Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 142: Perpindahan Arah Kiblat ke Masjidil Haram
NU Online · Jumat, 4 Oktober 2024 | 21:00 WIB
M Ryan Romadhon
Kolomnis
Al-Qur'an menyangkal pandangan orang-orang Yahudi yang mencela pergantian kiblat di masa Nabi Muhammad saw.
Setelah pada ayat yang lalu diceritakan perilaku kaum Yahudi pada masa itu secara umum, pada ayat 142 Allah menjelaskan sikap mereka dan juga orang musyrik terkait persoalan khusus, yaitu pengalihan kiblat shalat dari Baitul Maqdis di Palestina ke Ka'bah di Makkah.
Berikut adalah teks, transliterasi, terjemah dan kutipan beberapa tafsir ulama terhadap Surat Al-Baqarah ayat 142:
سَيَقُوْلُ السُّفَهَاۤءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلّٰىهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِيْ كَانُوْا عَلَيْهَاۗ قُلْ لِّلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُۗ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ١٤٢
Sayaqûlus-sufahâ'u minan-nâsi mâ wallâhum ‘ang qiblatihimullatî kânû ‘alaihâ, qul lillâhil-masyriqu wal-maghrib, yahdî may yasyâ'u ilâ shirâthim mustaqîm.
Artinya, “Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (kaum muslim) dari kiblat yang dahulu mereka (berkiblat) kepadanya?” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Milik Allahlah timur dan barat. Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk).” (QS Al-Baqarah: 142)
Munasabah
Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili, munasabah (korelasi) surat Al-Baqarah ayat 142 dengan ayat sebelumnya adalah bahwa Al-Qur'an masih terus menyangkal pandangan orang-orang Yahudi–meskipun pandangan ini juga dipegang kaum selain mereka (kaum musyrikin)–, misalnya pencelaan terhadap perpindahan kiblat dan penggantian hukum syariat (nasakh).
Ayat ini, lanjut Syekh Wahbah, dimulai dengan bantahan terhadap protes mereka dalam soal perpindahan kiblat sebelum terjadi dan ini menjadi mukjizat Nabi Muhammad saw. Allah mengajarkan hujah yang kuat kepada beliau dalam soal itu, agar siap menjawab ketika tiba-tiba diserang berbagai pertanyaan.
Ringkasan jawaban itu, masih menurut Syekh Wahbah, adalah bahwa semua arah adalah milik Allah. Satu arah tidak lebih istimewa dari arah lainnya, dan Allah berhak memerintahkan untuk menghadap ke arah mana pun yang dikehendaki-Nya, sedangkan manusia sebagai hamba harus melaksanakan perintah Tuhannya, sebagaimana firman-Nya:
وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِۗ ١١٥
Artinya, “Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.” (QS Al-Baqarah: 115). (At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991], jilid II, halaman 7).
Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 142
Syekh Wahbah Zuhaili memaparkan riwayat Imam Al-Bukhari dari Al-Barra’ mengenai sebab diturunkannya ayat 142:
روى البخاري عن البراء قال: لما قدم رسول الله ﷺ المدينة، فصلّى نحو بيت المقدس ستّة عشر شهرا أو سبعة عشر شهرا، وكان رسول الله ﷺ يحب أن يتوجه نحو الكعبة، فأنزل الله تعالى: قَدْ نَرى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّماءِ الآية [البقرة ١٤٤/ ٢]، فقال السفهاء من الناس وهم اليهود: ما وَلاّهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كانُوا عَلَيْها، قال الله تعالى: قُلْ لِلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ الآية
Artinya, "Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Al-Bara', katanya, “Tatkala tiba di Madinah, Rasulullah saw menunaikan shalat dengan menghadap ke arah Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan, sementara beliau ingin menghadap ke arah Ka'bah. Lalu Allah swt menurunkan firman-Nya, "Kami melihat wajahmu (Muhammad) menengadah ke langit..." (Al-Baqarah: 144).
Para Sufaha', yakni kaum Yahudi, lantas berkata, 'Apa yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Lalu Allah berfirman, "Katakanlah: ‘Kepunyaan Allah-lah arah timur dan barat.’" (II/6).
Tafsir Al-Qurthubi
Imam Al-Qurthubi mengatakan, frasa سَيَقُوْلُ (akan berkata) mengandung makna, قال (telah berkata). Dalam hal ini, menurutnya Allah menjadikan sesuatu yang akan terjadi di masa depan sebagai sesuatu yang telah terjadi di masa yang lalu, guna menunjukan bahwa sesuatu itu kekal, dan bahwa mereka akan terus-menerus mengemukakan perkataan itu.
Mengutip pendapat Mujahid, yang dimaksud frasa السُّفَهَاۤءُ (orang-orang yang kurang akal) pada ayat ini adalah orang-orang Yahudi yang berada di Madinah. Sedangkan menurut As-Sudi, yang dimaksud dari frasa السُّفَهَاۤءُ adalah orang-orang munafik. Adapun menurut Az-Zujaj, yang dimaksud adalah orang kafir Quraisy ketika mereka mengingkari pemindahan kiblat.
Menurut Imam Al-Qurthubi, dalam frasa قُلْ لِّلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُۗ terdapat argumentasi dari Allah swt. Adapun maksudnya kira-kira begini:
“Dia lah yang memiliki arah Timur dan Barat, dan apa yang ada di antara keduanya. Karena itu, Dia berhak untuk memerintahkan menghadap ke amanapun Dia suka.”
Sedangkan dalam frasa يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ terdapat isyarat terhadap hidayah yang Allah berikan kepada umat ini, yakni agar mereka menghadap ke kiblat Nabi Ibrahim as. (Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah: 1964], jilid. II, halaman 147-153).
Waktu Pemindahan Kiblat
Imam Al-Qurthubi mengatakan, terjadi silang pendapat tentang waktu pemindahan kiblat setelah Nabi Muhammad saw tiba di Madinah. Menurut satu pendapat, kiblat dipindahkan 16 atau 17 bulan setelah beliau hijrah di Madinah.
Hal ini sesuai riwayat dalam kitab Shahih Al-Bukhari yang juga diriwayatkan oleh Imam Ad-Daraquthni dari Al-Barra’. Al-Barra’ berkata:
صَلَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ بعد قُدُومِهِ الْمَدِينَةَ سِتَّةَ عَشَرَ شَهْرًا نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، ثُمَّ عَلِمَ اللَّهُ هَوَى نَبِيِّهِ فَنَزَلَتْ: قَدْ نَرى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّماءِ الْآيَةَ
Artinya, “Kami shalat bersama Nabi Muhammad saw setelah beliau tiba di Madinah selama 16 bulan seraya menghadap Baitul Maqdis. Setelah itu, Allah mengetahui keinginan Nabi-Nya, sehingga turunlah ayat: قَدْ نَرى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّماءِ."
Dalam riwayat tersebut dinyatakan tanpa keraguan, 16 bulan.
Malik meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id, dari Sa’id bin Musayyib, bahwa pemindahan kiblat itu terjadi dua bulan sebelum perang Badar.
Ibrahim bin Ishak berkata, “Peristiwa itu terjadi pada bulan Rajab tahun kedua Hijriah.”
Abu Hatim Al-Busti berkata:
“Kaum Muslim shalat seraya menghadap Baitul Maqdis selama tujuh belas bulan tiga hari. Hal itu disebabkan karena beliau saw. tiba di Madinah pada hari Senin tanggal dua belas Rabi’ul Awal, sementara Allah memerintahkan beliau untuk menghadap kiblat pada hari Selasa, pada pertengahan bulan Sya’ban.” (II/149-150).
Kiblat Pertama, Ka’bah atau Baitul Maqdis?
Menurut Imam Al-Qurthubi, ulama juga berbeda pendapat ketika shalat pertama kali diwajibkan kepada Nabi Muhammad saw di Makkah, apakah shalat menghadap ke Baitul Maqdis atau ke Makkah? Dalam hal ini ada dua pendapat:
- Sekelompok ulama berkata, “Ketika pertama kali shalat diwajibkan kepada Nabi saw. beliau menghadap ke Baitul Maqdis, juga (saat beliau berada) di Madinah selama tujuh belas bulan. Setelah itu, Allah memalingkan beliau ke Ka'bah.” Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Abbas.
- Sekelompok lain berkata, “Shalat yang pertama diwajibkan kepada beliau adalah menghadap Ka'bah. Beliau senantiasa melaksanakan shalat dengan menghadap Ka'bah selama beliau berada di Makkah, tak ubahnya shalat Nabi Ibrahim dan Isma'il. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau shalat dengan menghadap ke Baitul Maqdis, selama enam belas atau tujuh belas bulan. Hal ini masih diperdebatkan. Setelah itu, Allah memalingkan beliau ke Ka'bah.”
Abu Amru berkata, “Menurut saya, pendapat ini merupakan pendapat yang paling shahih di antara kedua pendapat (tersebut).”
Selain Abu Amru berkata, “Itu lantaran ketika tiba di Madinah, Nabi saw ingin mernbina hubungan kasih sayang dengan orang-orang Yahudi, sehingga beliau pun menghadap ke kiblat mereka. Tujuannya adalah agar tindakan tersebut lebih memikat mereka. Namun tatkala keingkaran mereka semakin jelas, bahkan (keimanan) mereka pun sulit diharapkan, maka beliau pun ingin kembali menghadap kiblat. Oleh karena itulah beliau memandang langit. Di lain pihak, beliau sangat mencintai Ka'bah, karena Ka'bah adalah kiblat Ibrahim.” Ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Menurut satu pendapat lain, karena Ka'bah lebih memikat orang-orang Arab untuk memeluk agama Islam. Menurut pendapat yang lain, hal itu bertujuan untuk membedakan diri dari orang-orang Yahudi. Keterangan ini diriwayatkan dari Mujahid. (II/150).
At-Tafsirul Munir
Syekh Wahbah Zuhaili mengatakan, iman yang hakiki atau penyerahan diri seutuhnya kepada Allah menuntut kepatuhan kepada perintah-perintah Allah dan ketundukan kepada kehendak dan pilihan-Nya.
Jika Allah memerintahkan menghadap dalam shalat ke suatu arah tertentu kemudian Dia memerintahkan beralih ke arah lain, seorang mukmin akan melaksanakan perintah itu bulat-bulat, tak akan muncul keraguan sedikit pun dalam hatinya terhadap perinah-perintah Allah dan ia tak akan berkomentar atasnya.
Sebab, semua arah adalah kepunyaan Allah, seluruh penjuru bumi ini berada dalam kekuasaan-Nya. Sedangkan yang diperhatikan tidak lain adalah dalam pemusatan tujuan dan penghadapan kepada Allah swt dan Allah berhak memerintahkan menghadap ke arah mana pun yang dikehendaki-Nya. Jadi, orang-orang bodoh dan lemah akal serta lemah iman itu sebetulnya tidak perlu berkomentar atas pengalihan kiblat orang-orang beriman dari Syam ke Ka'bah.
Pemindahan kiblat ini, masih menurut Syekh Wahbah, terjadi setelah hijrahnya Rasulullah saw ke Madinah. Menurut riwayat dalam Shahih Al-Bukhari, kiblat dialihkan 16 atau 17 bulan setelah hijrah, dan ini terjadi–menurut Sa'id ibnul Musayyab–dua bulan sebelum terjadinya Perang Badar. Tepatnya, pengalihan kiblat terjadi pada bulan Rajab tahun 2 H.
Lebih jauh menurut Syekh Wahbah, ayat-ayat ini menunjukkan bahwa di dalam hukum-hukum dan kitab Allah swt ada nasikh dan mansukh, dan ini adalah ijma' umat Islam, kecuali sejumlah kecil di antara mereka.
Para ulama berijma’ bahwa kiblat adalah perkara yang pertama kali dinasakh dalam Al-Qur'an, dan bahwa kiblat–menurut salah satu dari dua pendapat–dinasakh dua kali. (Az-Zuhaili, II/12-13).
Dari paparan di atas dapat kita mengerti, surat Al-Baqarah ayat 142 mengandung bahasan perihal sikap orang Yahudi kala itu dan juga orang musyrik terkait persoalan khusus, yaitu pengalihan kiblat shalat dari Baitul Maqdis di Palestina ke Ka'bah di Makkah. Wallahu a'lam.
Ustadz M Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Jawa Tengah.
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
5
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
6
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
Terkini
Lihat Semua