Dalil Akad Hibah dalam Islam: Keutamaan, Dasar Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma Ulama
Selasa, 11 Maret 2025 | 07:00 WIB
Sunnatullah
Kolomnis
Dalam Islam ada banyak bentuk kebaikan yang dianjurkan untuk kita lakukan, salah satunya adalah hibah. Hibah merupakan pemberian sesuatu kepada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apa-apa atau nonkomersial.
Karena itu, hibah dalam istilah syariat didefinisikan sebagai suatu akad yang menetapkan perpindahan kepemilikan suatu benda kepada orang lain secara cuma-cuma, tanpa imbalan, dan dilakukan secara sukarela ketika pemberi hibah masih hidup. (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Damaskus, Darul Fikr: t.t], jilid V, halaman 621).
Meski dalam praktiknya adalah perpindahan kepemilikan, namun hibah memiliki perbedaan dengan jual beli yang melibatkan pertukaran barang, begitu juga berbeda dengan wakaf yang bendanya harus bersifat permanen. Hibah memberikan kepemilikan penuh kepada penerima sehingga ia bebas menggunakannya sesuai keperluan dan keinginannya. Hibah bisa berupa uang, tanah, rumah, atau barang-barang lainnya.
Akad hibah berbeda dengan jual beli yang melibatkan pertukaran barang, atau wakaf yang harus bersifat permanen, hibah memberikan kepemilikan penuh kepada penerima sehingga ia bebas menggunakannya sesuai keperluan dan keinginannya. Dalam praktiknya, hibah bisa berupa uang, tanah, rumah, atau barang-barang lainnya.
Sejarah mencatat bahwa hibah telah dipraktikkan sejak masa Rasulullah. Banyak sahabat yang memberikan sesuatu kepada saudara dan tetangganya secara sukarela dan tanpa mengharap imbalan apa-apa. Praktik ini terus berlanjut hingga saat ini dan terus terealisasi dalam kehidupan sehari-hari, bahkan di tempat tongkrongan kopi sekalipun, kita tidak jarang melihat seseorang memberi kepada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan apa-apa.
Perbuatan semacam ini hukumnya sunah dan sangat dianjurkan dalam Islam. Sebab itu, hibah memiliki landasan dan dalil yang sangat kuat dalam Islam, tidak hanya dalam Al-Qur’an saja, namun juga dalam hadits Nabi Muhammad dan konsensus para ulama (ijma’).
Syekh Dr Musthafa Al-Bugha, dkk mengatakan:
الْهِبَّةُ مُسْتَحَبَّةٌ وَمَنْدُوْبٌ إِلَيْهَا، دَلَّ عَلىَ ذَلِكَ: الْكِتَابُ، وَالسُّنَّةُ، وَالْإِجْمَاعُ
Artinya, “Hibah hukumnya disunnahkan dan dianjurkan. Hal ini berdasarkan pada dalil dari Al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad, dan ijma’ ulama.” (Al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], jilid VI, halaman 117).
1. Al-Qur’an
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, akad hibah memiliki dasar dan landasan yang kuat dalam Islam, salah satunya adalah dalam Al-Qur’an. Setidaknya ada dua ayat yang menjadi dalil disyariatkannya akad hibah menurut Syekh Musthafa Al-Bugha, dkk, salah satunya adalah sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah:
لَيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّآئِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ
Artinya, “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, melainkan kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab suci, dan nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya.” (QS Al-Baqarah: 177).
Ayat ini menegaskan bahwa kebajikan tidak hanya berbentuk ibadah lahiriah semata saja, seperti menghadap ke arah tertentu ketika mengerjakan shalat, namun juga terletak pada perbuatan baik dan memiliki jiwa sosial yang tinggi kepada sesama.
Sebab itu, di akhir ayat ini ditegaskan bahwa bagian dari bentuk kebajikan itu adalah menumbuhkan kepedulian sosial, di mana seseorang yang beriman akan menyisihkan hartanya untuk membantu mereka yang membutuhkan, baik kerabat, anak yatim, orang miskin, dan yang lain.
Namun demikian, menurut Syekh Musthafa Al-Bugha, dkk, dalam konteks memberi secara umum, terdapat perbedaan antara sedekah dan hibah. Menurutnya, pemberian kepada mereka yang membutuhkan disebut sebagai sedekah, sementara pemberian kepada mereka yang tidak dalam keadaan membutuhkan disebut sebagai hibah. (Al-Bugha dkk, VI/117).
Adapun menurut Imam Abul Hasan Al-Mawardi (wafat 450 H), maksud frasa “memberikan harta yang dicintainya” pada ayat 177 surat Al-Baqarah di atas adalah hibah dan sedekah. (Al-Hawil Kabir, [Beirut, Darul Fikr: t.t], jilid VII, halaman 133).
Sedangkan ayat kedua yang menjadi dalil legalitas akad hibah adalah firman Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah, yaitu:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الأِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
Artinya, “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS Al-Maidah: 2).
2. Hadits
Akad hibah memiliki dasar dan dalil yang kuat dalam Islam dan tidak hanya dari Al-Qur’an saja, namun juga dari hadits. Setidaknya terdapat beberapa hadits yang menjadi dalil legalitas akad yang satu ini, di antaranya adalah sebagaimana disebutkan dalam riwayat Imam Al-Bukhari, Rasulullah saw bersabda:
كَانَ لِرَسُولِ اللهِ جِيرَانٌ مِنَ الأَنْصَارِ كَانَتْ لَهُمْ مَنَائِحُ، وَكَانُوا يَمْنَحُونَ رَسُولَ اللهِ مِنْ أَلْبَانِهِمْ فَيَسْقِينَا
Artinya, “Rasulullah memiliki tetangga dari kalangan Anshar. Mereka memiliki unta yang menghasilkan susu, dan mereka memberikan sebagian dari susu itu kepada Rasulullah, kemudian meminumkannya kepada kami.”
Merujuk penjelasan Syekh Musthafa Al-Bugha, dkk, lafal مَنَائِحُ pada hadits di atas merupakan bentuk jamak dari منيحة, yang memiliki makna pemberian ('athiyah). Hanya saja, yang dimaksud dalam konteks ini adalah unta atau kambing yang dapat diperah susunya. Sedangkan lafal يَمْنَحُونَ berarti mereka memberikan ternak tersebut kepada Rasulullah sebagai hibah atau pemberian. (Al-Bugha, dkk, VII/134).
Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda:
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
Artinya, “Wahai para wanita muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan pemberian kepada tetangganya, walaupun hanya berupa kaki kambing.” (HR Al-Bukhari).
Maksudnya, tidak boleh bagi seorang wanita untuk menganggap remeh apapun yang diberikan tetangganya, sehingga ia tidak mau menerimanya, sekalipun barang yang diberikan berupa kaki kambing. Atau, bisa juga bermakna bahwa seseorang tidak boleh meremehkan pemberian kecil sehingga ia tidak mau memberi kepada tetangganya. Sebab, perbuatan semacam itu dapat menjadi penarik untuk menumbuhkan rasa cinta dan keharmonisan antar sesama.
3. Ijma Ulama
Merujuk penjelasan Syekh Muhammad Khatib As-Syirbini (wafat 977 H), akad hibah dengan segala bentuknya telah disepakati para ulama fiqih perihal anjurannya, kecuali terdapat alasan-alasan yang dapat mengubah hukumnya, misal hibah yang diberikan kepada orang yang akan digunakan untuk melakukan kemaksiatan:
وَانْعَقَدَ الْإِجْمَاعُ عَلَى اسْتِحْبَابِ الْهِبَةِ بِجَمِيعِ أَنْوَاعِهَا وَقَدْ يَعْرِضُ لَهَا أَسْبَابٌ تُخْرِجُهَا عَنْ ذَلِكَ مِنْهَا الْهِبَةُ لِأَرْبَابِ الْوِلَايَاتِ، وَمِنْهَا مَا لَوْ كَانَ الْمُتَّهَبُ يَسْتَعِينُ بِذَلِكَ عَلَى مَعْصِيَةٍ
Artinya, “Ijma‘ telah sepakat perihal anjuran hibah dengan segala bentuknya. Namun, terkadang terdapat beberapa faktor yang dapat mengubah hukum tersebut, di antaranya adalah hibah yang diberikan kepada para pemegang kekuasaan, dan hibah yang jika diterima oleh seseorang dapat membantunya dalam berbuat maksiat.” (Al-Iqna’, [Beirut, Darul Fikr: t.t], jilid II, halaman 365).
Demikian penjelasan tentang legalitas akad hibah dalam Islam, mulai dari Al-Qur’an, hadits, hingga kesepakatan para ulama fiqih. Dapat disimpulkan bahwa akad hibah tidak hanya sebagai bentuk solidaritas dan menolong kepada sesama, namun juga investasi pahala untuk menjadi bekal menuju akhirat nanti. Wallahu a’lam bisshawab.
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, dan alumnus Program Kepenulisan Turots Ilmiah Maroko.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua