Syariah

Tidak Segera Daftar Haji karena Masih ‘Menunggu Panggilan’, Tepatkah?

Jum, 26 Mei 2023 | 05:00 WIB

Tidak Segera Daftar Haji karena Masih ‘Menunggu Panggilan’, Tepatkah?

Ilustrasi haji. (Foto: MCH)

Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan bagi siapapun yang mampu melaksanakannya. Secara lahiriah, ada sebagian orang yang tampak sudah masuk kategori mampu melaksanakan ibadah haji, tapi kurang bersemangat menunaikan ibadah haji. Sebagian orang mempunyai alasan belum punya mental atau ada lagi yang beralasan masih menunggu ‘panggilan dari Allah’.


Terdapat beberapa ayat seputar haji di dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

 

وَاَذِّنْ فِى النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوْكَ رِجَالًا وَّعَلٰى كُلِّ ضَامِرٍ يَّأْتِيْنَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيْقٍ ۙ

 

Artinya: “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 27) 

 

Kata اَذِّنْ dari akar kata اُذُنٌ yang artinya telinga. Artinya, melalui pendengaran, sampaikan informasi sehingga masyarakat jadi tahu. 

 

Kemudian pada permulaan ayat ini dimulai dengan وَاَذِّنْ  yang berarti “beritahukanlah, atau undanglah secara luas dan kencang!”. Kata ini menyambung dengan ayat sebelumnya (QS. Al-Hajj:26) yang berisi kalimat وطَهِّرْ بَيْتِيَ yang artinya ‘bersihkan Rumah-Ku’. Pembersihan rumah ini dalam rangka untuk memuliakan tamu-tamu Allah. Oleh karena itu, sebelum mereka datang berbondong-bondong, bersihkanlah rumah-Nya terlebih dahulu.

 

Kata وَاَذِّنْ  mempunyai huruf ‘dzal’ double yang dalam bahasa Arab mempunyai makna katsrah / takrir yaitu sampaikan atau panggillah dengan suara yang sangat keras dan berulang. Jadi, Nabi Ibrahim perlu berteriak keras dalam mengundang manusia dengan teriakan yang sangat kencang. (Lihat: Ibnu Asyur, At-Tahrir wat Tanwir: 1393 H).

 

Ayat ini diturunkan Allah kepada Nabi Ibrahim pada masa itu lembah Makkah masih sangat sepi, belum ada penduduknya sama sekali kecuali hanya dihuni keluarga Ibrahim yang terdiri dari Nabi Ibrahim, istri, dan anaknya. 
Anehnya, dalam keheningan Makkah kala itu, kenapa Nabi Ibrahim malah disuruh berteriak sangat keras?. Syekh Mutawalli as-Sya’rawi mengungkapkan bahwa Nabi Ibrahim hanya bertugas berteriak sebagaimana yang Allah perintahkan. Soal teriakannya nanti terdengar oleh orang lain atau tidak, itu bukan urusan Ibrahim, namun urusan Allah sendiri. Allah berfirman: 

 

يا إبراهيم عليك الأذان وعلينا البلاغ. مهمتك أنْ ترفَع صوتك بالأذان، وعلينا إيصال هذا النداء إلى كل الناس، في كل الزمان، وفي كل المكان، سيسمعه البشر جميعاً وهم في عالم الذَّرِّ وفي أصلاب آبائهم بقدرة الله تعالى الذي قال لنبيه محمد صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ: {وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ ولكن الله رمى. .} [الأنفال: ١٧]

Artinya: “Wahai Ibrahim, tugasmu adalah mengundang, sedangkan tugasku adalah menyampaikan. Tugasmu yang penting adalah mengencangkan suaramu untuk mengundang, tugasku yang akan menyampaikan panggilan itu ke seluruh umat manusia di sepanjang masa, di semua tempat. Pasti manusia akan mendengar itu semua sedangkan mereka pada saat itu berada di alam agreement dan masih di tulang iganya orang-orang tua mereka atas kekuasaan Allah yang telah berfirman kepada nabi-Nya ‘Dialah Allah yang menjadikan debu itu sampai kepada mereka dan Dialah yang menyibukkan mereka dengan debu itu, bukan kamu. ” (Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir As-Sya’rawi, juz 16, hlm. 780)

 

Kemudian setelah kata وَاَذِّنْ  terdapat kata فِى النَّاسِ yang artinya adalah ‘semua umat manusia tanpa terkecuali’. 
Setelah Nabi Ibrahim mengundang semua umat manusia, jawaban masing-masing orang atas panggilan Nabi Ibrahim tersebut, akan mempengaruhi terhadap berapa kali orang memenuhi panggilan Allah. 

 

يعني: أَدِّ ما عليك، واترك ما فوق قدرتك لقدرة ربك. فأذَّنَ إبراهيم في الناس بالحج، ووصل النداء إلى البشر جميعاً، وإلى أن تقوم الساعة، فَمنْ أجاب ولَبَّى: لبيك اللهم لبيك كُتِبَتْ له حجة، ومَنْ لبَّى مرتين كتِبت له حجَّتيْن وهكذا، لأن معنى لبيك: إجابةً لك بعد إجابة

Artinya: “Sampaikan saja apa yang menjadi tugasmu. Tinggalkan apa yang di luar kemampuanmu, itu serahkan saja jadi wilayah kekuatan Tuhanmu. Kemudian Ibrahim menggemakan teriakan undangan haji kepada seluruh umat manusia. Panggilan itu sampai ke seluruh umat manusia sampai hari kiamat. Barangsiapa yang menjawab dan membaca talbiyah ‘Labbaikallâhumma labbaik’ sekali, maka ia selama hidupnya akan naik haji sekali saja. Barangsiapa yang ketika dipanggil masa itu bertalbiyah dua kali, ia akan tercatat besok selama hidupnya akan naik haji dua kali, dan seterusnya. Karena arti labbaik adalah ‘sebagai kesediaan kepada-Mu setelah menjawab panggilan,” (Mutawalli as-Sya’rawi, Tafsir As-Sya’rawi: hlm. 781)

 

Jika melihat penjelasan di atas, maka Nabi Ibrahim sebenarnya sudah memanggil semua umat manusia, hanya saja ada manusia yang menjawab panggilan tersebut, ada pula yang tidak mau menjawab. Sehingga kurang tepat jika ada yang berkata dengan ungkapan ‘masih menunggu panggilan’ dari Allah. Sesungguhnya Allah sudah memanggil kita semua melalui perantara teriakan mulutnya Nabi Ibrahim yang disuruh oleh Allah untuk memanggil kita semua. Apabila kita termasuk yang menjawab dengan talbiyah sekali, maka akan naik haji sekali, jika menjawab berulang kali, maka sejumlah itulah kita akan naik haji.

 

Keyakinan ini tidak boleh jadi sebuah alasan untuk tidak berikhtiar secara syariat dzahir untuk berhaji. Bagaimana pun juga kita akan dihukumi oleh Allah secara dzahir. Misalnya ada orang kaya, tidak mau daftar haji dengan alasan bahwa ‘dulu di saat itu dia tidak termasuk orang yang menjawab panggilan Nabi Ibrahim’, tentu alasan ini tidak diterima oleh syariat dan ia akan mendapatkan dosa. Walahu a’lam. []

 

Ustadz Ahmad Mundzir, Pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyah, Semarang