Syariah

Istirahat Saat Tawaf Belum Selesai 7 Putaran, Bolehkah?

Sen, 22 April 2024 | 06:00 WIB

Istirahat Saat Tawaf Belum Selesai 7 Putaran, Bolehkah?

Tawaf di Ka'bah. (Foto: NU Online/Freepik)

Tawaf termasuk rangkaian ibadah haji yang wajib dilakukan oleh jamaah haji. Tawaf di Ka'bah, juga merupakan bagian dari 5 rukun haji. Secara pengertian, tawaf adalah mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah sebanyak tujuh kali.


وأركان الحج خمسة الإحرام والنية والوقوف بعرفة والطواف بالبيت والسعي بين الصفا والمروة 


Artinya, “Rukun haji ada lima: ihram, niat, wukuf di Arafah, tawaf di Ka’bah, dan sai pada Shafa dan Marwa,” (Taqrib pada Kifayatul Akhrar, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2001 M/1422 H], halaman 302).


Sejatinya, pelaksanaan ibadahTawaf termasuk pekerjaan yang membutuhkan tenaga ekstra. Bagaimana tidak? Jarak total putaran Tawaf mencapai sekitar 6 kilometer, dengan jarak ideal antara jamaah dan Ka'bah sekitar 3-7 meter. Hal ini berarti jamaah harus berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh, terutama jika kondisi Masjidil Haram sedang ramai.


Bagi banyak jamaah, Tawaf merupakan perjalanan spiritual yang penuh makna. Namun, perlu diingat bahwa ritual ini bisa cukup melelahkan dan berat, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi fisik lemah, seperti lansia atau jamaah dengan risiko kesehatan tinggi.


Nah, yang menjadi pertanyaan adalah, bolehkah istirahat di tengah Tawaf?  Misalnya di putaran kedua istirahat atau di putaran ketiga dan empat,  bolehkah?.  Terutama bagi jamaah haji lansia dan orang dengan risiko kesehatan tinggi. 


Menurut Imam Syafi'i dalam kitab al-Umm, jilid II, halaman 189, hukum istirahat saat Tawaf diperbolehkan bagi jemaah yang kelelahan ataupun jemaah yang ada udzur sakit.  


( قال الشافعي ) رحمه الله : لا بأس بالاستراحة في الطواف ، أخبرنا سعيد عن ابن جريج عن عطاء أنه كان لا يرى بأسا بالاستراحة في الطواف وذكر الاستراحة جالسا


Artinya: "Imam Syafi'i rahimahullah berkata: "Tidak mengapa beristirahat saat Tawaf. Said meriwayatkan dari Ibnu Juraij dari Atha' bin Abi Rabah bahwa beliau tidak melihat adanya larangan beristirahat saat Tawaf dan beliau menyebutkan bahwa istirahat dilakukan dengan duduk." (Imam Syafi'i, al-Umm, jilid II, (Bairut: Darul Ma'rifah, 1990 M), halaman 189).


Dalam kitab Asnal Mathalib fi Syarh Ruadhah Thalib, Jilid I, halaman 479, Syekh Zakariya al-Anshari menjelaskan bahwa melakukan Tawaf sembari beristirahat hukumnya sah. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama bahwa diperbolehkan duduk untuk beristirahat dalam Tawaf, dan pemisahan yang banyak pun tidak membatalkannya.


Alasan dibalik kebolehan ini adalah karena muwalah saat Tawaf [melakukan Tawaf secara berkesinambungan tanpa jeda atau berhenti] hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Oleh karena itu, memutuskan Tawaf untuk beristirahat tidak membatalkan Tawaf, asalkan dilakukan dengan niat yang benar dan tidak berlebihan.


Penjelasan ini penting untuk diketahui, terutama bagi mereka yang hendak melaksanakan Tawaf dan memiliki kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk melakukannya secara berkesinambungan. Dengan mengetahui hal ini, mereka dapat melaksanakan Tawaf dengan tenang dan tanpa rasa khawatir akan membatalkan ibadahnya. Simak penjelasan berikut;


(قَوْلُهُ وَهِيَ سُنَّةٌ لَا وَاجِبَةٌ) ؛ لِأَنَّهَا عِبَادَةٌ لَا يُبْطِلُهَا التَّفْرِيقُ الْيَسِيرُ لِإِجْمَاعِهِمْ عَلَى جَوَازِ الْجُلُوسِ لِلِاسْتِرَاحَةِ فَلَا يُبْطِلُهَا التَّفْرِيقُ الْكَثِيرُ كَالزَّكَاةِ


Artinya: "Perkataan beliau, "Ini adalah sunnah, bukan wajib," dikarenakan ibadah Tawaf ini tidak batal dengan sedikit terputus. Hal ini berdasarkan kesepakatan mereka tentang bolehnya duduk untuk beristirahat. Maka pemisahan yang banyak pun tidak membatalkannya, seperti halnya zakat." [Syekh Zakariya al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarh Ruadhah Thalib, Jilid I, (Beirut: Darul Kitab al-Islami, tt) halaman 479].


Keringanan ini dianjurkan terutama bagi jamaah yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, seperti lansia, penyandang disabilitas, atau orang yang sedang sakit. Dengan beristirahat, jamaah dapat menjaga stamina dan konsentrasi mereka sehingga dapat menyelesaikan Tawaf dengan khusyuk dan penuh makna.


Dengan demikian, bagi jamaah haji yang tidak mampu menyelesaikan Tawaf dengan berjalan kaki secara penuh, tidak perlu khawatir. Tawaf dengan beristirahat tetap sah dan mendapatkan pahala yang sama dengan jamaah yang menyelesaikannya secara penuh. Hal ini dikarenakan Islam sangat menjunjung tinggi kemudahan dan tidak memberatkan umatnya.


Jamaah yang memilih untuk Tawaf dengan beristirahat dapat menggunakan kursi roda, kereta dorong, atau bahkan digendong oleh orang lain. Selama niat dan syarat Tawaf terpenuhi, maka Tawaf tersebut tetap sah dan berpahala.


Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam