Sirah Nabawiyah

Kisah Nabi Muhammad Talak Hafshah, Ini Alasannya

Selasa, 24 Juni 2025 | 17:00 WIB

Kisah Nabi Muhammad Talak Hafshah, Ini Alasannya

Ilustrasi kaligrafi Muhammad. Sumber: Canva/NU Online.

Nama Hafshah binti Umar bin Khattab tentu tak asing bagi umat Islam. Ia adalah salah satu istri Nabi Muhammad SAW dan juga putri dari sahabat besar, Umar bin Khattab. Namun, banyak yang belum tahu bahwa Nabi sempat menceraikannya. Ya, beliau menjatuhkan talak kepada Hafshah. Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Rasulullah sampai mengambil langkah ini terhadap istri yang dikenal salehah ini?


Kisah ini disebut dalam banyak kitab tafsir dan hadits. Dalam riwayat yang dikutip oleh Imam Adz-Dzahabi pada Siyaru A'lamin Nubala, disebutkan bahwa Nabi menceraikan Hafshah. Umar pun sangat terpukul, bahkan sampai menaburkan tanah ke atas kepalanya sambil berkata, "Apa gunanya Allah bagi Umar dan anaknya?"

 

Kejadian ini menggambarkan betapa mendalamnya kesedihan seorang ayah ketika anaknya diceraikan Nabi. Berikut adalah hadits yang dikutip oleh Adz-Dzahabi tersebut:


عَنْ عُقْبَةَ، قَالَ: طَلَّقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَفْصَةَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ عُمَرَ، فَحَثَا عَلَى رَأْسِهِ التُّرَابَ، وَقَالَ: مَا يَعْبَأُ اللَّهُ بِعُمَرَ وَابْنَتِهِ


Artinya, "Dari 'Uqbah, ia berkata: Rasulullah pernah menceraikan Hafshah. Berita itu pun sampai kepada 'Umar. Maka ia menaburkan debu ke atas kepalanya seraya berkata, "Apa gunanya Allah memperhatikan 'Umar dan anak perempuannya?" (HR Ath-Thabrani) (Adz-Dzahabi, Siyaru A'lamin Nubala, [Beirut: Mu'assasah Ar-Risalah, 1982], h. 229)


Namun, talak tersebut bukan akhir dari segalanya. Di hari berikutnya, Jibril datang membawa wahyu kepada Nabi. Ia menyampaikan pesan dari Allah bahwa beliau harus merujuk Hafshah kembali. Mengapa? Jibril berkata, "Sesungguhnya Hafshah adalah wanita yang banyak puasa dan rajin salat malam. Ia juga akan menjadi istrimu di surga." Maka Nabi pun merujuk Hafshah tanpa ragu. Terkait perintah rujuk ini, disebutkan dalam hadits riwayat Ath-Thabrani berikut:


عَنْ قَيْسِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، طَلَّقَ حَفْصَةَ؛ فَدَخَلَ عَلَيْهَا خَالَاهَا: قُدَامَةُ، وَعُثْمَانُ؛ فَبَكَتْ، وَقَالَتْ: وَاللهِ، مَا طَلَّقَنِي عَنْ شَبَعٍ. وَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: قَالَ لِي جِبْرِيلُ: رَاجِعْ حَفْصَةَ، فَإِنَّهَا صَوَّامَةٌ، قَوَّامَةٌ، وَإِنَّهَا زَوْجَتُكَ فِي الْجَنَّةِ


Artinya, "Dari Qais bin Zaid: bahwa Nabi pernah menceraikan Hafshah. Maka masuklah dua pamannya (dari pihak ibu), yaitu Qudamah dan 'Utsman, menemuinya. Ia pun menangis dan berkata, "Demi Allah, beliau tidak menceraikanku karena sudah bosan." Kemudian Nabi datang dan bersabda, "Jibril telah berkata kepadaku, 'Rujuklah dengan Hafshah, karena ia wanita yang rajin berpuasa, tekun beribadah malam, dan sungguh ia adalah istrimu di surga.'" (HR Ath-Thabrani)


Sebab Nabi Talak Hafshah

Dalam beberapa kitab tafsir disebutkan bahwa alasan Nabi menceraikan Hafshah adalah karena putri Umar bin Khattab itu membocorkan sebuah rahasia yang tidak boleh disebarkan kepada siapapun. Hafshah memberitahukan rahasia itu kepada Siti 'Aisyah, sesama istri Nabi yang memiliki hubungan akrab dengannya.


Menurut Imam Al-Baidhawi, terdapat tiga kemungkinan isi rahasia tersebut. Pertama, Rasulullah telah mengharamkan dirinya untuk Mariyah yang juga istri beliau. Awalnya, Nabi tinggal di rumah Mariyah pada malam giliran 'Aisyah, dan karena kejadian itu, beliau mengharamkan diri dari Mariyah. Atas peristiwa ini, turunlah ayat Al-Qur'an surat At-Tahrim ayat 1 yang menegur Nabi karena mengharamkan sesuatu yang tidak seharusnya diharamkan.


Kedua, terkait pengharaman meminum madu. Madu sejatinya halal, namun saat itu Nabi mengharamkannya. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa peristiwa ini menjadi sebab turunnya At-Tahrim ayat 1. Ketiga, Nabi mengungkapkan rahasia tentang siapa yang akan menggantikan beliau setelah wafat, yaitu Abu Bakar dan Umar. Berikut adalah penjelasan Al-Baidhawi terkait hal ini:


(وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَىٰ بَعْضِ أَزْوَاجِهِ) يَعْنِي حَفْصَةَ (حَدِيثًا) تَحْرِيمُ مَارِيَةَ، أَوِ العَسَلِ، أَوْ أَنَّ الخِلَافَةَ بَعْدَهُ لِأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا (فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ) أَيْ: فَلَمَّا أَخْبَرَتْ حَفْصَةُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا بِالحَدِيثِ (وَأَظْهَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ) وَاطَّلَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الحَدِيثِ، أَيْ: عَلَى إِفْشَائِهِ (عَرَّفَ بَعْضَهُ) عَرَّفَ الرَّسُولُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَفْصَةَ بَعْضَ مَا فَعَلَتْ (وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ) عَنْ إِعْلَامِ بَعْضٍ تَكَرُّمًا، أَوْ جَازَاهَا عَلَى بَعْضٍ بِتَطْلِيقِهِ إِيَّاهَا، وَتَجَاوَزَ عَنْ بَعْضٍ


Artinya, "Ketika Nabi menyampaikan suatu rahasia kepada salah satu istrinya (yaitu Hafshah) berupa suatu pembicaraan, bisa jadi tentang pengharaman Mariyah, atau larangan meminum madu, atau kabar bahwa khalifah setelah beliau adalah Abu Bakar dan Umar. Lalu Hafshah membocorkan rahasia itu kepada Aisyah. Dan Allah memperlihatkan hal itu kepada Nabi. Artinya, Nabi mengetahui bahwa rahasia itu telah disebarkan.


"Beliau menyampaikan sebagian informasi itu kepada Hafshah, yakni menjelaskan sebagian dari apa yang telah ia lakukan. Dan beliau berpaling dari sebagian yang lain, yakni tidak menyebutkannya, baik sebagai bentuk kemuliaan akhlak, atau membalas sebagian dengan menceraikannya, dan memaafkan sebagian yang lain." (Al-Baidhawi, Tafsir Al-Baidhawi, [Beirut: Daru Ihyait Turats Al-'Arabi, tanpa tahun], juz V, h. 225)


Kisah talak dan rujuk Nabi kepada Hafshah bukan sekadar urusan rumah tangga biasa, melainkan sarat hikmah dan pelajaran. Kisah ini menunjukkan betapa manusiawi hubungan Rasul dengan para istrinya, serta betapa agungnya kasih sayang dan bimbingan Allah kepada beliau. Dari sini kita belajar tentang kepekaan, pengendalian emosi, serta kemuliaan sikap dalam menghadapi ujian dalam kehidupan keluarga. Wallahu a'lam.


Ustadz Muhamad Abror, dosen filologi dan sejarah Islam Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta.