Meneladan Rasulullah: Empat Prinsip Utama untuk Membentuk Karakter Anak Sejak Dini
Senin, 12 Mei 2025 | 12:00 WIB
Rasulullah SAW adalah teladan abadi yang tak pernah habis untuk dikaji, sekalipun sepanjang hayat kita dedikasikan untuk mempelajarinya. Dari setiap aspek kehidupan beliau, tersimpan nilai-nilai kebaikan yang relevan lintas zaman, menjadi pedoman bagi umat manusia.
Dalam aspek spiritual, Rasulullah menunjukkan hubungan mendalam dengan Allah SWT melalui ketekunan ibadah, keikhlasan hati, dan kesabaran luar biasa saat menghadapi ujian hidup. Dalam ranah sosial, beliau tampil sebagai sosok yang lemah lembut, adil, dan penuh toleransi, merangkul semua kalangan tanpa memandang status atau latar belakang.
Sebagai pemimpin, Rasulullah SAW mempersembahkan teladan kepemimpinan yang penuh empati, bijaksana dalam mengambil keputusan, dan selalu mengutamakan musyawarah. Dengan segala keutamaan ini, beliau adalah panutan ideal untuk diteladani. Allah SWT sendiri berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.”
Terlepas dari berbagai aspek sebelumnya, ternyata Rasulullah SAW juga memberikan pengajaran kepada umatnya tentang prinsip dasar yang perlu kita tanamkan kepada anak. Apa saja? Simak tulisan ini sampai selesai.
1. Menanamkan Nilai-Nilai Tauhid
Dalam menanamkan nilai tauhid atau pengesaan Allah, Rasulullah SAW mengajarkan untuk memulainya dengan memperkenalkan anak pada pengetahuan tentang Tuhan secara sederhana. Salah satu caranya adalah melalui pembiasaan mengucapkan kalimat tahlil, yaitu Laa ilaha illa Allah. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِفْتَحُوْا عَلَى صِبْيَانِكُمْ أَوَّلَ كَلِمَةٍ بِلَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ
Artinya: Dari Ibnu Abbas, dari Nabi Muhammad Saw, ia bersabda: “Ajarkanlah kepada anak-anak kalian kalimat pertama, dengan mengucapkan, ‘Laa ilaha illa Allah’.” (HR. Al-Baihaqi)
Setelah itu, kita dapat mengajarkan anak tentang tauhid melalui praktik atau materi yang lebih mendalam. Misalnya, mengajarkan bahwa jika kita menjaga syariat Allah, maka Allah akan melindungi kita; atau saat menghadapi kesulitan, kita harus memohon pertolongan hanya kepada Allah. Selain itu, ajarkan pula bahwa segala yang terjadi di alam semesta adalah ketetapan Allah.
Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, bersumber dari Ibnu Abbas juga:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَقَالَ: يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ، اِحْفَظِ اللّٰهَ يَحْفَظْكَ، اِحْفَظِ اللّٰهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللّٰهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللّٰهِ وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ، لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللّٰهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللّٰهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ
Artinya: Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Pada suatu hari aku berada tepat di belakang Rasulullah SAW. Lantas beliau bersabda: “Wahai anak, sungguh aku akan mengajarkan kepada kalian beberapa kalimat: 1) Jagalah (syariat) Allah, maka Dia akan menjagamu, 2) jagalah Allah, maka kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu, 3) apabila kamu memohon, memohonlah kepada Allah, dan 4) apabila kamu meminta sesuatu, maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah, jika umat manusia berkumpul untuk memberikan kemanfaatan kepadamu dengan sesuatu, maka kemanfaatan itu tiada berguna kecuali dengan apa yang telah Allah tetapkan atasmu. Begitu pula jika umat manusia berkumpul untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, maka tiada mampu mereka mencelakakanmu kecuali atas ketetapan Allah. Pena-pena telah terangkat dan lembaran (takdir) telah kering.” (HR. Tirmidzi)
2. Menanamkan Nilai-nilai Tata Krama
Selanjutnya, prinsip dasar yang perlu ditanamkan kepada anak adalah tata krama atau akhlak mulia. Untuk memulainya, kita tidak perlu menggunakan materi yang rumit. Cukup dengan pendekatan aktivitas sehari-hari, seperti mengajarkan anak untuk mengucapkan salam saat masuk rumah atau sepulang bermain.
Nilai ini diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW melalui hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Anas RA:
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَا بُنَيَّ، إِذَا دَخَلْتَ عَلَى أَهْلِكَ، فَسَلِّمْ، يَكُنْ بَرَكَةً عَلَيْكَ وَعَلَى أهْلِ بَيْتِكَ
Artinya: Dari Anas RA, ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda kepadaku: “Wahai anakku, apabila kamu masuk ke keluargamu, maka ucapkanlah salam. Niscaya (dengan salam itu) kamu akan memperoleh keberkahan, begitu juga dengan keluargamu.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam konteks kekinian, menanamkan nilai tata krama melalui salam dapat diartikan sebagai bentuk tegur sapa anak kepada orang tua atau anggota keluarga. Dengan demikian, anak belajar menunjukkan sikap hormat, perhatian, dan kepedulian dalam hubungan sehari-hari.
Selain salam, Rasulullah SAW juga mengajarkan tata krama kepada anak melalui adab meminta izin dalam aktivitas tertentu, seperti meminjam barang atau memasuki rumah orang lain. Dalam sebuah hadits, diceritakan bahwa sahabat Anas RA pernah ditegur Rasulullah SAW karena masuk rumah tanpa izin. Keesokan harinya, beliau menegur Anas untuk mengajarkan adab tersebut.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: كُنْتُ خَادِمًا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَكُنْتُ أَدْخُلُ بِغَيْرِ اسْتِئْذَانٍ فَجِئْتُ يَوْمًا فَقَالَ: كَمَا أَنْتَ يَا بُنَيَّ فَإِنَّهُ قَدْ حَدَثَ بَعْدَكَ أَمْرٌ لَا تَدْخُلَنَّ إِلَّا بِإِذْنٍ
Artinya: Dari Anas RA, ia berkata: Aku pernah menjadi pembantu Nabi Muhammad Saw. Kemudian aku pernah masuk tanpa meminta izin. Tatkala aku datang pada hari berikutnya, Nabi bersabda: “Tetaplah di tempatmu, wahai anakku. Sungguh telah terjadi suatu perkara setelahmu. Maka (selanjutnya) janganlah sekali-kali masuk tanpa izin.” (HR. Bukhari)
3. Menanamkan Nilai Kejujuran
Kejujuran merupakan sifat terpuji yang membawa banyak manfaat. Jika diajarkan kepada anak sejak dini, nilai ini akan melekat hingga dewasa. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa sebelum menanamkan kejujuran secara langsung, orang tua harus terlebih dahulu membiasakan diri berperilaku jujur.
Orang tua perlu mengedepankan kejujuran dalam tutur kata dan tindakan saat berinteraksi dengan anak. Sebab, jika kebohongan menjadi kebiasaan orang tua, anak cenderung menirunya. Bahkan jika anak tidak meniru, orang tua tetap berdosa karena berbohong. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, di mana Rasulullah SAW menegur ibu dari Abdullah bin Amir karena berpotensi berbohong kepada anaknya.
عَنْ عَبْدِ اللّٰهِ بْنِ عَامِرٍ أَنَّهُ قَالَ: أَتَانَا رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِنَا وَأَنَا صَبِيٌّ، قَالَ: فَذَهَبْتُ أَخْرُجُ لِأَلْعَبَ، فَقَالَتْ أُمِّي: يَا عَبْدَ اللّٰهِ تَعَالَ أُعْطِكَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَمَا أَرَدْتِ أَنْ تُعْطِيَهُ قَالَتْ: أُعْطِيْهِ تَمْرًا. قَالَ: فَقَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّهُٰ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا إِنَّكِ لَوْ لَمْ تَفْعَلِي كُتِبَتْ عَلَيْكِ كَذْبَةٌ
Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amir, ia berkata: “Rasulullah Saw pernah datang ke rumah kami, ketika itu aku masih anak kecil. Maka pada masa tersebut, aku hendak keluar untuk bermain.” Kemudian ibuku berkata: “Wahai Abdullah, kemarilah! Aku hendak memberimu sesuatu.” Rasulullah menyahut dengan bertanya: “Apa benda yang hendak kau berikan kepadanya?” Ibuku menjawab: “Aku hendak memberikannya buah kurma.” Lalu Rasulullah menjawab: “Sungguh, jika engkau tidak melakukannya, maka akan dicatat bagimu satu (dosa) kebohongan.” (HR. Ahmad)
Mengapa orang tua perlu menanamkan kejujuran pada anak? Kejujuran adalah pilar integritas yang sangat berharga. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang menjunjung kejujuran akan terbentuk menjadi pribadi berakhlak mulia. Ketika dewasa, ia akan siap memikul amanah dan tanggung jawab yang lebih besar. Oleh karena itu, peran orang tua dalam menanamkan nilai ini sangatlah krusial.
4. Menanamkan Pembiasaan Menjalankan Ibadah Wajib
Setelah menanamkan tiga nilai sebelumnya, prinsip dasar berikutnya yang perlu diajarkan kepada anak adalah kebiasaan menjalankan ibadah wajib. Prinsip ini sangat penting sebagai pondasi untuk membentuk anak menjadi pribadi bertakwa di masa depan.
Dalam menanamkan kebiasaan menjalankan syariat, Rasulullah SAW mengajarkan kepada orang tua untuk mulai mengenalkan shalat kepada anak sejak usia tujuh tahun. Jika anak belum melaksanakannya pada usia sepuluh tahun, orang tua diperbolehkan menegurnya dengan cara mendidik yang sesuai. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdul Malik:
عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرُوْا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
Artinya: Dari Abdul Malik bin Ar-Rabi’ bin Sabrah, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata: Nabi Muhammad Saw bersabda: “Perintahkanlah anak untuk sholat, apabila telah memasuki usia tujuh tahun. Dan jika mereka telah berusia sepuluh tahun, maka pukullah.” (HR. Abu Dawud)
Itulah empat prinsip dasar yang perlu ditanamkan pada anak sejak dini: tauhid, tata krama, kejujuran, dan kebiasaan beribadah. Keempatnya menjadi pondasi kokoh bagi anak dalam menjalani kehidupan di dunia. Peran orang tua dalam mendidik anak sangatlah penting, sehingga kita harus senantiasa hadir mendampingi tumbuh kembang mereka.
Dari perjalanan Rasulullah SAW dalam mendidik anak, kita dapat memetik pelajaran berharga. Pertama, tauhid adalah nilai utama yang harus diintroduksi sejak awal. Melalui tauhid, anak memahami keberadaan Allah dan tujuan penciptaannya. Kedua, tata krama atau akhlak mulia, yang relevan di setiap zaman dan tempat. Sopan santun mencerminkan keagungan manusia sebagai makhluk beradab. Ketiga, kejujuran, sebuah nilai krusial yang mengarahkan anak menuju kebaikan dan menjauhkannya dari kehancuran. Keempat, kebiasaan menjalankan ibadah wajib, yang membentuk anak menjadi pribadi bertakwa dan menyadari bahwa hidup sejatinya adalah untuk beribadah kepada Allah.
Pelajaran dari Rasulullah SAW ini adalah pedoman yang dapat kita jadikan acuan. Dalam penerapannya, kita dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing. Wallahu a’lam bisshawab.
Ustadz Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman