Syariah

Wajibkah Merawat dan Menjaga Anak Yatim yang Kaya?

Jum, 28 Juli 2023 | 14:30 WIB

Wajibkah Merawat dan Menjaga Anak Yatim yang Kaya?

Wajibkah Merawat dan Menyantuni Anak Yatim yang Kaya?. (Foto; NU Online/Freepik)

Salah satu bentuk kepedulian Islam kepada anak-anak yatim adalah menekankan tanggung jawab umat Islam terhadap mereka. Anak yatim mendapatkan perhatian khusus dalam Islam, karena mereka masih kecil dan tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkan kemaslahatan-kemaslahatan yang bisa menjamin masa depannya.


Semua umat Islam dituntut untuk menumbuhkan sikap empati yang besar terhadap anak yatim, tidak hanya perihal makan, minum dan pakaiannya saja, namun kasih sayang dan cintanya juga perlu ditampakkan kepada mereka guna menumbuhkan semangatnya setelah mentalnya mendapatkan ujian yang sangat berat dengan ditinggal pergi oleh ayahnya.


Anak yatim membutuhkan bimbingan, kasih sayang, dorongan, dan motivasi agar bisa terus semangat memperjuangkan masa depannya, dan semua umat Islam memiliki hak dan tanggung jawab tentang hal itu. Karenanya, Al-Qur’an menyebut orang-orang yang menelantarkan anak yatim atau bahkan menghardiknya sebagai pendusta agama, sebagaimana disebutkan, Allah swt berfirman:


أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ (1) فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ (2)


Artinya, “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim.” (QS Al-Ma’un [107]: 1-2).


Ayat ini memberikan peringatan kepada kita semua untuk tidak membiarkan anak yatim hidup sebatang kara. Menyantuni, menyayangi, merawat dan memberikan semua kebutuhan-kebutuhan anak yatim merupakan salah satu perbuatan yang sangat terpuji, dan bernilai pahala yang sangat besar.


Lantas, bagaimana jika terdapat anak yatim yang sudah kaya dan tidak lagi membutuhkan santunan berupa uang, makanan, dan pakaian misalnya? Apakah kita semua masih memiliki kewajiban untuk merawat dan menyantuni mereka? Berikut ini penulis kutip pendapat dan penjelasan Syekh Muhammah Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya.


Kewajiban Menyantuni Anak Yatim yang Kaya

Menurut Syekh Mutawalli Sya’rawi, kewajiban untuk menyantuni dan merawat anak yatim tidak memiliki hubungan antara kaya dan miskin, butuh dan cukup. Karenanya, dalam Al-Qur’an Allah swt tidak membedakan antara anak yatim yang miskin dan yang kaya. Al-Qur’an hanya menyebutkan perihal kewajiban merawat mereka, dan jika mereka memiliki harta yang banyak, maka orang yang merawatnya harus menjaga harta tersebut, Allah swt berfirman:


وَآتُوا الْيَتَامَى أَمْوَالَهُمْ وَلا تَتَبَدَّلُوا الْخَبِيثَ بِالطَّيِّبِ وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوباً كَبِيراً

 
Artinya, “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.” (QS An-Nisa’ [4]: 2).


وَيَسْأَلونَكَ عَنِ الْيَتَامَى قُلْ إِصْلاحٌ لَهُمْ خَيْرٌ وَإِنْ تُخَالِطُوهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ الْمُفْسِدَ مِنَ الْمُصْلِحِ


Artinya, “Mereka menanyakan kepadamu (Nabi Muhammad) tentang anak-anak yatim. Katakanlah, ‘Memperbaiki keadaan mereka adalah baik!’ Dan jika kamu mempergauli mereka, maka mereka adalah saudara-saudaramu. Allah mengetahui orang yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan.” (QS Al-Baqarah [2]: 220).


Dua ayat ini serta beberapa ayat lainnya tidak membedakan antara anak yatim yang kaya dan yang tidak memiliki apa-apa. Hanya saja, jika seandainya dari mereka ada yang memiliki harta, maka jangan sampai harta itu diambil, dirusak, atau dimakan, namun harus dijaga untuk diserahkan kembali ketika mereka sudah baligh.


Menurut Syekh Mutawalli Sya’rawi, beberapa ayat Al-Qur’an yang tidak menyinggung antara anak yatim yang miskin dan kaya menunjukkan bahwa semua umat Islam memiliki kewajiban untuk merawat anak yatim, baik yang miskin maupun yang kaya. Sebab, kebutuhan anak yatim tidak hanya soal kebutuhan hidup saja, namun juga pendukung dan penyemangat yang bisa menggantikan posisi ayahnya yang sudah meninggal,


وَنَعْرِفُ أَنَّ الْيَتَامَى قَدْ لَا يَدْخُلُوْنَ فِي دَائِرَةِ الْمُحْتَاجِيْنَ لَكِنَّ الله يُنَبِّهُنَا إِلَى أَنَّ الْمَسْأَلَةَ فِي الْيَتِيْمِ لَيْسَتْ مَسْأَلَةَ احْتِيَاجٍ إِلَى الْاِقْتِيَاتِ، وَلَكِنَّهُ فِي حَاجَةٍ إِلىَ أَنْ نُعَوِّضَهُ بِالتَّكَافُلِ عَمَّا فَقدَهُ مِنَ الْأَبِ


Artinya, “Dan kita semua tahu bahwa anak-anak yatim terkadang tidak masuk dalam kategori orang-orang yang butuh, namun Allah memberikan peringatan kepada kita bahwa persoalan anak yatim tidak hanya tentang persoalan makanan saja, namun juga kebutuhan untuk menggantikan tanggung jawab setelah ditinggal pergi oleh ayahnya.” (Syekh Sya’rawi, Tafsir wa Khawathirul Qur’an al-Karim lisy Sya’rawi, [1997], juz I, halaman 591).


Lebih lanjut, ulama ahli tafsir kontemporer itu menjelaskan alasan di balik kewajiban merawat anak yatim, baik yang kaya maupun yang miskin, yaitu agar mereka tidak iri pada anak-anak sebayanya yang tidak yatim. Tanggung jawab dan empati dari setiap orang kepada mereka akan menjadikan mereka merasa bahwa hidupnya masih memiliki sandaran sebagai pengganti ayahnya,


وَذَلِكَ يَمْنَعُ عَنْهُ الْحِقْدُ عَلىَ الْأَطْفَالِ الَّذِيْنَ لَمْ يَمُتْ آبَاؤُهُمْ وَحِيْنَ يَجِدُ الْيَتِيْمُ أَنَّ كُلَّ الْمُؤْمِنِيْنَ آَبَاءٌ لَهُ فَيُشْعِرُ بِالتَّكَافُلِ


Artinya, “Dengan cara seperti itu, maka akan mencegah dirinya dari iri kepada anak-anak kecil yang tidak ditinggal wafat ayahnya. Dan ketika anak yatim tahu bahwa semua orang adalah (pengganti) ayahnya, maka ia akan merasa dirawat.”


Itulah hikmah diwajibkannya merawat dan menjaga anak yatim tanpa memandang status sosialnya menurut Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, yaitu agar mereka merasa bahwa hidupnya tidak sebatang kara di tengah-tengah banyaknya manusia. Semua manusia memiliki tanggung jawab untuk merawat dan menjaganya setelah ditinggal wafat oleh ayahnya. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.