
Rasulullah saw menyinggung kaitan keimanan kepada Allah serta hari akhir dan akhlak yang baik terhadap tamu dan tetangga.
Alhafiz Kurniawan
Penulis
Pada banyak hadits keimanan dan akhlak terpuji dikaitkan erat sedemikian rupa. Keimanan dan akhlak mulia disandingkan begitu dekat sehingga keduanya tidak terpisahkan. Kemuliaan akhlak seseorang bahkan menjadi ukuran kualitas keimanan seseorang.
Pada sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,
فقال صلى الله عليه وسلم أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم أخلاقا
Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Orang yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya,’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz III, halaman 74).
Baca Juga
Indahnya Akhlak Nabi SAW
Pada banyak hadits, Rasulullah saw menyinggung kaitan keimanan kepada Allah serta hari akhir dan akhlak yang baik terhadap tamu dan tetangga. Pada sebuah hadits, Rasulullah saw menghubungkan keimanan kepada Allah dan pengendalian ucapan agar tidak menyakiti orang yang mendengar.
Orang yang beriman dan ahli ibadah dituntut untuk memperbaiki akhlaknya. Sahabat Anas bin Malik ra mengatakan, akhlak seseorang dapat menentukan derajat dan nasibnya kelak di akhirat.
وقال أنس بن مالك إن العبد ليبلغ بحسن خلقه أعلى درجة في الجنة وهو غير عابد ويبلغ بسوء خلقه أسفل درك في جهنم وهو عابد
Artinya, “Sahabat Anas bin Malik ra mengatakan, ‘Seseorang dapat mencapai derajat tertinggi di surga dengan kebaikan akhlaknya meski bukan ahli ibadah. Sebaliknya, seseorang dapat terjatuh pada lapisan terbawah neraka jahannam karena keburukan akhlaknya meski ia ahli ibadah,’” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/56).
Demikian juga dalam pergaulan sehari-hari. Kita lebih merasa nyaman bergaul dengan orang yang mulia akhlaknya daripada orang yang buruk akhlaknya. Fudhail lebih menyukai bergaul dengan orang yang mulia akhlaknya meski bukan ahli ibadah, atau bahkan seorang pendosa.
وقال الفضيل لأن يصحبني فاجر حسن الخلق أحب إلي من أن يصحبني عابد سيي الخلق
Artinya, “Fudhail mengatakan, ‘Persahabatan dengan pendosa yang bagus akhlaknya lebih kusukai daripada bergaul dengan ahli ibadah yang buruk akhlaknya,’” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/56).
Tentu saja keterangan di atas ini bukan menganggap percuma ibadah tanpa akhlak yang baik. Keterangan ini menyarankan kepada siapa saja baik ahli ibadah maupun bukan untuk berakhlak mulia. Adapun idealnya tentu saja seseorang menjadi ahli ibadah tetapi juga berakhlak mulia. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
Khutbah Idul Fitri 1446 H: Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi
2
Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri, Istri, Anak, Keluarga, hingga Orang Lain, Dilengkapi Latin dan Terjemah
3
Habis RUU TNI Terbitlah RUU Polri, Gerakan Rakyat Diprediksi akan Makin Masif
4
Kultum Ramadhan: Mari Perbanyak Istighfar dan Memohon Ampun
5
Fatwa Larangan Buku Ahmet T. Kuru di Malaysia, Bukti Nyata Otoritarianisme Ulama-Negara?
6
Gus Dur Berhasil Perkuat Supremasi Sipil, Kini TNI/Polri Bebas di Ranah Sipil
Terkini
Lihat Semua