Ketentuan Diyat dalam Islam: Ganti Rugi Pembunuhan & Penganiayaan Menurut Fiqih
NU Online · Senin, 11 Agustus 2025 | 11:00 WIB
M. Ryan Romadhon
Kolomnis
Dalam Islam, nyawa manusia sangat dihormati dan dilindungi. Karena itu, tindak pidana yang berhubungan dengan jiwa, seperti pembunuhan, dianggap sebagai kejahatan yang sangat serius. Fiqih Islam menetapkan beberapa sanksi untuk kejahatan ini, dan diyat (ganti rugi) menjadi salah satu solusi utama, terutama ketika hukuman pokok, yaitu qishash (pembalasan setimpal), tidak bisa diterapkan.
Qishash adalah hukuman setimpal yang mana pelaku pembunuhan secara sengaja dihukum mati sebagai balasan atas perbuatannya. Namun, Islam juga memberikan ruang yang besar untuk pengampunan, salah satunya melalui diyat. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 178:
فَمَنْ عُفِيَ لَهٗ مِنْ اَخِيْهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ ۢ بِالْمَعْرُوْفِ وَاَدَاۤءٌ اِلَيْهِ بِاِحْسَانٍۗ
Artinya: "Siapa yang memperoleh maaf dari saudaranya hendaklah mengikutinya dengan cara yang patut dan hendaklah menunaikan kepadanya dengan cara yang baik." (QS. Al-Baqarah: 178).
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam menjelaskan, hukum Islam memiliki keistimewaan tersendiri karena menggabungkan antara hukum pembalasan, sebagaimana yang dipraktikkan oleh Bani Israel, dengan hukum tebusan darah (diyat), sebagaimana yang dipraktikkan oleh umat Kristen, dalam kasus pembunuhan.
Baca Juga
Bagaimana Ketentuan tentang Diyat?
Nah, Allah dalam ayat tersebut memberikan pilihan antara pembalasan (qishash), tebusan darah (diyat), atau pengampunan mutlak untuk apa pun. Di sisi lain, Islam memang menganjurkan pengampunan dalam banyak ayat. (Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1411 H], jilid II, halaman 108).
Apa itu Diyat?
Dr Mushthafa Al-Khin dkk menjelaskan, diyat menurut etimologi adalah sebagaimana berikut:
الدية لغة: اسم مصدر من ودى يدي، وأصلها ودية على وزن فعلة، وهو دفع الدية
Artinya: “Diyat secara etimologi adalah bentuk mashdar dari frasa, ودى يدي, yang berasal dari frasa, ودية yang mengikuti wazan, فعلة, dan mempunyai makna, 'memberikan diyat'. (Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1413 H], jilid VIII, halaman 40).
Sedangkan diyat menurut terminologi syariah adalah:
وهي المال الواجب بالجناية على حُرٍّ في نفس أو طرف
Artinya: “Diyat adalah harta yang wajib dibayar sebab telah melukai orang merdeka, baik nyawa atau anggota badan.” (Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib Al-Mujib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 1425 H], halaman 272).
Ketentuan Diyat dalam Fiqih Islam
Secara normatif dalam fiqih, diyat adalah sejumlah harta yang wajib dibayarkan oleh pelaku kejahatan kepada korban atau ahli warisnya sebagai ganti rugi atas tindak pidana yang berhubungan dengan jiwa (pembunuhan) atau anggota tubuh (penganiayaan).
Diyat bukan hukuman pokok untuk semua kasus, tetapi sering kali menjadi alternatif atau pengganti dari hukuman qishash (pembalasan setimpal) jika keluarga korban memaafkan pelaku.
Bentuk dan Kadar Diyat
Seperti yang telah disebutkan, diyat bisa diberikan sebagai ganti rugi atas tindakan kejahatan yang menghilangkan nyawa, atau bisa juga diberikan atas kejahatan yang melukai atau merusak anggota tubuh, baik itu tangan, kaki, maupun luka-luka lainnya.
1. Diyat Jiwa (Nafs)
Jenis-jenis pembunuhan sendiri terbagi menjadi tiga, yakni sengaja, seperti sengaja, dan tidak sengaja. Ketiga jenis pembunuhan ini memiliki jumlah diyat yang sama, yaitu 100 ekor unta. Namun, ada perbedaan dalam cara pembayarannya kepada keluarga korban, meskipun jumlahnya tetap sama. Berikut adalah penjelasannya:
a. Diyat Pembunuhan Sengaja (`Amd)
Pada dasarnya, hukuman untuk pembunuhan sengaja adalah qishash (hukuman setimpal). Namun, karena qishash adalah hak dari keluarga korban, mereka memiliki pilihan untuk memaafkan pelaku dan menggantinya dengan diat.
Jika keluarga korban memilih diat, diat tersebut harus dibayarkan dengan 100 ekor unta yang dibagi menjadi tiga jenis:
- 30 ekor unta hiqah: Unta betina yang berusia 3 tahun dan memasuki tahun ke-4.
- 30 ekor unta jadha'ah: Unta betina yang berusia 4 tahun dan memasuki tahun ke-5.
- 40 ekor unta khalifah: Unta betina yang sedang hamil.
Jika tidak tersedia unta, pembayarannya diganti dengan nilai uang yang setara. Pembayaran diat ini harus diambil dari harta pribadi pelaku dan harus dibayar secara tunai (tidak boleh dicicil).
b. Diyat Pembunuhan Seperti Sengaja (Syibh al-`Amd)
Jumlah diyat untuk kasus ini juga 100 ekor unta, yang dibagi menjadi tiga jenis sama seperti diyat pembunuhan sengaja:
- 30 ekor hiqah
- 30 ekor jadha'ah
- 40 ekor khalifah.
Perbedaan antara diyat pembunuhan sengaja dan seperti sengaja adalah:
- Diyat pembunuhan sengaja dibayarkan oleh pelaku sendiri.
- Sedangkan diat pembunuhan seperti sengaja dibayarkan oleh 'aqilah.
'Aqilah adalah kerabat laki-laki dari pihak ayah (ashabah) pelaku, tidak termasuk orang tua dan anak-anaknya. Pembayaran diat ini dapat dicicil selama tiga tahun, di mana setiap tahunnya dibayarkan sepertiga dari total diat.
c. Diyat Pembunuhan Tidak Sengaja (Khatha')
Jumlah diyat untuk pembunuhan tidak sengaja juga 100 ekor unta, namun pembagiannya berbeda, yaitu menjadi lima jenis:
- 20 ekor bintu makhadh: unta betina berusia 1 tahun dan memasuki tahun ke-2.
- 20 ekor bintu labun: unta betina berusia 2 tahun dan memasuki tahun ke-3.
- 20 ekor ibnu labun: unta jantan berusia 2 tahun dan memasuki tahun ke-3.
- 20 ekor hiqah: unta betina berusia 3 tahun dan memasuki tahun ke-4.
- 20 ekor jadha'ah: unta betina berusia 4 tahun dan memasuki tahun ke-5.
Sama seperti pembunuhan seperti sengaja, diat ini dibayarkan oleh ‘aqilah dan dapat dicicil selama tiga tahun, setiap tahunnya sepertiga dari total diat. (Fiqhul Manhaji, VIII/41).
2. Diyat untuk Anggota Tubuh dan Bagian Tubuh (Athraf atau A'dha)
Dalam menentukan jumlah diyat, tingkat bahaya dan fungsi anggota tubuh yang dilukai atau dipotong menjadi pertimbangan utama. Berdasarkan hal ini, diyat bisa berupa:
a. Diyat Penuh (Diyah Kamilah)
Diyat penuh berlaku untuk cedera pada bagian tubuh yang sangat penting. Diyat penuh wajib dibayarkan untuk cedera yang menghilangkan fungsi atau anggota tubuh berikut:
- Kedua tangan (dari pergelangan).
- Kedua kaki.
- Hidung (termasuk kedua lubang hidung dan sekatnya).
- Kedua mata.
- Keempat kelopak mata.
- Lidah.
- Kedua bibir.
- Kedua testis.
Selain itu, diat penuh juga berlaku jika fungsi dari anggota-anggota tubuh tersebut hilang, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
a. Sebagian dari Diyat (Ba'dh minad Diyat)
Diyat sebagian diberikan untuk cedera pada bagian tubuh lainnya. Sementara itu, sebagian diyat berlaku untuk cedera pada anggota tubuh tertentu, seperti yang disebutkan dalam hadits. Berikut rinciannya:
• Setengah Diat (50 ekor unta): Diberikan untuk satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga, atau dua kelopak mata.
- Seperlima diyat (25 ekor unta): Diberikan untuk setiap satu kelopak mata.
- Sepersepuluh diyat (10 ekor unta): Diberikan untuk setiap jari tangan atau kaki.
- Lima Ekor Unta: Diberikan untuk luka mudiha (luka di kepala atau wajah hingga terlihat tulang) atau untuk mencabut satu gigi asli yang permanen.
Adapun untuk luka-luka lain yang tidak memiliki standar khusus, seperti memotong anggota tubuh yang tidak berfungsi (contohnya jari tambahan), maka jumlah diatnya ditentukan berdasarkan hukum pemerintah yang berlaku. (VIII/42-43).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, secara normatif dalam fiqih Islam, diyat adalah sejumlah harta yang wajib dibayarkan oleh pelaku kejahatan kepada korban atau ahli warisnya sebagai ganti rugi atas tindak pidana yang berhubungan dengan jiwa (pembunuhan) atau anggota tubuh (penganiayaan).
Mengenai kadar dan bentuk pembayaran diyat berbeda-beda tergantung dari jenis apa kasus kejahatan yang dilakukan. Jika kejahatan yang dilakukan adalah menghilangkan nyawa (diyat nafs), maka jumlah diyat yang dibayarkan sama, yaitu 100 ekor unta. Namun, ada perbedaan dalam cara pembayarannya kepada keluarga korban, seperti dalam rincian di atas.
Sedangkan, jika kejahatan yang dilakukan adalah memotong atau menghilangkan fungsi salah satu anggota tubuh, maka tingkat bahaya dan fungsi anggota tubuh yang dilukai atau dipotong menjadi pertimbangan utama, seperti paparan rincian di atas. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo
Terpopuler
1
Aliansi Masyarakat Pati Bersatu Tetap Gelar Aksi, Tuntut Mundur Bupati Sudewo
2
Ribuan Santri Pati Akan Gelar Aksi Tolak Kenaikan Tarif PBB 250 Persen hingga 5 Hari Sekolah
3
Resmi Dilantik, Ini Susunan Pengurus LBH Sarbumusi Masa Khidmah 2025-2028
4
INDEF Soroti Pemblokiran Rekening yang Dianggap Reaktif dan Frustrasi Pemerintah Hadapi Judi Online
5
Obat bagi Jiwa yang Kesepian
6
Harlah Ke-81 Gus Mus, Ketua PBNU: Sosok Guru Bangsa yang Meneladankan
Terkini
Lihat Semua