Tafsir

Marahul Labid: Kitab Tafsir Al-Qur’an Cita Rasa Nusantara

Rab, 4 Januari 2023 | 08:00 WIB

Marahul Labid: Kitab Tafsir Al-Qur’an Cita Rasa Nusantara

Tafsir Munir atau Marahul Labid karya Syekh Nawawi Banten. (Photo: Ahmad Muntaha AM)

Seluruh umat Islam meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah swt sebagai sumber utama agama Islam. Tidak ada keraguan sedikit pun atasnya. Proses turunnya Al-Qur’an hampir 23 tahun, selama masa kenabian Rasulullah Saw.
 

 

Masa turunnya Al-Qur’an sangat singkat, kurang dari seperempat abad, sedangkan Al-Qur’an menjadi rujukan sampai Hari Kiamat. Sudah 14 abad al-Qur’an menjadi pedoman umat Islam. Ia yang diturunkan di Semenanjung Arab Saudi yang berbahasa Arab, sudah menyebar ke seluruh dunia. Awalnya tidak ada kesulitan bagi para sahabat dalam memahami al-Qur’an di masa Nabi, karena seluruh masalah umat dan agama bisa ditanyakan langsung kepada Nabi.

 

Islam berkembang, pemeluknya beraneka bangsa dan bahasa. Teks Al-Qur’an tetap sedangkan masalah yang dihadapi umat berubah dan berkembang. Para sarjana Al-Qur’an dibutuhkan untuk memahamkan pesan Al-Qur’an ke berbagai kalangan. Para mufasir berusaha membumikan pesan al-Qur’an agar bisa dipahami seluruh umat Muslim.
 

 

Salah satu tafsir modern adalah tafsir yang ditulis Syekh Nawawi—ulama Nusantara yang belajar dan hidup di Hijaz, Saudi Arabia—adalah Marāhul Labīd. Salah satu keistimewaan kitab ini karena penulisnya memiliki memori dan memahami konteks Nusantara ditambah jelajah intelektualitasnya mendunia. Tafsir yang sangat cocok bagi para pembaca dari Nusantara. Sangat membantu pembaca dalam memahami Kalam Tuhannya. 
 


Banyak pesantren di Indonesia yang menjadikan kitab tafsir ini sebagai wirid hariannya, dibaca sepanjang tahun, ketika khatam diulang untuk membacanya. Tuan Guru Sekumpul di Martapura biasa mengkaji kitab ini di majelisnya.

 

 

Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani

Dikenal dengan Syekh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi. Lahir di Tanara, Serang, Banten pada 1230 H/ 1813 M dan wafat di Ma’la, Makkah pada 25 Syawal 1314 H/ 1897 M, dalam usia 84 tahun. Julukan yang biasa disematkan kepada beliau Sayyid Ulama Hijaz. Guru beliau yang paling terkenal Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Ahmad Nawawi, Syekh Ahmad Zaini Dahlan, dan Syekh Muhammad Khatib Hanbali. Beberapa muridnya yang paling berpengaruh adalah KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Kholil Bangkalan.



Syekh Nawawi adalah ulama yang sangat produktif dan memiliki otoritas dalam beberapa cabang ilmu seperti tafsir, tasawuf, dan fiqih. Banyak karyanya yang mendunia seperti Marāqil ‘Ubūdiyah syarh atas karya Imam Al-Ghazali Bidāyatul Hidāyah, Qāmi’ut Thughyān, Qathrul Ghaits, ‘Uqūdul Lujjain, Nihāyatuz Zain, Nūruz Zhalām, Kāsyifātus Sajā, dan banyak lagi karyanya. Ini merupakan warisan ulama Nusantara untuk dunia.

 

 
Metode Tafsir yang Dikenalkan 

Tafsir yang ditulis Syekh Nawawi Banten Marāhul Labīd li Kasyf Ma'nāl Qur’ānil Majīd pada 1305 H dan diterbitkan di Mesir. Pada cetakan kedua tahun 1355 H berubah nama menjadi At-Tafsīrul Munīr li Ma`ālimit Tanzīl. Nama kedua ini lebih familiar di Indonesia. Ada kemungkinan judul kedua ini disematkan oleh penerbit. Secara bahasa marāh berarti datang dan pergi di sore hari untuk berkemas dan persiapan berangkat lagi; dan labīd berarti berkumpul mengitari sesuatu. Marāh labīd bisa diartikan sarang burung, sebagai tempat tinggal yang nyaman. Syekh Nawawi seolah ingin menjadikan tafsirnya sebagai rujukan dan tempat kembali bagi para Muslim untuk memahami Al-Qur’an.


 

Dalam mukadimah karyanya ia mengatakan bahwa tafsirnya merujuk pada tafsir otoritatif seperti Al-Futūhātul Ilāhiyah karya Imam Sulaiman bin Umar, Mafātīhul Ghaib karya Imam Fakhruddin Ar-Razi, As-Sirājul Munīr karya Imam Muhammad As-Syirbini, Tanwīrul Miqbās karya Imam Al-Fairuzzabadi, dan Tafsir Abi Sa’ud. Sebagian peneliti, seperti Mustamin meyakini ada pengaruh Tafsir Qurtubi, Tafsir Thabari, Tafsir Ibn Katsir, dan Dur Al-Mantsūr lis Suyuthi. (Aan Farhani, Metode Penafsiran Syekh Nawawi Al-Bantani Dalam Tafsir Marah Labid, Jurnal Tafsere UIN Alaudin Makassar, vol. 1 no. 1 Tahun 2013).

 

Penulisan Tafsir Munir berawal dari permintaan para kolega. Secara umum ia menggunakan metode tafsir ijmali, yaitu menjelaskan makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan mengemukakan makna umum, menjelaskan dengan ringkas menggunakan bahasa yang lebih populer agar mudah dimengerti. Terkadang Syekh Nawawi juga menggunakan metode tahlili, dengan mengupas makna ayat secara panjang lebar dan mendalam, metode ini sangat sedikit dipakai oleh Syekh Nawawi.

 


Ia berusaha menafsirkan dengan bahasa yang ringkas tapi tetap mencakup banyak hal. Syekh Nawawi Banten mengawali setiap surat dengan keterangan surat Makkiyah atau Madaniyah, menyebutkan jumlah ayat, kalimat, dan huruf seperti kitab Al-Siraj al-Munir. Diawali juga dengan asbābun nuzūl. Tapi pola seperti ini tidak selalu sama, terkadang ia memulai dengan mengupas i’rab-nya, kadang juga dengan mengutip Hadis untuk menjelaskan makna ayat. Sepertinya ia menggabungkan tafsir bir ra’yi dengan tafsir bil ma’tsur. Terkadang menjelaskan suatu ayat dengan ayat lainnya. Syekh Nawawi juga sering mengomentari perbedaan qira’at. Teknik interpretasi yang dilakukan Syekh Nawawi tidak hanya interpretasi tekstual, tapi juga interpretasi linguistik, sosio-historis, kultural, dan logis.

 

Marāhul Labīd adalah karya putra terbaik Indonesia berbahasa Arab. Buku ini cocok untuk pembaca Nusantara, karena kedalaman keilmuan penulis yang menguasai disiplin ilmu fikih, kalam, bahasa, juga tasawuf yang memberikan warna baru dalam khazanah tafsir modern. Tafsir ini memudahkan pembaca, dengan analisis yang singkat, padat, dan jelas. Pengalaman penulisnya sebagai orang yang lahir dan tumbuh di Nusantara juga ilmu pengetahuan dan pengalamannya tinggal di Hijaz, menjadikan tafsir ini lebih kosmopolitan, dan memiliki kesamaan konteks bagi para pembaca di Indonesia.

 

Ustadz Achmad Fathurrohman Rustandi, Pengasuh Pesantren Suciati Saliman
Sleman, DI Yogyakarta.