Dalam aplikasi Tiktok beredar berbagai macam konten video yang menampilkan suami-istri memperlakukan pasangannya. Dengan caption “inilah caraku diratukan oleh suami” atau caption serupa yang isinya ialah memamerkan dinamika kehidupan rumah tangga. Alih-alih bersyukur dengan pasangan, beredarnya konten-konten tersebut seringkali membuat pasangan, terutama pihak istri, membanding-bandingkan kehidupan rumah tangganya dengan konten yang ada sehingga membuat pasangannya jengah.
Perlu dipahami bahwa dalam kehidupan berumah tangga tidak ada pasangan yang sempurna. Setiap pasangan pasti memiliki kekurangan masing-masing yang seharusnya disikapi dengan bijak, bukan malah membandingkannya dengan orang lain. Pasalnya, pernikahan merupakan ikatan perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalidza) yang tidak boleh dibuat main-main. Ada ikrar suci di antara kedua mempelai dan janji-janji suci yang sejak awal dijadikan komitmen untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Tentunya, pernikahan yang dijalani sudah melalui proses perkenalan dari masing-masing pihak, sehingga tidak selayaknya kehidupan rumah tangga sendiri malah dibanding-bandingkan dengan kehidupan rumah tangga orang lain. Dalam hal ini, setidaknya ada 6 tips menjadi pasangan yang harmonis dalam Islam, yaitu sebagaimana berikut:
1. Fokus pada kebaikan pasangan
Pernikahan merupakan ikatan suci antara dua insan yang telah memilih untuk berkomitmen membangun rumah tangga bersama. Maka, selayaknya bagi setiap pasangan untuk memperlakukan pasangannya dengan baik dengan cara fokus terhadap kebaikan yang dimiliki dan melengkapi setiap kekurangannya. Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 19:
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۚ
Artinya: “Pergaulilah mereka dengan cara yang patut”. (Qs. An-Nisa: 19)
Imam At-Thabari dalam kitab Jamiul Bayan an Takwilil Qur’an menjelaskan bahwa maksud dari petikan ayat di atas ialah perintah untuk fokus terhadap pasangan masing-masing dengan saling menyertai dan melengkapi satu sama lain. Simak penjelasan At-Thabari berikut:
وعاشروهن بالمعروف، وخالقوا، أيها الرجال، نساءكم وصاحبوهن "بالمعروف"، يعني بما أمرتكم به من المصاحبة
Artinya: “Pergaulilah mereka dengan cara yang patut, maksudnya ialah pergauliah istri-istri kalian dan sertailah mereka dengan cara yang patut, yakni sebagaimana yang telah Aku (Allah) perintahkan kepada kalian”. (Imam At-Thabari, Jamiul Bayan an Takwilil Qur’an, [Mekkah: Dar At-Turabiyah At-Turats, tt], juz VIII, hal 121).
Meski khitab lafaz di atas ditujukan kepada suami, namun lafaz yang digunakan ialah mu’asyarah yang memiliki makna ketersalingan. Dalam arti, penting bagi istri untuk memperlakukan suaminya dengan baik sebagaimana suami diperintahkan untuk memperlakukan istrinya dengan baik pula.
2. Memberikan Apresiasi
Agar hubungan rumah tangga tetap harmonis, selayaknya bagi pasangan suami-istri untuk belajar saling mengapreasi setiap usaha yang dilakukan oleh pasangannya. Meski terlihat remeh, namun hal kecil tersebut bisa menjadikan pasangan bahagia. Membahagiakan pasangan adalah termasuk perbuatan baik yang dianjurkan dalam Islam. Nabi Muhammad Saw bersabda:
خيركم خيركم لأهله
Artinya: “Sebaik-baiknya kalian adalah yang berbuat baik terhadap istrinya”. (HR. Tirmidzi)
3. Tidak membandingkan dengan orang lain
Untuk menguatkan ikatan cinta dan menjaga keharmonisan rumah tangga perlu bersyukur dari kedua belah pihak. Menjadi pasangan yang bersyukur bukan hanya membawa kebahagiaan pribadi tapi juga merupakan bentuk ibadah kepada Allah Swt.Allah Ta’ala berfirman:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (Qs. Ibrahim: 07).
4. Melatih kesabaran dalam hubungan
Dalam kehidupan rumah tangga pasti ada yang namanya permasalahan. Permasalahan yang muncul hendaknya diselesaikan dengan baik dan kepala dingin. Terlebih bagi pihak suami yang seharusnya memiliki kendali atas rumah tangga. Selayaknya menanamkan sifat welas asih dan sabar terhadap pasangannya sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. Simak penjelasan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin berikut:
واعلم أنه ليس حسن الخلق معها كف الأذى عنها, بل احتمال الأذى منها, والحلم عند طيشها وغضبها, اقتداء برسول الله صم
Artinya: “Ketahuilah, pekerti yang baik terhadap pasangan bukanlah hanya tidak menyakiti pasangan saja, namun juga menanggung rasa sakit darinya, bersikap welas asih terhadapnya saat ia marah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw.” (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Jeddah: Darul Minhaj, 2011], juz III, hal 175)
5. Rajin mendoakan pasangan
Tips selanjutnya agar menjadi pasangan yang harmonis ialah rajin mendoakan pasangan agar menjadi saleh/salehah, baik untuk dirinya sendiri, keluarganya, serta anak-anaknya. Dengan berdoa, seseorang mengakui bahwa ia adalah hamba-Nya yang tidak memiliki kuasa atas segala usaha untuk membangun rumah tangga yang harmonis.Allah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 74:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
Artinya: “Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Furqan: 74).
6. Menjalankan hak dan kewajiban
Tips terakhir, agar menjadi pasangan yang harmonis ialah melaksanakan hak dan kewajiban suami-istri dengan baik dan disertai dengan keikhlasan. Jangan sampai menyia-nyiakan tanggung jawab sebagai pasangan apalagi lari dari tanggung jawab. Sebab semuanya akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Simak penjelasan Al-Ghazali berikut:
وفي هذا أيضاً خطر لأنه راع ومسئول عن رعيته وقال صلى الله عليه وسلم كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يعول وروي أن الهارب من عياله بمنزلة العبد الهارب الآبق لا تقبل له صلاة ولا صيام حتى يرجع إليهم ومن يقصر عن القيام بحقهن وإن كان حاضراً فهو بمنزلة هارب
Artinya: “Dalam hal ini terdapat bahaya, sebab setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang ia pimpin. Rasulullah Saw bersabda: orang yang menyia-nyiakan keluarganya adalah orang yang berdosa. Diriwayatkan bahwa orang yang lari dari tanggung jawabnya terhadap keluarganya diibaratkan seorang budak yang kabur dari majikannya. Shalat dan puasanya tidak akan diterima hingga ia kembali menjalankan kewajibannya. Orang yang tidak bertanggung jawab terhadap hak-hak pasangannya meski ia nampak dan memiliki wujud maka ia diibaratkan seorang budak yang lari dari majikannya. (Al-Ghazali, III/hal 141).
Kesimpulannya, mencari pasangan yang sempurna, membanding-bandingkannya dengan orang lain adalah bentuk penghianatan terhadap janji suci pernikahan yang telah terpatri. Seyogyanya umat Islam untuk selalu fokus terhadap pasangannya yang telah berikrar menjalani kehidupan rumah tangga bersama.
Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek dan Mahad Aly Jakarta.