Nikah/Keluarga

Suami Mengiyakan Permintaan Cerai Istri, Jatuhkah Talaknya?

Sel, 17 Januari 2023 | 18:00 WIB

Suami Mengiyakan Permintaan Cerai Istri, Jatuhkah Talaknya?

Islam mengatur talak termasuk suami yang mengamini permintaan talak istrinya. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Perceraian sering kali terjadi secara spontan. Biasanya, berawal dari perselisihan kecil, berlanjut cekcok hebat, hingga berujung istri minta cerai. Karena kesal, suami pun tak sadar mengiyakan permintaannya.


Pertanyaannya, tatkala istri minta cerai atau minta ditalak, kemudian suami mengiyakan, apakah talaknya jatuh?


Imam an-Nawawi dalam kitabnya menjawab. Menurut pendapat mazhab Syafi’i, dianggap sah menjatuhkan talak dengan permintaan dan jawaban. Dan ini disepakati oleh jumhur ulama. Artinya, ketika istri minta cerai, lalu dijawab suaminya, maka jatuhlah talaknya. Tidak perlu lagi ada penerimaan setelahnya.


يَنْعَقِدُ بِالِاسْتِيجَابِ وَالْإِيجَابِ عَلَى الْمَذْهَبِ، وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ. فَإِذَا قَالَتْ: طَلِّقْنِي أَوْ خَالِعْنِي عَلَى أَلْفٍ، فَأَجَابَهَا الزَّوْجُ، طَلَقَتْ وَلَزِمَهَا الْأَلْفُ، وَلَا حَاجَةَ إِلَى قَبُولٍ بَعْدَهُ


Artinya, “Sah talak dijatuhkan dengan permintaan dan jawaban berdasarkan pandangan mazhab. Dan ini ditetapkan oleh jumhur ulama. Sehingga jika istri berkata, “Ceraikanlah aku!” atau, “Talak khulu’-lah aku dengan uang seribu!” Kemudian, suami menjawab permintaannya, maka tertalaklah istrinya dan istrinya itu wajib membayar uang seribu. Selain itu, tidak perlu setelahnya ada ucapan penerimaan. (Lihat: an-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz VII/39).


Namun, jawaban seperti apa yang menyebabkan jatuhnya talak? Al-Mawardi mensyaratkan, jawaban talak atas permintaan istri harus jawaban yang sharih. Artinya, tegas perkataannya dan tidak ambigu maknanya. Tidak cukup hanya mengiyakan saja. Dibutuhkan redaksi talak untuk mencapai lafaz dan makna sharih. Demikian sebagaimana disebutkannya. 


وَلَيْسَ إِطْلَاقُ جَوَابِ الصَّرِيحِ يَكُونُ صَرِيحًا فِي جَمِيعِ الْأَحْوَالِ أَلَا تَرَى لَوْ قَالَتِ امْرَأَةٌ لِزَوْجِهَا: طَلِّقْنِي ثَلَاثًا، فَقَالَ: نَعَمْ لَمْ يَكُنْ ذَلِكَ صَرِيحًا فِي طَلَاقِهَا، وَإِنْ كَانَ جَوَابًا، ولو قال: نعم أنت طالق لم تكن ثَلَاثًا، ....وَلَا كَانَ إِطْلَاقُ الْجَوَابِ كَالصَّرِيحِ 


Artinya: Memberi jawaban yang sharih tidak menjadikan makna sharih dalam setiap keadaan. Tidakkah Anda memperhatikan seandainya seorang perempuan berkata kepada suaminya, “Talaklah aku dengan talak tiga!” Dijawab suaminya, “Baiklah!” Maka jawaban itu tidak membuat talaknya sharih, meskipun berupa jawaban. Begitu pun jawaban suaminya, “Baiklah, engkau saya ceraikan.” Maka jawaban itu pun tidak membuat talak menjadi talak tiga. Walhasil, jawaban mutlak tidak seperti ucapan sharih. (Lihat: al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, juz IX/160).


Namun, Syekh Zainuddin al-Malaibatri, jika istri meminta talak tiga, lalu suami mengatakan, “Saya menceraikanmu,” dan tidak menentukan jumlah talaknya, maka jatuhnya talak satu saja jika sebelumnya belum pernah menjatuhkan.


لو قالت: طلقني ثلاثا فقال طلقتك ولم ينو عددا فواحدة


Artinya: Jika istri berkata, “Talaklah aku dengan talak tiga,” kemudian suami menjawab, “Aku menceraikanmu,” namun tidak meniatkan jumlah talaknya, maka talaknya jatuh satu.” (Lihat: Syekh Zainuddin al-Malaibari, Fathul-Mu’in, Terbitan Thaha Putra-Semarang, halaman 111).


Agar jawaban dari permintaan talak istri menjadi sharih, maka suami harus memberi jawaban yang sharih pula, tepatnya mengulangi kata talak tersebut. Demikian seperti yang disebutkan oleh Ibnu Shalah dalam fatwanya.


مَسْأَلَة رجل قَالَت لَهُ زَوجته طَلقنِي قَالَ نعم طَلقتك وَلم يرد بِهِ الطَّلَاق فِي تِلْكَ الْحَال هَل يَقع الطَّلَاق أم لَا أجَاب إِذا كَانَ قد قَالَ طَلقتك قَاصِدا لفظ الْإِيقَاع فقد وَقع طَلَاقه


Artinya, “Ini masalah tentang laki-laki yang diminta talak oleh istrinya. ‘Talaklah aku.’ Kemudian laki-laki itu menjawab, ‘Baiklah, aku menceraikanmu,’ dan dalam keadaan itu ia tidak bermaksud menjatuhkan talak. Apakah talaknya jatuh atau tidak? Ibnu Shalah menjawab, ‘Jika kalimat, ‘Aku menceraimu,’ seraya bermaksud menggunakan lafaz menjatuhkan, maka jatuhlah talaknya.’” (Lihat: Fatawa Ibni Shalah, juz II/443).


Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan:

1. Talak bisa jatuh dengan jawaban suami atas permintaan istri, sebagaimana yang dianut dalam mazhab Syafi’i dan jumhur ulama.


2. Talak bisa jatuh dengan jawaban yang sharih, baik lafaz maupun makna. Namun, tidak cukup dengan mengiyakan saja.


3. Penggunaan kalimat talak yang sharih dapat menjatuhkan talak, meskipun tidak dibarengi niat orang yang mengucapkannya. Wallahu a’lam.


Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.