Syariah

Hukum Aqiqah setelah Anak Mencapai Baligh

Ahad, 4 Februari 2024 | 16:00 WIB

Hukum Aqiqah setelah Anak Mencapai Baligh

Ilustrasi: kurban - Aqiqah (NU Online)1.

Aqiqah sudah dikenal luas sebagai hewan yang disembelih ketika kelahiran seorang anak. Biasanya hewan yang disembelih adalah kambing. Aqiqah hukumnya sunah muakkad,. Artinya makruh meninggalkannya ketika mampu. Hewan yang paling utama untuk aqiqah bayi perempuan adalah satu kambing, sedang untuk bayi lelaki adalah dua kambing.
 

Walau begitu,mengaqiqahi bayi lelaki dengan satu kambing sudah mendapat kesunahan, karena Rasulullah saw pernah mengaqiqahi Sayidina Al-Hasan dan Sayidina Al-Husain masing-masing satu kambing.
 

Kesunahan aqiqah ditujukan kepada orang yang berkewajiban menafkahi anak. Dalam hal ini berarti ayah atau kakek bila ayah tidak mampu.
 

Seorang ayah disunahkan mengaqiqahi anaknya bila ia mampu melaksanakannya di antara hari kelahiran hingga 60 hari setelahnya. Syekh Hasbullah dalam Riyadlul Badi'ah mengatakan:
 

والمخاطب بها من تلزمه نفقة المولود إن أيسر بها قبل مضي ستين يوما من الولادة ويستمر طلبها منه حينئذ إلى بلوغ المولود 
 

Artinya, "Yang terkena perintah aqiqah adalah orang yang wajib menafkahi anak yang dilahirkan bila ia mampu melakukannya sebelum lewat 60 hari sejak kelahiran anak. Perintah tersebut tetap berlangsung sampai anak mencapai baligh." (Hasbullah, Riyadlul Badi'ah hamisy At-Tsimar Al-Yaniah, [Maktabah Alawiyah Semarang,tt.], halaman 83

 

Yang dimaksud mampu di sini adalah memiliki harta yang cukup untuk melakukan aqiqah yang merupakan lebihan dari kebutuhan pokok pribadinya dan orang yang di bawah tanggung jawab nafkahnya, seperti kriteria mampu dalam zakat fitrah.
 

Ketika seorang wali dikategorikan mampu, ia boleh melakukan aqiqah untuk anaknya kapan saja ia mau asal anak belum baligh. Namun yang lebih baik aqiqah dilakukan di hari ketujuh, ke-14, atau ke-21 dari kelahiran sebagaimana disampaikan Syekh Said dalam Busyral Karim (Darul Minhaj Jeddah, cet.I, 2003) halaman 704.
 

Bila orang tua tidak memiliki kemampuan aqiqah pada masa nifas (60 hari) dan baru memilik kemampuan setelahnya, maka aqiqah tidak lagi sunah baginya. Andai ia nekat melakukannya maka aqiqahjnya tidak sah dan hanya menjadi sedekah biasa. Dalam kelanjutan teks di atas, Syekh Hasbullah mengatakan
 

فإن لم يوسر بها إلا بعد مضي الستين لم تطلب منه بل لو فعلها حينئذ وقعت شاة لحم لا عقيقة

 

Artinya, "Bila orang yang wajib menafkahi tidak mampu beraqiqah kecuali setelah lewat 60 hari, maka aqiqah tidak disunahkan baginya. Bahkan andai ia melakukannya, hanya menjadi (sedekah) daging kambing, bukan aqiqah..
 

Bila orang tua tak mengaqiqahi anak hingga baligh, kesunahan aqiqah berpindah pada diri anak tersebut. Syekh Hasbullah juga menyebutkan.
 

ومن بلغ ولم يعق عنه يسن له أن يعق عن نفسه
 

Aritinya , "Anak yang baligh dan belum pernah diakikahi, sunat baginya untuk mengakikahi dirinya sendiri. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhammad Masruhan, pengajar di PP Al Inayah Wareng Tempuran dan pengurus LBM PCNU Kabupaten Magelang