Syariah

Hukum Jual Beli Oli Palsu

Ahad, 20 November 2022 | 15:45 WIB

Hukum Jual Beli Oli Palsu

Masyarakat resah dengan peredaran oli palsu di pasaran.

Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kemaslahatan sangat melarang pemeluknya untuk melakukan penipuan dan manipulasi dengan bentuk apa pun, termasuk dalam jual beli. Larangan ini karena akan berdampak merugikan orang lain.


Di antara contohnya adalah sebagaimana yang baru-baru ini terjadi dan ramai diperbincangkan di media sosial, yaitu jual beli oli palsu, bahkan perbuatan terlarang ini sudah beredar dan dijual bebas kepada masyarakat.


Status Jual Beli Barang Palsu

Pada dasarnya, jual beli palsu yang dilakukan oleh penjual dan pembeli adalah sah apabila sudah memenuhi syarat dan rukun dalam jual beli, seperti adanya akad, suci, bisa dimanfaatkan, dan memang milik penjual. Hanya saja, perbuatan seperti tidak diperbolehkan dan berdosa jika dilakukan, karena mengandung unsur penipuan dan juga akan merugikan pihak pembeli. 


Larangan Jual Beli Palsu

Larangan melakukan jual beli palsu sebagaimana kejadian yang terjadi, sudah mendapatkan respon dari Rasulullah sejak beberapa abad yang lalu. Dalam sebuah hadits, nabi bersabda:


مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا وَالْمَكْر وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ


Artinya, “Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan manipulasi, tempat di neraka.” (HR Ibnu Hibban).


Berdasarkan hadits ini, para ulama lintas generasi, sejak generasi ulama salaf hingga khalaf sepakat bahwa jual beli barang palsu hukumnya tidak diperbolehkan (baca: haram). Bahkan, Imam Abul Abbas bin Ali ibn Hajar al-Haitami (wafat 974 H) dalam salah satu kitabnya mengategorikan pemalsuan dalam jual beli sebagai suatu perbuatan dosa besar. Ia mengatakan:


الْكَبِيرَةُ الْمُوَفِّيَةُ الْمِائَتَيْنِ: الْغِشُّ فِي الْبَيْعِ وَغَيْرِهِ


Artinya, “Dosa besar yang ke dua ratus adalah pemalsuan dalam jual beli dan lainnya.” (Ibnu Hajar al-Haitami, az-Zawajir ‘an Iqtirafil Kabair, [Beirut, Darul Fikr: 1987], juz II, halaman 123).


Jual Beli yang Dilarang

Imam Abul Walid bin Muhammad bin Rusyd al-Qurthubi dalam kitabnya menjelaskan bahwa jual beli yang terlarang dalam Islam setidaknya terbagi menjadi dua bagian, (1) jual beli disebabkan faktor barangnya (internal), seperti jual beli khamar, riba, dan lainnya; dan (2) jual beli disebabkan faktor lain yang mempengaruhinya (eksternal), seperti jual beli yang mengandung pemalsuan, penipuan, dan kerugian kepada salah satu pihak,


وَأَمَّا الَّتِي وَرَدَ النَّهْيُ فِيهَا لِأَسْبَابٍ مِنْ خَارِجٍ; فَمِنْهَا الْغِشُّ; وَمِنْهَا الضَّرَرُ


Artinya, “Adapun jual beli yang terdapat larangan di dalamnya karena sebab-sebab faktor dari luar (eksternal), di antaranya adalah jual beli yang mengandung pemalsuan, atau manipulasi, dan jual beli yang mengandung dharar (kerugian pada orang lain).”


وَالْجُمْهُورُ عَلَى أَنَّ النَّهْيَ إِذَا وَرَدَ لِمَعْنًى فِي الْمَنْهِيِّ عَنْهُ أَنَّهُ يَتَضَمَّنُ الْفَسَادَ مِثْلَ النَّهْيِ عَنِ الرِّبَا وَالْغَرَرِ، وَإِذَا وَرَدَ الْأَمْرُ مِنْ خَارِجٍ لَمْ يَتَضَمَّنِ الْفَسَادَ


Artinya, “Mayoritas para ulama menilai bahwa larangan dalam jual beli jika disebabkan sesuatu dari dalam (karena barangnya), maka berakibat hukum fasad (akadnya tidak sah), seperti larangan dari riba dan jual beli gharar (ketidak jelasan barang). Namun, (jika larangan itu) disebabkan faktor dari luar (eksternal), maka akadnya tidak rusak (sah).” (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, [Kairo, Darul Hadits: 2004], juz III, halaman 185).


Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jual beli oli palsu sebagaimana yang sudah tersebar di kalangan masyarakat hukumnya tidak diperbolehkan, dan hukumnya haram karena mengandung unsur pemalsuan dan bisa merugikan orang lain. Wallahu a’lam.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan, Kokop, Bangkalan, Jawa Timur.