Syariah

Hukum Membasmi Tikus

Sen, 21 Agustus 2023 | 09:00 WIB

Hukum Membasmi Tikus

Tikus. (Foto: NU Online/Freepik)

Tikus bagi masyarakat menjadi hama yang mendatangkan kerugian, baik di rumah ataupun di sawah. Banyak petani yang akhirnya merugi gara-gara terserang hama tikus. Sering juga hewan ini merusak perabot rumah tangga. Selain itu tikus juga membawa bakteri penyakit diantaranya dapat menularkan penyakit pes.


Lalu, bolehkan membasmi tikus dan bagaimana cara membasminya? Berikut ulasan lengkapnya. 


Sebab tergolong hama yang merusak, maka diperbolehkan untuk membunuh atau membasmi tikus. Imam Zakariya al-Anshori (wafat 926 H) dalam kitabnya Asnal Mathalib menjelaskan:


(فَصْلٌ يُسْتَحَبُّ قَتْلُ الْمُؤْذِيَاتِ كَالْحَيَّةِ وَالْعَقْرَبِ وَالْفَأْرَةِ وَالْكَلْبِ الْعَقُورِ وَالْغُرَابِ) الَّذِي لَا يُؤْكَلُ الي ان قال وَرَوَى مُسْلِمٌ خَبَرَ: خَمْسُ فَوَاسِقَ يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْغُرَابُ وَالْحِدَأَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْفَأْرَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ 


Artinya, "Fasal disunahkan membunuh hewan-hewan yang membahayakan dan merugikan seperti ular, kalajengking, tikus, anjing gila dan burung gagak. Yakni hewan yang tidak dapat dimakan. Imam Muslim meriwayatkan hadits: "Ada lima hewan membahayakan (khomu wafasiq) yang boleh dibunuh baik di tanah halal ataupun tanah haram, yaitu: burung gagak, elang, kalajengking, tikus dan anjing gila." (Zakariya bin Muhammad bin Zakariya Al-Anshori, Asnal Mathalib, [Bairut, Darul Kutub Islamiyah, t.th] juz I halaman 567). 


Dapat dipahami dari penjelasan ini bahwa tikus termasuk dalam kategori fawasiqul khomsi atau 5 hewan yang membahayakan atau merugikan sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits ini dipahami oleh ulama sebagai kesunahan untuk membunuh 5 hewan tersebut dan hewan hewan lain yang mendatangkan mudharat. 


Namun sekalipun tikus termasuk hewan yang disunahkan untuk dibunuh, dalam membunuhnya tidak boleh dengan cara disiksa atau dibakar. Berikut penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Haitami (wafat 974 H) dalam kitabnya Az-Zawajir an iqtirafil kabair:   


فَإِنْ كَانَتْ مِمَّا نُدِبَ قَتْلُهُ كَالْفَوَاسِقِ الْخَمْسِ قُتِلَتْ دُفْعَةً مِنْ غَيْرِ تَعْذِيبٍ لِلْحَدِيثِ: إذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ ، وَكَذَا لَا يُحَرِّقُهَا بِالنَّارِ لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ: إنِّي كُنْت أَمَرْتُكُمْ أَنْ تُحَرِّقُوا فُلَانًا وَفُلَانًا بِالنَّارِ وَإِنَّ النَّارَ لَا يُعَذِّبُ بِهَا إلَّا اللَّهُ فَإِنْ وَجَدْتُمُوهُمَا فَاقْتُلُوهُمَا


Artinya: "Maka jika hewan tersebut termasuk hewan yang sunah dibunuh seperti al-fawasiq al-khomsi (lima hewan yang membahayakan, yaitu: burung gagak, elang, kalajengking, tikus dan anjing gila) dibunuh dengan sekaligus tanpa menyakiti. Berdasarkan hadits: "Apabila kamu hendak membunuh, maka lakukan pembunuhan itu dengan baik." Seperti itu juga tidak diperbolehkan membakarnya dengan api. Hal ini berdasarkan hadits shahih: "Sesungguhnya aku memerintahkan kalian untuk membakar fulan dan fulan dengan api dan sesungguhnya tidak menyiksa dengannya kecuali Allah, maka jika kalian menemukan keduanya maka bunuhlah keduanya." (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawajir an iqtirafil kabair [Bairut, Darul Fikr: 1407 H], juz II halaman 142). 


Walhasil, hukum membunuh atau membasmi tikus disunahkan karena tergolong dalam kategori hewan yang merugikan. Namun demikian dalam membasminya tidak boleh dengan cara menyiksa atau membakarnya. Adapun cara membasmi yang dianjurkan dalam Islam adalah memilih cara yang paling ringan atau minimalis rasa sakit pada tikus yang hendak dibasmi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Mala' ala Qari dalam kitabnya saat menjelaskan hadits tentang kesunahan menyembelih hewan dengan cara yang baik sebagai berikut: 


وَالْإِحْسَانُ فِيْهَا : اِخْتِيَارُ أَسْهُلِ الطُّرُقِ وَأَقَلِّهَا إِيْلَامًا 


Artinya, "Berbuat ihsan dalam menyembelih adalah dengan memilih cara yang paling mudah dan paling paling ringan atau minimalis rasa sakit,” ( Syekh ‘Ali bin Shulthân Muhammad Al-Qârî, Murâqâtul Mafâtîh Syarhu Misykâtil Mashâbîh, [Beirut, Dârul Kutub Al-‘Ilmiyyah: 2001], juz VIII, halaman 14). Wallahu a'lam bisshawab.


Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo