Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 219 : Menakar Manfaat serta Bahaya pada Miras dan Judi

Rab, 19 Juni 2024 | 17:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 219 : Menakar Manfaat serta Bahaya pada Miras dan Judi

Ilustrasi miras dan judi. (Foto:NU Online/Freepik)

Miras dan judi adalah dua hal yang dilarang dalam Islam, proses pengharaman keduanya berlangsung secara bertahap. Pertama kali Allah singgung pada Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 67 yang menyebutkan bahwa sakar sebagai minuman yang memabukkan masih memiliki indikasi sebagai rizki yang baik karena masih saat itu belum diharamkan. Selanjutnya, pada  surat Al-Baqarah ayat 219 ini Allah SWT kembali menyebutkan adanya manfaat lengkap dengan bahayanya. Allah berfirman:

 

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ  كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ

 

yas'alûnaka ‘anil-khamri wal-maisir, qul fîhimâ itsmung kabîruw wa manafi‘u lin-nâsi wa itsmuhumâ akbaru min-naf‘ihimâ, wa yas'alûnaka mâdzâ yunfiqûn, qulil-‘afw, kadzâlika yubayyinullâhu lakumul-âyâti la‘allakum tatafakkarûn

 

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir.” (QS Al-Baqarah [2] ayat 219)

 

Secara umum ayat ini berbicara tentang keharaman khamar yang hari ini dikenal dengan miras dan maisir yang saat ini disebut dengan judi. Menurut Al-Qurthubi, keduanya memiliki posisi yang sama, sehingga penyebutannya beriringan. Sebagaimana ia kemukakan: 

 

وَالْخَمْرُ مَاءُ الْعِنَبِ الَّذِيْ غَلَى أَوْ طُبِخَ. وَمَا خَامَرَ الْعَقْلَ مِنْ غَيْرِهِ فَهُوَ فِيْ حُكْمِهِ لِأَنَّ إِجْمَاعَ الْعُلَمَاءِ أَنَّ الْقِمَارَ كُلَّهُ حَرَامٌ. وَإِنَّمَا ذُكِرَ الْمَيْسِرُ مِنْ بَيْنِهِ، فَجُعِلَ كُلُّهُ قِيَاسًا عَلَى الْمَيْسِرِ

 

Artinya: “Miras adalah air anggur yang mendidih atau dimasak dan juga benda lain yang menutup akal dari selain anggur, maka termasuk dalam hukumnya. Oleh karena kesepakatan ulama' bahwa sesungguhnya pertaruhan semuanya adalah haram. Dan sesungguhnya penyebutan judi hanya terletak setelahnya. Kemudian khamar secara keseluruhan dijadikan kiyas atas judi.” (Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar al-Qurthubi, al-Jami' Li Ahkamil Qur'an, [Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006], Jilid III, hal. 434). 

 

Penyebutan secara beriringan ini lebih disebabkan karena sama-sama memiliki manfaat dan mudarat yang berdekatan. Menurut Al-Razi dalam tafsirnya, miras dan judi sama-sama memiliki manfaat secara ekonomi. Miras yang beredar melalui perdagangan jelas memiliki keuntungan secara ekonomi. Dan bahkan keuntungan yang yang lebih besar dengan brand dan cukai. Sebagaimana diungkapkan:

 

وَأَمَّا الْمَنَافِعُ الْمَذْكُوْرَةُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ فَمَنَافِعُ الْخَمْرِ أَنَّهُمْ كَانُوْا يَتَغَالَوْنَ بِهَا إِذَا جَلَبُوْهَا مِنَ النَّوَاحِي، وَكَانَ الْمُشْتَرِي إِذَا تَرَكَ الْمُمَاكَسَةِ فِي الثَّمَنِ كَانُوْا يُعِدُّوْنَ ذَلِكَ فَضِيْلَةً وَمَرْكَةً، فَكَانَ تُكْثِرُ أَرْبَاحَهُمْ بِذَلِكَ السَّبَبِ

 

Artinya: “Adapun manfaat-manfaat yang disebutkan pada firman-Nya [wa manafi'ul linnas] adalah sesungguhnya mereka saling menetapkan harga mahal ketika mendapatkannya dari berbagai penjuru daerah. Dan para pembeli ketika meninggalkan cukai pada harga, maka mereka menghitungnya sebagai kelebihan dan merk. Dengan sebab seperti inilah laba mereka semakin banyak.” 

 

Sedangkan manfaat dari judi pada zaman dahulu adalah memberikan peluang kepada orang yang memiliki hajat untuk memenuhinya. Sebagai benda yang dipertaruhkan adalah daging dan bagi pemenang taruhan tidak boleh mengambil daging tersebut akan tetapi membagi-bagikannya kepada orang yang memiliki hajat. Sebagaimana dijelaskan:

 

وَمِنْ مَنَافِعِ الْمَيْسِرِ التَّوْسِعَةُ عَلَى ذَوِي الْحَاجَةِ لِأَنَّ مَنْ قَمَرَ لَمْ يَأْكُلْ مِنَ الْجُزُوْرِ وَإِنَّمَا كَانَ يُفَرِّقُهُ فِيْ الْمُحْتَاجِيْنَ وَذَكَرَ الْوَاقِدِيُّ أَنَّ الْوَاحِدَ مِنْهُمْ كَانَ رُبَّمَا قَمَرَ فِي الْمَجْلِسِ الْوَاحِدِ مِائَةَ بَعِيْرٍ، فَيَحْصُلُ لَهُ مَالٌ مِنْ غَيْرِ كَدٍّ وَتَعَبٍ، ثُمَّ يُصْرِفُهُ إِلَى الْمُحْتَاجِيْنَ، فَيَكْتَسِبُ مِنْهُ الْمَدْحُ وَالثَّنَاءُ

 

Artinya: “Dan diantara manfaat judi adalah memberikan peluang pemenuhan bagi yang memiliki hajat karena sesungguhnya pemenang taruhan tidak memakan daging yang ia menangkan. Sesungguhnya mereka hanya membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Imam Al-Waqidi menyebutkan bahwa sesungguhnya salah seorang pemenang diantara mereka terkadang mempertaruhkan 100 onta dalam satu kesempatan kemudian dia menghasilkan harta tanpa susah dan payah. Lantas dia membagikannya kepada yang membutuhkan dan dia mendapatkan pujian dan sanjungan.” (Fakhruddin al-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Daar al-Fikr, 1981], Jilid III, hal. 50).

 

Bahaya terbesar pada miras adalah kerusakan pada diri seseorang, baik kerusakan secara jasmani maupun rohani. Kerusakan rohani adalah kerusakan pada akal pikiran dan sedangkan kerusakan jasmani adalah kerusakan pada fisiknya dan pada akhirnya mengakibatkan kematian mendadak. Muhammad Ali As-Shabuni mengungkapkan:

 

فَمِنْ مَضَارِّ الْخَمْرِ أَنَّهُ يُذْهِبُ الْعَقْلَ حَتَّى يَهْذِيَ الشَّارِبُ كَالْمَجْنُوْنِ وَيَفْقِدَ الْإِنْسَانُ صِحَّتَهُ وَيُخَرِّبَ عَلَيْهِ جِهَازَهُ الْهَضَمِيَّ فَيُحْدِثُ الْتِهَابَاتٍ فِي الْحَلْقِ وَتَقَرُّحَاتٍ فِي الْمَعِدَّةِ وَالْأَمْعَاءِ وَتِمْدَداً فِي الْكَبِدِ وَيُعِيْقُ دَوْرَةَ الدَّمِ وَقَدْ يُوْقِفُهَا فَيَمُوْتُ السِّكِّيْرُ فَجْأَةً

 

Artinya: “Diantara bahaya-bahaya miras, sesungguhnya ia dapat menghilangkan akal. Sehingga peminum miras berhalusinasi seperti orang gila. Manusia dapat kehilangan kesehatannya, merusak organ pencernaannya. Kemudian menyebabkan peradangan pada tenggorokan, pendarahan pada lambung dan usus, pembengkakan hati dan menghalangi peredaran darah serta terkadang menghentikannya dan pada akhirnya pemabuk mati mendadak.”

 

وَأَمَّا مَضَارُّ الْمَيْسِرِ فَلَيْسَتْ بِأَقَلَّ مِنْ مَضَارِّ الْخَمْرِ، فَهُوَ يُوْرِثُ الْعَدَاوَةَ وَاْلبَغْضَاءَ بَيْنَ اللَّاعِبِيْنَ، وَيَصُدُّ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ، وَيُفْسِدُ الْمُجْتَمَعَ بِتَعْوِيْدِ النَّاسِ عَلَى الْبَطَالَةِ وَالْكَسَلِ بِانْتِظَارِ الرِّبْحِ بِدُوْنِ كَدٍّ وَلَا تَعَبٍ، وَيَهْدِمُ الْأُسَرَ وَيُخَرِّبُ الْبُيُوْتَ

 

Artinya: “Dan adapun bahaya judi tidaklah lebih sedikit dari bahaya miras. Ia mengakibatkan permusuhan dan kemarah diantara para pemain serta memalingkan dari Allah dan shalat. Juga merusak masyarakat dengan membiasakan menganggur dan bermalas-malasan dengan menunggu laba tanpa susah dan paya. Selain itu juga merusak keluarga dan menghancurkan rumah.” (Muhammad Ali As-Shabuni, Rawa'iul Bayan Fi Tafsir Ayat Ahkamil Qur'an, [Damaskus: Maktabah al-Ghazali, 1980], Jilid 1, hal. 281).

 

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat dari miras dan judi memang ada tetapi bahaya yang diakibatkan dari keduanya tidaklah sebanding dengan dengan manfaat yang diterima. Kerusakan akal dan tubuh manusia tidak dapat diperbaiki dengan keuntungan secara materi. Pun demikian rusaknya keluarga dan masyarakat secara umum juga tidak dapat diperbaiki dengan uang hasil judi. Maka pantaslah Allah menyeru dengan kata-kata indah “fahal antum muntahun” (apakah kalian tidak mau berhenti?!). Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhammad Tantowi, Koordintor Ma'had MTsN 1 Jember.