Sirah Nabawiyah

Sudah Diwanti-Wanti oleh Nabi, Ini Dosa Korupsi dalam Islam

Rab, 14 September 2022 | 20:00 WIB

Sudah Diwanti-Wanti oleh Nabi, Ini Dosa Korupsi dalam Islam

Ilustrasi lembaga negara untuk mencegah korupsi di Indonesia, KPK.

Kasus korupsi terus bekelindan di negeri ini. Pelakunya biasanya dari kalangan pejabat tidak amanah yang memanfaatkan kekuasaannya untuk memperoleh keuntungan pribadi atau orang lain. Di Indonesia sendiri, tindak pidana perbuatan yang sangat merugikan negara ini secara tegas sudah disebutkan dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

 

Pada zaman Nabi Muhammad saw, sudah ditemukan sejumlah kasus korupsi dalam beberapa bentuknya. Nabi saw kemudian mewanti-wanti kepada para umatnya agar perbuatan tercela ini dihindari betul-betul. Salah satunya adalah saat beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman untuk membina masyarakat setempat mengenai zakat. Sebelum berangkat, Rasul sempat berpesan kepada Mu’adz agar tidak korupsi sesampainya di sana. 

 

Nabi saw kemudian mengingatkan Mu’adz bahwa orang yang melakukan tindakan korupsi kelak akan memperoleh balasan dosanya di hari kiamat. Peristiwa ini direkam oleh hadits riwayat Imam At-Tirmizi berikut. Diriwayatkan: 

 

عن معاذ بن جبل قال بعثني رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى اليمن فلما سرت أرسل في أثري فرددت فقال أتدري لم بعثت إليك لا تصيبن شيئا بغير إذني فإنه غلول ومن يغلل يأت بما غل يوم القيامة لهذا دعوتك فامض لعملك 

 

Artinya, “Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata, ‘Rasulullah saw mengutus saya ke Yaman. Ketika saya baru berangkat, beliau memerintahkan seseorang untuk memanggil saya kembali. Maka saya pun kembali dan beliau berkata,  ‘Apakah engkau tahu aku mengirimmu orang untuk kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul (korupsi). Dan barangsiapa berlaku ghulul, maka ia akan membawa barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat. Untuk itulah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah untuk tugasmu.’” (HR At-Tirmidzi) 

 

Ayat yang Nabi kutip pada hadits di atas adalah firman Allah ta’ala surat Ali Imran ayat 161 sebagai berikut: 

 

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ 

 

Artinya, “Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak didzalimi.” (QS. Ali Imran: 161).

 

Imam ath-Thibi mengatakan, maksud ‘barang yang digelapkan atau dikorupsi itu pada hari kiamat’ pada ayat di atas adalah, kelak dosa koruptor diwujudkan dalam bentuk seekor unta yang menjerat leherhnya. Hal ini mengacu pada hadits Nabi riwayat Imam Ahmad berikut. Diriwayatkan: 

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَذَكَرَ الْغُلُولَ فَعَظَّمَهُ وَعَظَّمَ أَمْرَهُ ثُمَّ قَالَ لَا أُلْفِيَنَّ يَجِيءُ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رَقَبَتِهِ بَعِيرٌ لَهُ رُغَاءٌ فَيَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَغِثْنِي فَأَقُولُ لَا أَمْلِكُ لَكَ شَيْئًا 

 

Arinta, “Dari Abu Hurairah, dia berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah saw berada di tengah tengah kami, lalu beliau menyebut-nyebut tentang ghulul dan menganggap hal itu bukan perkara enteng, kemudian Rasul bersabda, ‘Aku belum pernah mendapatkan seorang dari kalian pada hari kiamat yang pada lehernya terdapat seekor unta yang bersuara.’” (HR Muslim). (Al-Mula Ali al-Qari, Mirqatul Mafatih, juz VI, halaman 2435). 

 

Berkaitan dengan sebab turunnya ayat di atas terjadi perbedaan pendapat, meski konteksnya sama yaitu berkaitan dengan kasus korupsi (ghulul). Sebagian riwayat menjelaskan, sebab turun ayat ini adalah kecurigaan sebagai kelompok terhadap Nabi atas pembagian harta perang. Dikisahkan, pada satu peperangan (tidak disebutkan nama perangnya) Nabi membagi harta rampasan. Agar tertib, ada sebagian yang Nabi saw akhirkan jatahnya. 

 

Kamudian sekelompok orang tida-tiba mendatangi Nabi dan menyuarakan protes, “Apakah kami tidak mendapat jatah?!” Nabi kemudian menjawab, “Andaikan hak kalian senilai gunung emas, niscaya aku tidak akan menyembunyikannya satu dirham pun. Apakah kalian kira saya melakukan korupsi atas ghanimah?” 

 

Riwayat lain mengatakan, ayat di atas turun pada tahun 2 H di momen Perang Badar. Dikisahkan, usai perang para sahabat kehilangan sebuah rampasan perang (ghanimah) berupa beludru merah. Kemudian, sebagian orang menaruh curiga terhadap Rasulullah saw. “Jangan-jangan Rasulullah yang mengambilnya,” kata orang tersebut. 

 

Sebagian riwayat mengatakan, ayat di atas turun pada tahun 625 M bertepatan dengan momen Perang Uhud. Dikisahkan, saat itu Nabi kecewa dengan pasukan pemanah yang tidak mematuhi instruksi beliau karena tergiur harta rampasan perang sehingga mereka melalaikan tugasnya. Hal ini yang kemudian menjadi celah bagi musuh untuk melakukan serangan telak. Akibat hal itu, Nabi berkata kepada mereka, “Apakah kalian kira saya akan berbuat korupsi atas harta rampasan ini?” (Ar-Razi, Tafsirul Kabir, juz IX, halaman 71) 

 

Hemat penulis, beragamnya riwayat tentang sebab turunnya Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 161 di atas menunjukkan bahwa kasus korupsi sudah banyak terjadi di zaman Nabi saw dalam beragam bentuknya. Sebab itu, beliau mewanti-wanti sahabatnya agar mewaspadai perbuatan dosa ini. Wallahu a’lam. 

 

Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta