Syariah

Wakalah bil Ujrah: Akad untuk Asuransi Syariah hingga E-commerce

Kamis, 23 Januari 2025 | 06:00 WIB

Wakalah bil Ujrah: Akad untuk Asuransi Syariah hingga E-commerce

E-commerce. Sumber: Canva/NU Online

Dalam kehidupan sehari-hari, interaksi dan kerja sama di antara individu maupun institusi sering kali membutuhkan sebuah mekanisme yang memungkinkan pelimpahan tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain. Konsep pelimpahan ini telah dikenal sejak masa lalu dalam tradisi Islam melalui akad wakalah. 

 

Akad ini tidak hanya mempermudah pelaksanaan tugas tertentu, tetapi juga menciptakan hubungan kepercayaan antara pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang diberi tugas (wakil). Dalam konteks terkini, wakalah berkembang lebih jauh dengan mengadopsi sistem pemberian imbalan atau upah, yang dikenal sebagai wakalah bil ujrah, menjadikannya relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.

 

Keberadaan wakalah bil ujrah sebagai salah satu bentuk akad dalam fikih Islam tidak hanya bersandar pada legitimasi syariah, tetapi juga memiliki aplikasi praktis dalam berbagai aspek kehidupan kontemporer. Sebagai contoh, akad ini banyak diterapkan dalam sektor keuangan syariah, perdagangan, dan layanan digital. 

 

Oleh karena itu, memahami definisi, dalil, dan syarat wakalah bil ujrah menjadi penting untuk memastikan keabsahan dan kelancaran penerapannya dalam berbagai bentuk transaksi modern yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

 

Pengertian dan Dalil Wakalah bil Ujrah

Wakalah secara definisi adalah pelimpahan suatu urusan oleh seseorang kepada orang lain yang sebenarnya dapat ia lakukan sendiri, namun ia serahkan untuk dilakukan orang lain (niyabah) selama ia masih hidup. Sedangkan ujrah berarti imbalan atas pekerjaan tertentu. Dalam istilah fiqih, wakalah bil ujrah adalah akad perwakilan di mana seorang wakil diberi kuasa untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan imbalan yang disepakati.

 

Legitimasi akad wakalah dengan sistem upah ini didasarkan pada tindakan Rasulullah saw yang pernah menunjuk para pemungut zakat sebagai wakil untuk mengumpulkan zakat, dan beliau memberikan upah kepada mereka sebagai imbalan atas pekerjaan tersebut. Sebagaimana dijelaskan Dr. Musthafa al-Khin, dkk:

 

الوكالة صحيحة سواء أجعل الموكِّل شيئاً مقابل ذلك أم لم يجعل. فقد ثبت أنه صلى الله عليه وسلم وكَّل ولم يعط شيئاً على العمل، كما أنه كان يوكِّل السُعاة بجمع الزكاة ويعطيهم على ذلك أجراً يجعله لهم مقابل عملهم

 

Artinya, “Akad wakalah (perwakilan) tetap sah, baik pihak yang mewakilkan (al-muwakkil) memberikan sesuatu sebagai imbalan maupun tidak memberikannya. Hal ini berdasarkan ketetapan bahwa Rasulullah ﷺ pernah menunjuk seseorang sebagai wakil tanpa memberikan imbalan atas pekerjaannya. Selain itu, beliau juga biasa menunjuk para pemungut zakat untuk mengumpulkan zakat, dan beliau memberikan upah kepada mereka sebagai imbalan atas pekerjaan tersebut.” (Al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], jilid VI, halaman 139). 

 

Syarat Wakalah bil Ujrah

Dari segi syarat dan rukun, wakalah bil ujrah sama dengan konsep wakalah pada umumnya yang harus memenuhi empat rukun, yaitu muwakkil, wakil, muwakkal fih, dan sighat. Hanya saja, jika akad wakalah dilakukan dengan sistem upah, maka besarnya upah harus ditentukan dengan jelas. Apabila upah tidak ditentukan dengan jelas, akad tersebut dianggap tidak sah. Meski demikian, wakil tetap berhak menerima upah yang layak (ujrah mitsil). Hal ini sebagaimana penjelasan Imam Al-Mawardi:

 

وقد ذكرنا أن الوكالة تجوز بجعل وبغير جعل ولا يصح الجعل إلا أن يكون معلوما، فلو قال: قد وكلتك في بيع هذا الثوب على أن جعلك عشر ثمنه أو من كل مائة درهم في ثمنه درهم لم يصح للجهل بمبلغ الثمن وله أجرة مثله

 

Artinya, “Kami telah menyebutkan bahwa akad wakalah (perwakilan) boleh dilakukan dengan imbalan (upah) atau tanpa imbalan. Namun, imbalan tersebut tidak sah kecuali jika telah ditentukan secara jelas. Misalnya, jika seseorang berkata: 'Saya menunjukmu sebagai wakil untuk menjual kain ini dengan imbalan sepuluh persen dari harganya' atau 'dari setiap seratus dirham dari harganya, kamu mendapatkan satu dirham,' maka akad tersebut tidak sah karena ketidakjelasan jumlah harga. Meski demikian, wakil tetap berhak mendapatkan upah yang layak sesuai dengan kebiasaan (upah standar untuk jasa serupa).” (Imam al-Mawardi, al-Hawil Kabir, [Beirut, Darul Kutub Ilmiyah: 1999], jilid VI, halaman 529).

 

Akad wakalah dengan sistem upah ini memiliki kesamaan hukum dengan akad ijarah. Dalam hal ini, wakil hanya berhak menerima imbalannya setelah menyelesaikan tugas yang diberikan dan menyerahkan hasilnya kepada pihak yang mewakilkan (muwakkil). Artinya, hak mendapatkan upah bergantung pada selesainya pekerjaan yang diminta. 

 

Contohnya praktisnya adalah jika seseorang mewakilkan dalam pembelian baju, maka wakil hanya berhak atas upah setelah baju yang diminta telah dibeli dan diserahkan kepada pihak yang memberikan tugas. Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan:

 

فإن كانت الوكالة بغير أجرة فهي معروف من الوكيل، وإذا كانت الوكالة بأجر أي (بجعل) فحكمها حكم الإجارات، فيستحق الوكيل الجُعْل بتسليم ما وكل فيه إلى الموكل إن كان مما يمكن تسليمه كثوب يخيطه، فمتى سلمه مخيطاً، فله الأجر. وإن وكل في بيع أوشراء أو حج استحق الأجر، إذا عمله، وإن لم يقبض الثمن في البيع

 

Artinya, “Jika akad wakalah dilakukan dengan imbalan (upah atau ujrah), maka hukumnya sama seperti akad ijarah (sewa jasa). Wakil berhak menerima imbalan tersebut setelah menyerahkan apa yang menjadi tugasnya kepada pihak yang mewakilkan (muwakkil), asalkan objek yang dimaksud bisa diserahkan. Misalnya, kain yang ditugaskan untuk dijahit; ketika wakil menyerahkannya dalam keadaan sudah dijahit, maka ia berhak mendapatkan upahnya.” (Al-Fiqhul Islami, [Damaskus, Darul Fikr: t.t.], jilid V, halaman 4058).


Dalam praktiknya, konsep wakalah bil ujrah banyak diterapkan pada berbagai transaksi terkini, seperti:

 

1. Asuransi Syariah

Dalam asuransi syariah, peserta menyerahkan tanggung jawab pengelolaan risiko kepada perusahaan asuransi dengan imbalan berupa ujrah atau biaya jasa. Perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil yang mengelola dana peserta sesuai dengan prinsip syariah.

 

2. Broker Properti atau Kendaraan

Dalam transaksi jual beli properti atau kendaraan, seorang pemilik rumah atau kendaraan dapat menunjuk broker untuk mencarikan pembeli. Sebagai imbalannya, broker mendapatkan komisi yang telah disepakati.

 

3. Platform E-commerce

Platform e-commerce yang bertindak sebagai perantara antara penjual dan pembeli juga mencerminkan konsep wakalah bil ujrah. Platform tersebut mengelola penjualan, memfasilitasi transaksi, dan menerima komisi atas layanan yang diberikan. 

 

Wakalah bil ujrah merupakan salah satu bentuk akad yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan tugas atau tanggung jawab dengan melibatkan imbalan sebagai bentuk penghargaan atas pekerjaan yang dilakukan. Akad ini tidak hanya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, tetapi juga menawarkan fleksibilitas yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.

 

Dengan pemahaman yang benar dan penerapan yang tepat, akad wakalah bil ujrah dapat menjadi salah satu instrumen penting dalam membangun ekonomi yang berlandaskan pada prinsip keadilan, kejujuran, dan keberlanjutan. Wallahu A’lam

 

Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura