهِ عَلَى فَمِهِ بِلَا حَاجَةٍ) لِلنَّهْيِ الصَّحِيْحِ عَنْهُ، وَلِمُنَافَاتِهِ لِهَيْئَةِ الْخُشُوْعِ. أمَّا لِحَاجَةٍ .. فَيُسَنُّ كَمَا لِلتَّثَاؤُبِ؛ لِخَبَرٍ صَحِيْحٍ فِيْهِ. وَهَلْ يَضَعُ الْيُمْنَى أَوِ الْيُسْرَى؟ قَالَ (م ر): الْيُسْرَى، وَ (حج): يَتَخَيَّرُ، وَالسُّنَّةُ تَحْصُلُ بِكُلٍّ سَوَاءٌ ظَهْرُ الْكَفِّ أَوْ بَطْنُهَا
 

Artinya: “Disunahkan menutup mulut dengan menggunakan tangan apabila ada hajat (kebutuhan), seperti saat menguap, karena terdapat hadits shahih yang menjelaskannya. Lantas, apakah menutupi mulut tersebut dengan menggunakan tangan kanan atau kiri? Imam Ar-Ramli mengatakan menggunakan tangan kiri; sedangkan Imam Ibnu Hajar mengatakan boleh menggunakan tangan kiri atau kanan dan kesunahan bisa hasil dengan salah satu tangan kiri atau kanan, baik menggunakan telapak bagian luar atau dalam.” (Sa’id bin Muhammad Ba’isyan, Busyral Karim bi Syarhi Masailit Ta’lim, [Jeddah, Darul Minhaj], halaman 281). 

 

Dari berbagai keterangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum menguap saat melaksanakan shalat menurut tinjauan fiqih adalah makruh, sesuai hadits riwayat Imam Muslim di atas. Kemudian anjuran yang harus dilakukan saat menguap saat shalat ialah sunah untuk menutup mulutnya dengan tangan. 
 

Adapun mengenai tangan mana yang digunakan untuk menutup mulut saat menguap dalam shalat maupun diluar shalat, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama.
 

Menurut Imam Ar-Ramli tangan kirinya, sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar tidak ada teknis khusus dalam menutup mulut saat menguap, sehingga tetap disunahkan baik menggunakan tangan kiri maupun tangan kanan, baik menggunakan telapak tangan bagian luar ataupun dalam. Wallahu a’lam bis shawab.



 

Ustadz A Zaeini Misbaahuddin Asyuari, Alumnui Ma'had Aly Lirboyo Kediri dan pegiat literasi pesantren.