Hukum Masuk Ruangan Ber-AC Harum bagi Jamaah Haji yang Sedang Ihram: Bolehkah?

Baru-baru ini, Negara Indonesia melakukan pemberangkatan jamaah Indonesia tahun 2025 menuju tanah suci Makkah dan Madinah guna menunaikan ibadah haji. Di antara masalah fiqih yang sering terjadi ketika pelaksanaan haji adalah banyaknya ruangan-ruangan ber-AC yang diberi pengharum udara, yang mana ketika ada orang masuk, aroma wangi dari pengharum tersebut akan membekas pada baju dan badannya.
 

Bagaimana hukumnya ketika orang yang sedang melakukan ihram masuk ke dalam ruangan Ber-AC harum seperti itu?
 

Sebelum membahas hukumnya, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu mengenai pengharum udara. Dilansir dari KliknClean.com, pengaharum udara adalah produk pengruangan harum yang mengeluarkan aroma untuk memberikan aroma tertentu bagi suatu ruangan atau menutupi bau.
 

Pengharum udara tersedia dalam berbagai versi, termasuk dengan model semprotan, gel, minyak, cairan, padatan (yang dicolok ke listrik), lilin wangi dalam bentuk aktif maupun pasif. 
 

Penggunaan pengharum udara juga dilakukan pada tempat yang bermacam-macam. Seperti halnya bangunan dan fasilitas kantor, sekolah, rumah sakit, toko, hotel, restoran dan kamar mandi.
 

Mengenai status hukumnya, perlu diketahui terlebih dahulu termasuk larangan bagi orang yang sedang ihram adalah memakai wangi-wangian. Dalam kitab Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan:
 

يَحْرُمُ بِإِحْرَامٍ وَطْءٌ وَقُبْلَةٌ وَاسْتِنْمَاءٌ بِيَدٍ وَنِكَاحٌ وَتَطَيُّبٌ بِمَا يُسَمَّى طِيْبًا
 

Artinya, "Haram sebab ihram yaitu jima’, mencium lawan jenis, onani, nikah, dan memakai wangi-wangian dengan sesuatu yang disebut sebagai pewangi." (Fathul Mu’in, [Jakarta,  DKI: 2010], halaman 127).
 

Namun perlu diperjelas, sebatas mana sesuatu yang disebut sebagai wangi-wangian bagi orang sedang melakukan ihram?
 

Dalam hal ini Syekh Abu Bakar Syatha membagi wewangian dari sisi cara pemakaiannya, yang ada 4 macam:
 

أَنَّ الْاِعْتِيَادَ فِي التَّطَيُّبِ يَنْقَسِمُ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ: أَحَدُهَا مَا اعْتِيْدَ التَّطَيُّبُ بِهِ بِالتَّبَخُّرِ كَالْعُوْدِ. ثَانِيْهَا مَا اعْتِيْدَ التَّطَيُّبُ بِهِ بِاسْتِهْلَاكِ عَيْنِهِ. ثَالِثُهَا مَا اعْتِيْدَ التَّطَيُّبُ بِهِ بِوَضْعِ أَنْفِهِ عَلَيْهِ. رَابِعُهَا مَا اعْتِيْدَ التَّطَيُّبُ بِهِ بِحَمْلِهِ
 

Artinya, "Adapun kebiasaan memakai wangi-wangian terdapat 4 macam. Pertama, suatu wewangian yang biasa digunakan dengan cara membakarnya, seperti kayu ‘Aud. Kedua, suatu wewangian yang biasa digunakan dengan cara menghilangkan bendanya. Ketiga, suatu wewangian yang biasa digunakan dengan cara menaruhnya di hidung. Keempat, suatu wewangian yang biasa digunakan dengan cara membawanya." (I’anatut Thalibin, [Mesir, Darus Salam: 2022], jilid III, halaman 1447).
 

Dalam konteks ruangan ber-AC, apakah pengharum udara tersebut masuk dalam ranah wangi-wangian yang terlarang bagi orang ihram?
 

Ternyata ruangan ber-AC tidak dapat dikategorikan sebagai wewangian yang dilarang bagi orang ihram. Hemat penulis, kasus ini dapat diidentikkan dengan kasus orang masuk toko atau rumah yang di dalamnya sedang dinyalakan wewangian bukhur.

Syekh Sulaiman Al-Jamal menjelaskan:
 

وَلَا يَحْرُمُ أَنْ يَجْلِسَ فِي حَانُوْتِ عَطَّارٍ وَ فِي مَوْضِعٍ يُبَخَّرُ أَوْ عِنْدَ الْكَعْبَةِ وَهِيَ تُبَخَّرُ أَوْ فِي بَيْتٍ يَتَبَخَّرُ سَاكِنُوْهُ
 

Artinya, "Tidak haram bagi orang ihram duduk di toko parfum, di tempat pembakaran wewangian, di dekat Kakbah ketika di situ dedang dibakar wewangian atau di rumah yang penghuninya membakar wewangian." (Hasyiyatul Jamal, [Mesir, Darul Fikr: tt.], jilid II, halaman 509).
 

Adapun batasan keharaman wewangian yang dilarang bagi orang yang sedang ihram menurut ulama Syafi’iyah adalah menempelkan wewangian pada tubuh atau pakaian berdasarkan cara pakai umumnya.
 

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan:
 

ثُمَّ اسْتِعْمَالُهُ الْمُؤَثِّرُ هُنَا أَنْ يُلْصِقَهُ بِبَدَنِهِ أَوْ نَحْوِ ثَوْبِهِ عَلَى الْوَجْهِ الْمُعْتَادِ
 

Artinya, "Kemudian penggunaan wewangian yang berpengaruh bagi orang ihram di sini adalah menempelkan wewangian pada tubuh atau semisal bajunya dengan cara pakai seperti biasanya." (Tuhfatul Muhtaj, [Lebanon, Daru Ihya’it Turatsil ‘Arabi: tt.], jilid IV, halaman 167).
 

Menurutnya pula, keharaman menggunakan wewangian bagi orang yang ihram juga harus memenuhi adanya unsur kesengajaan dari orang yang berihram.
 

Al-Jamal mengutip penjelasan Ibnu Hajar:
 

إِنَّمَا يَحْرُمُ الطِّيْبُ وَتَجِبُ فِيْهِ الْفِدْيَةُ إِذَا كَانَ اسْتِعْمَالُهُ عَنْ قَصْدٍ
 

Artinya, "Menggunakan wewangian yang diharamkan dan mewajibkan fidyah hanyalah apabila pemakaiannya berdasarkan unsur kesengajaan." (Al-Jamal, II/509).
 

Sebagai kesimpulan, orang ihram tidak masalah masuk ruangan ber-AC dengan aroma wewangian dan tidak dianggap memakai wewangian sehingga berisiko membayar dam. Wallahu a'lam.

 

Ustad Ahmad Fuad Hikam, Peserta Kelas Menulis NU Online 2025