Syariah

Asuransi dan Jaminan Sosial dalam Fiqih Islam

NU Online  ·  Kamis, 4 Juli 2024 | 11:00 WIB

Asuransi dan Jaminan Sosial dalam Fiqih Islam

Asuransi dalam kajian fiqih Islam (NU Online).

Dalam komunitas masyarakat, aspek saling memberikan rasa aman dan tolong-menolong harus senantiasa diprioritaskan sebagai bentuk rasa kepedulian dan persaudaraan antara satu sama lain. Untuk merealisasikan hal itu dikenallah istilah asuransi/takaful/ta’min.
 

Asuransi merupakan kesepakatan bersama antara masyarakat untuk saling menjamin dan menanggung dengan cara mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk membantu seseorang yang kesusahan dan tertimpa musibah. (Nurul Ichsan, Asuransi Syariah; Teori, Konsep, Sistem Operasional dan Praktik, [Depok: Rajawali Pers, 2020 M], halaman 1).
 

Sebenarnya, konsep tentang jaminan sosial dan perlindungan dalam masyarakat telah ada dalam ajaran Islam. Konsep tersebut adalah sebagai berikut:
 

1. Al-Aqilah

Sistem ini  diperkenalkan oleh Nabi saw setelah hijrah dari Makkah ke Madinah. Sistem ini berasaskan pada konsep ta’awun (saling bekerjasama) dan muwasah (berbela sungkawa) . Dimana aqilah (keluarga pelaku) menjamin dan menanggung diyat (tanggungan) seorang jani (pelaku tindak pidana) atas permasalahan masyarakat yang disebabkan oleh pembunuhan atau pencideraan yang tidak disengaja oleh satu pihak atas pihak yang lain.
 

وأمرت العاقلة بتحمل الدية من باب الإعانة والمواساة له من غير أن يلزمهم ذنب جنايته، كما أوجب الله تعالى في أموال الأغنياء حقوقا للفقراء على وجه المواساة
 

Artinya: “Diperintahkannya aqilah untuk menanggung diyat merupakan bentuk pertolongan dan berbela sungkawa terhadap jani, sepertihalnya Allah swt mewajibkan hak untuk orang fakir yang dibebankan kepada orang kaya sebagai bentuk  muwasah”. (Usamah Yasin, Al-Aqilah wa Tathbiqatuhal Muashirah fil Fiqhil Islami, [Gaza, Islamic University of Gaza: 2010 M], halaman 21).
 

Dahulu, cara pelaksanaan sistem aqilah ini adalah setiap anggota masyarakat setuju untuk mengadakan suatu tabungan keuangan bersama yang dikenal dengan al-kanz sebagai pungutan tahunan dari kaum Muhajirin dan Anshar dengan tujuan memberikan pertolongan kepada anggota masyarakat yang terlibat dengan kasus pembunuhan tidak sengaja dan untuk menebus tawanan perang. (Nurul Ichsan, 6).

 

2. Al-Qasamah

Sistem ini digunakan untuk menyelesaikan permasalahan pembunuhan yang tidak diketahui pembunuhnya. Untuk lebih jelasnya mari kita cermati perkataan ulama berikut ini: 
 

أن القسامة هي الأيمان المكررة في دعوى القتل فيقسم أصحاب المحلة التي وجد فيها القتيل خمسين يمينا بالله أنهم ما قتلوا ولا علموا له قاتلا، وبذلك يحفظون دمائهم من السفك وتلزمهم دية القتيل لوجوده في أرضهم ولأنه لا يهدر دم في الإسلام
 

Artinya, "Al-Qasamah adalah sumpah yang berulang atas tuduhan pembunuhan, dimana ketika suatu tempat ditemukan seorang korban, maka penduduk tempat tersebut harus bersumpah sebanyak 50 kali bahwa mereka tidak membunuh dan tidak tau pembunuhnya, sehingga dengan sebab itu nyawa mereka pun bisa terjaga dari qishas, meski mereka tetap dibebankan untuk membayar diyatnya karena korban tersebut ditemukan di tempat mereka dan karena darah dalam ajaran islam tidak akan pernah mengalir dengan sia-sia." (Abdul Fatah Muhammad Fayid, Al-Qasamatu fil -Fiqhil Islami Dirasah Muqaranah, [Kairo, Majalah Ilmiyah Muhakamah: 1999 M], vol. 19, N0. 19. halaman 327).
 

Dari sini bisa kita liat bahwa terdapat proses penanggungan serta penjaminan diyat oleh penduduk tempat tersebut, meskipun tidak ditemukan pelakunya. 

 

3. Al-Muwalah

Sistem Al-Muwalah ini didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut:
 

عقد الموالاة هو أن يقول شخص مجهول النسب لآخر: أنت ولي تعقل عني إذا جنيت وترثني إذا أنا مت
 

Artinya, "Akad al-muwalah adalah satu akad yang mana seseorang yang tidak diketahui nasabnya berkata kepada orang lain, “Kamu menjadi waliku ketika aku melakukan tindak pidana dan kamu menjadi ahli warisku ketika aku mati”. (Mushtafa Ahmad Az-Zarqa, Aqdut Ta’min (As-Saukarah) wa Mauqifus Syari'ah Al-Islamiyah Minhu, [Damaskus, Mathbaah Jamiah Dimasq: 1926 M], halaman 23).
 

Dari definisi ini bisa dipahami bahwa akad al-muwalah itu mengikat antara satu pihak dan pihak lain, yang mana pihak kedua harus menanggung diyat dan atau menjadi ahli waris ketika pihak pertama melakukan tindak pidana dan atau meninggal dunia.
 

Selain itu, dari akad Al-Muwalah juga mucul ikatan syariat yang dinamakan dengan Wala-ul Muwalah, yaitu sebuah pola yang menyerupai asuransi yang populer hari ini atau dalam bahasa prancis disebut dengan asurance de responsabilite. (Az-Zarqa, 24).
 

4. Kafalah atau Dhaman

Ialah jaminan dari individu terhadap individu lain yang mana dalam hal ini, pihak pertama menawarkan jasa untuk bertanggungjawab dalam memberi perlindungan terhadap pihak kedua atas sesuatu perkara yang disetujui bersama. Kontrak ini dikenal dengan bahasa lain seperti yang disebutkan oleh Ibnur Rusyd:
 

ولها أسماء: كفالة، وحمالة، وضمانة، وزعامة
 

Artinya, "Akad ini memiliki beberapa nama, yaitu kafalah, hamalah, dhamanah, dan za’amah. (Ibnur Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, [Kairo, Darul Hadis: 2004 M], juz IV, halaman 79).
 

Ini adalah beberapa sistem atau konsep dalam fiqih Islam yang memiliki kesamaan dengan asuransi dalam segi adanya jaminan dan tanggungan sosial. Wallahu a'lam.
 


Ustadzah Mutiara Intan, Mahasantri Darus-Sunnah International Institute for Hadith Science & Mahasiswi Akuntansi UIN Jakarta