Nikah/Keluarga

4 Tips Membangun Keluarga Harmonis menurut Imam Al-Ghazali

Sabtu, 9 Agustus 2025 | 09:00 WIB

4 Tips Membangun Keluarga Harmonis menurut Imam Al-Ghazali

Ilustrasi suami istri. (Foto: NU Online/Freepik)

Hakikat sebuah pernikahan tidak lain bertujuan untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Oleh karena itu, Islam hadir dan membuat seperangkat hukum dan etika yang berkaitan dengan pernikahan demi terwujudnya tujuan tersebut.

 

Sebuah keluarga itu bisa diibaratkan seperti perahu yang tidak jarang diterpa badai, sehingga dapat menyebabkan tenggelam bila juru mudinya tidak punya keahlian dalam menyelamatkannya. Pasalnya, menjalani kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan dengan mulus dari hambatan-hambatan dan persoalan demi persoalan muncul silih berganti.

 

Bagi pasangan suami istri, memiliki rumah tangga yang nyaman, tenteram, dan harmonis merupakan dambaan. Namun, dalam perjalanannya sering kali diuji dengan perselisihan dan pertengkaran yang terkadang tidak dapat dihindari. Untuk menghadapi situasi tersebut, ada 5 tips dan nasihat ulama yang dapat dilakukan oleh pasangan suami istri agar rumah tangga senantiasa diliputi ketenangan dan kedamaian. Berikut adalah beberapa diantaranya:

 

1. Saling menghormati dan menyayangi

Saling menghormati dan menyayangi merupakan fondasi dalam sebuah rumah tangga. Hal ini bisa  disebut sebagai mu'asyarah bil ma'ruf atau "bergaul dengan cara yang baik". Menurut Imam Al-Ghazali, suami-istri harus memperlakukan satu sama lain dengan akhlak terbaik. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 19:

 

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ

 

Artinya: “Pergaulilah mereka dengan cara yang patut.”

 

Lebih jauh, Al-Ghazali juga menekankan pentingnya sikap suami dan istri untuk saling memperlakukan pasangannya dengan akhlak yang mulia. Bagi suami, harus memperlakukan istrinya dengan bijak, dan menerima apa adanya. Bagi istri, harus menghormati suami, menjaga kehormatan keluarga, dan patuh terhadap perintahnya selama tidak bertentangan dengan syariat. Al-Ghazali menjelaskan:

 

الْأَدَبُ الثَّانِي حُسْنُ الْخُلُقِ مَعَهُنَّ وَاحْتِمَالُ الْأَذَى منهن ترحمًا عليهن

 

Artinya: “Adab yang kedua: suami harus bersikap dan berakhlak baik terhadap istrinya, memiliki kesabaran saat istri marah, dan saat menderita sakit.” (Imam Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: tt], jilid. II, hlm. 42)

 

2. Saling Memahami dan menerima kekurangan

Sebagaimana diketahui bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, penting bagi setiap pasangan untuk memahami dan menerima kekurangan satu sama lain. Imam Al-Ghazali menasihati agar seorang suami hendaknya bersabar dan tidak tergesa-gesa menceraikan istrinya jika menemukan sifat yang tidak disukai. 

 

Sebaliknya, ia harus menimbang-nimbang dan mengingat kebaikan-kebaikan lain dari pasangannya. Sikap saling menerima ini sangat penting untuk menghindari perdebatan yang sia-sia dan menguatkan ikatan batin. Sang suami tidak boleh langsung marah ketika cemburu dan juga tidak boleh berprasangka buruk kepada istrinya.

 

Artinya, suami istri mesti fokus pada kebaikan dan sisi positif yang ada dalam diri pasangannya, bukan melihat pada sisi kekurangannya. Selain itu, mesti menghindari prasangka buruk dan kecurigaan berlebihan yang bisa merusak kepercayaan. Dengan saling menerima, ikatan batin kalian akan semakin kuat. Imam Al-Ghazali menjelaskan:

 

الْخَامِسُ الِاعْتِدَالُ فِي الْغَيْرَةِ وَهُوَ أَنْ لا يتغافل عن مبادي الْأُمُورِ الَّتِي تُخْشَى غَوَائِلُهَا وَلَا يُبَالِغَ فِي إِسَاءَةِ الظَّنِّ وَالتَّعَنُّتِ وَتَجَسُّسِ الْبَوَاطِنِ

 

Artinya: “Adab yang kelima: bersikap wajar dalam keadaan marah atau ketika sedang cemburu. Jangan memulai berprasangka terhadap hal-hal yang tidak diketahui (rahasia) tentang wanita.” (Ihya' Ulumiddin, jilid. II, hlm. 45)

 

3. Jujur dan Terbuka

Komunikasi dalam sebuah hubungan bisa diibaratkan seperti oksigen yang bisa menghidupkan suatu hubungan. Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya komunikasi yang lembut dan sopan. Bicara dengan kata-kata yang baik, hindari nada kasar, dan selalu mencari jalan tengah. 

 

Selain itu, tidak dianjurkan kaku dalam komunikasi. Sesekali, diperlukan juga canda dan tawa untuk mencairkan suasana dan melepas penat setelah seharian beraktivitas. Bercanda bisa bikin hati senang, dan ini penting untuk keharmonisan rumah tangga. Al-Ghazali menjelaskan:

 

الثَّالِثُ أَنْ يَزِيدَ عَلَى احْتِمَالِ الْأَذَى بِالْمُدَاعَبَةِ وَالْمَزْحِ وَالْمُلَاعَبَةِ فَهِيَ الَّتِي تُطَيِّبُ قُلُوبَ النِّسَاءِ

 

Artinya: “Adab yang ketiga: hendaklah bermain dan bercanda dengan istri (jangan mendiamkannya dalam waktu yang lama). Seorang suami hendaknya sering bermain dan bercanda dengan istri di samping menanggung semua beban penderitaan berupa kewajibannya. Sebab, semua itu terbukti mampu memberikan kesenangan kepada keduanya (suami dan istri).” (Ihya' Ulumiddin, jilid. II, hlm. 44)

 

4. Tidak berlebihan saat bercanda

Meskipun bercanda itu penting, Imam Al-Ghazali juga mengingatkan agar dibatasi dan tidak berlebihan. Bercanda yang kelewat batas bisa membuat pasangan kehilangan rasa hormat dan wibawa satu sama lain. Boleh bercanda tapi jangan sampai merusak akhlak atau melanggar norma. Suami perlu menjaga wibawa sebagai pemimpin keluarga dan jangan biarkan hal-hal yang salah jadi kebiasaan. Hal ini sebagaimana dijelaskkan oleh Al-Ghazali sebagai berikut:

 

الرابع أن لا يتبسط فِي الدُّعَابَةِ وَحُسْنِ الْخُلُقِ وَالْمُوَافَقَةِ بِاتِّبَاعِ هَوَاهَا إِلَى حَدٍّ يُفْسِدُ خُلُقَهَا وَيُسْقِطُ بِالْكُلِّيَّةِ هَيْبَتَهُ عِنْدَهَا بَلْ يُرَاعِي الِاعْتِدَالَ فِيهِ فَلَا يَدَعُ الْهَيْبَةَ وَالِانْقِبَاضَ مَهْمَا رَأَى مُنْكَرًا وَلَا يَفْتَحُ بَابَ الْمُسَاعَدَةِ عَلَى الْمُنْكَرَاتِ الْبَتَّةَ بَلْ مَهْمَا رَأَى مَا يُخَالِفُ الشَّرْعَ وَالْمُرُوءَةَ تَنَمَّرَ وَامْتَعَضَ

 

Artinya: “Adab yang keempat: jangan bercanda dengan istri secara berlebihan (melampaui batas yang diizinkan), sehingga akhlaknya menjadi rusak dan rasa segan serta hormat kepada suami menjadi hilang. Bercandalah secara wajar saja. Jangan meninggalkan tugas dan kewajiban sebagai suami, serta jangan meninggalkan kewibawaan saat melihat kemungkaran ada padanya.” (Ihya' Ulumiddin, jilid. II, hlm. 44)

 

Dari paparan di atas, dapat kita ketahui bahwa ada 4 tips agar rumah tangga menjadi nyaman dan tentram, di antaranya adalah saling menghormati dan menyayangi, memahami dan menerima kekurangan pasangan, komunikasi yang baik dan jujur, dan tidak bercanda secara berlebihan. Tentunya masih banyak nasihat para ulama lain agar rumah tangga menjadi nyaman dan tentram yang belum dapat terpapar pada kesempatan kali ini. Wallahu ‘alam.

 

Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.