Tafsir

Mengenal Surat Al-Muddatstsir:  Seruan Ilahi, Tugas Nabi, dan Potret Hari Kiamat

Sabtu, 10 Mei 2025 | 12:00 WIB

Mengenal Surat Al-Muddatstsir:  Seruan Ilahi, Tugas Nabi, dan Potret Hari Kiamat

Ilustrasi Al-Qur'an. Sumber: Canva/NU Online.

Surat Al-Muddatstsir adalah surat ke-74 dalam Al-Qur’an. Surat ini tergolong ke dalam surat Makiyyah dengan 56 ayat, 255 kata, dan 1010 huruf, yang secara garis besar membahas tentang bimbingan kepada Nabi Muhammad pada permulaan dakwah kenabian & peringatan keras kepada para pembesar musyrik.

 

Surat ini dinamakan al-Muddatstsir karena diawali dengan penyebutan sifat yang disematkan kepada Nabi Muhammad saw. Kata al-Muddatstsir berasal dari al-Mutadatsir, yang berarti orang yang membungkus diri atau berselimut dengan pakaiannya, baik untuk tidur maupun mencari kehangatan. Kata ad-ditsār sendiri merupakan sebutan bagi benda atau kain yang digunakan sebagai selimut.


Surat Al-Muddatstsir dan Artinya

يٰٓاَيُّهَا الْمُدَّثِّرُۙ ۝١ قُمْ فَاَنْذِرْۖ ۝٢ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْۖ ۝٣ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْۖ ۝٤ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْۖ ۝٥وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُۖ ۝٦ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْۗ ۝٧ فَاِذَا نُقِرَ فِى النَّاقُوْرِۙ ۝٨ فَذٰلِكَ يَوْمَىِٕذٍ يَّوْمٌ عَسِيْرٌۙ ۝٩ عَلَى الْكٰفِرِيْنَ غَيْرُ يَسِيْرٍ ۝١٠ ذَرْنِيْ وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًاۙ ۝١١ وَّجَعَلْتُ لَهٗ مَالًا مَّمْدُوْدًاۙ ۝١٢ وَّبَنِيْنَ شُهُوْدًاۙ ۝١٣ وَّمَهَّدْتُّ لَهٗ تَمْهِيْدًاۙ ۝١٤ ثُمَّ يَطْمَعُ اَنْ اَزِيْدَۙ ۝١٥ كَلَّاۗ اِنَّهٗ كَانَ لِاٰيٰتِنَا عَنِيْدًاۗ ۝١٦ سَاُرْهِقُهٗ صَعُوْدًاۗ ۝١٧ اِنَّهٗ فَكَّرَ وَقَدَّرَۙ ۝١٨ فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَۙ ۝١٩ ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَۙ ۝٢٠ ثُمَّ نَظَرَۙ ۝٢١ ثُمَّ عَبَسَ وَبَسَرَۙ ۝٢٢ ثُمَّ اَدْبَرَ وَاسْتَكْبَرَۙ ۝٢٣ فَقَالَ اِنْ هٰذَآ اِلَّا سِحْرٌ يُّؤْثَرُۙ ۝٢٤ اِنْ هٰذَآ اِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِۗ ۝٢٥ سَاُصْلِيْهِ سَقَرَ ۝٢٦ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا سَقَرُۗ ۝٢٧ لَا تُبْقِيْ وَلَا تَذَرُۚ ۝٢٨ لَوَّاحَةٌ لِّلْبَشَرِۚ ۝٢٩ عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَۗ ۝٣٠ وَمَا جَعَلْنَآ اَصْحٰبَ النَّارِ اِلَّا مَلٰۤىِٕكَةًۖ وَّمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ اِلَّا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْاۙ لِيَسْتَيْقِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ وَيَزْدَادَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِيْمَانًا وَّلَا يَرْتَابَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ وَالْمُؤْمِنُوْنَۙ وَلِيَقُوْلَ الَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ وَّالْكٰفِرُوْنَ مَاذَآ اَرَادَ اللّٰهُ بِهٰذَا مَثَلًاۗ كَذٰلِكَ يُضِلُّ اللّٰهُ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَمَا يَعْلَمُ جُنُوْدَ رَبِّكَ اِلَّا هُوَۗ وَمَا هِيَ اِلَّا ذِكْرٰى لِلْبَشَرِࣖ ۝٣١ كَلَّا وَالْقَمَرِۙ ۝٣٢ وَالَّيْلِ اِذْ اَدْبَرَۙ ۝٣٣ وَالصُّبْحِ اِذَآ اَسْفَرَۙ ۝٣٤ اِنَّهَا لَاِحْدَى الْكُبَرِۙ ۝٣٥ نَذِيْرًا لِّلْبَشَرِۙ ۝٣٦ لِمَنْ شَاۤءَ مِنْكُمْ اَنْ يَّتَقَدَّمَ اَوْ يَتَاَخَّرَۗ ۝٣٧ كُلُّ نَفْسٍ ۢ بِمَا كَسَبَتْ رَهِيْنَةٌۙ ۝٣٨ اِلَّآ اَصْحٰبَ الْيَمِيْنِۛ ۝٣٩ فِيْ جَنّٰتٍۛ يَتَسَاۤءَلُوْنَۙ ۝٤٠ عَنِ الْمُجْرِمِيْنَۙ ۝٤١ مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ ۝٤٢ قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَۙ ۝٤٣ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِيْنَۙ ۝٤٤ وَكُنَّا نَخُوْضُ مَعَ الْخَاۤىِٕضِيْنَۙ ۝٤٥ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّيْنِۙ ۝٤٦ حَتّٰىٓ اَتٰىنَا الْيَقِيْنُۗ ۝٤٧ فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشّٰفِعِيْنَۗ ۝٤٨ فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِيْنَۙ ۝٤٩ كَاَنَّهُمْ حُمُرٌ مُّسْتَنْفِرَةٌۙ ۝٥٠ فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍۗ ۝٥١ بَلْ يُرِيْدُ كُلُّ امْرِئٍ مِّنْهُمْ اَنْ يُّؤْتٰى صُحُفًا مُّنَشَّرَةًۙ ۝٥٢ كَلَّاۗ بَلْ لَّا يَخَافُوْنَ الْاٰخِرَةَۗ ۝٥٣ كَلَّآ اِنَّهٗ تَذْكِرَةٌۚ ۝٥٤ فَمَنْ شَاۤءَ ذَكَرَهٗۗ ۝٥٥ وَمَا يَذْكُرُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُۗ هُوَ اَهْلُ التَّقْوٰى وَاَهْلُ الْمَغْفِرَةِࣖ ۝٥٦


Artinya: “(1) Wahai orang yang berselimut (Nabi Muhammad), (2) bangunlah, lalu berilah peringatan! (3) Tuhanmu, agungkanlah! (4) Pakaianmu, bersihkanlah! (5) Segala (perbuatan) yang keji, tinggalkanlah! (6) Janganlah memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak! (7) Karena Tuhanmu, bersabarlah! (8) Apabila sangkakala ditiup, (9) hari itulah hari yang sulit, (10) (yang) tidak mudah bagi orang-orang kafir. (11) Biarkanlah Aku (yang bertindak) terhadap orang yang Aku ciptakan dia dalam kesendirian. (12) Aku beri dia kekayaan yang melimpah, (13) anak-anak yang selalu bersamanya, (14) dan Aku beri dia kelapangan (hidup) seluas-luasnya. (15) Kemudian, dia ingin sekali agar Aku menambahnya. (16) Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia telah menentang ayat-ayat Kami (Al-Qur’an). (17) Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan. (18) Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). (19) Maka, binasalah dia. Bagaimanakah dia menetapkan? (20) Kemudian, binasalah dia. Bagaimanakah dia menetapkan? (21) Kemudian dia memikirkan (untuk melecehkan Al-Qur’an). (22) Kemudian, dia berwajah masam dan cemberut (karena tidak menemukan kelemahan Al-Qur’an). (23) Kemudian, dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. (24) Lalu, dia berkata, “(Al-Qur’an) ini tidak lain, kecuali sihir yang dipelajari (dari orang-orang terdahulu). (25) Ini tidak lain kecuali perkataan manusia.” (26) Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. (27) Tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? (28) (Neraka Saqar itu) tidak meninggalkan (sedikit pun bagian jasmani) dan tidak membiarkan(-nya luput dari siksaan). (29) (Neraka Saqar itu) menghanguskan kulit manusia. (30) Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga). (31) Kami tidak menjadikan para penjaga neraka, kecuali para malaikat dan Kami tidak menentukan bilangan mereka itu, kecuali sebagai cobaan bagi orang-orang kafir. (Yang demikian itu) agar orang-orang yang diberi kitab menjadi yakin, orang yang beriman bertambah imannya, orang-orang yang diberi kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, serta orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (berkata,) “Apakah yang dikehendaki Allah dengan (bilangan) ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang Dia kehendaki (berdasarkan kecenderungan dan pilihan mereka sendiri) dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapan mereka untuk menerima petunjuk). Tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri. Ia (neraka Saqar itu) tidak lain hanyalah peringatan bagi manusia. (32) Sekali-kali tidak! Demi bulan, (33) demi malam ketika telah berlalu, (34) dan demi subuh apabila mulai terang, (35) sesungguhnya ia (neraka Saqar itu) benar-benar salah satu (bencana) yang sangat besar, (36) sebagai peringatan bagi manusia, (37) (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang ingin maju (meraih kebajikan) atau mundur (dengan berbuat maksiat). (38) Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan, (39) kecuali golongan kanan, (40) berada di dalam surga yang mereka saling bertanya (41) tentang (keadaan) para pendurhaka, (42) “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” (43) Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat (44) dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin. (45) Bahkan, kami selalu berbincang (untuk tujuan yang batil) bersama para pembincang, (46) dan kami selalu mendustakan hari Pembalasan, (47) hingga datang kepada kami kematian.” (48) Maka, tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari para pemberi syafaat. (49) Lalu, mengapa mereka (orang-orang kafir) berpaling dari peringatan (Allah) (50) seakan-akan mereka keledai liar yang terkejut (51) lari dari singa. (52) Bahkan, setiap orang dari mereka ingin diberi lembaran-lembaran (kitab) yang terbuka. (53) Sekali-kali tidak! Sebenarnya mereka tidak takut pada akhirat. (54) Sekali-kali tidak! Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah suatu peringatan. (55) Siapa yang berkehendak tentu mengambil pelajaran darinya. (56) Mereka tidak akan mengambil pelajaran darinya (Al-Qur’an), kecuali (jika) Allah menghendakinya. Dialah yang (kita) patut bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampunan.” (QS. Al-Muddatstsir: 1-56)


Keutamaan Surat Al-Muddatstsir

Syekh Wahbah Zuhaili dalam At-Tafsirul Munir mengutip hadits Bukhari dari Jabir bahwasanya dia berkata, “Yang pertama kali turun dari Al-Qur'an adalah, يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ.” Pendapat ini berbeda dengan mayoritas ulama. Mereka berpendapat bahwa yang pertama kali turun dari Al-Qur'an adalah firman Allah SWT, اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ. (Syekh Wahbah Zuhaili, at-Tafsirul Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1991 M], Jilid XXIX, hlm. 216).


Korelasi Surat Al-Muddatstsir dengan Surat Sebelumnya

Syekh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan bahwa terdapat tiga korelasi (munasabah) antara Surat Al-Muddatstsir dan surat sebelumnya, yaitu Surat Al-Muzzammil, sebagai berikut:

  1. Kedua surat sama-sama diawali dengan seruan atau panggilan kepada Nabi Muhammad saw.

  2. Keduanya muncul dalam rangkaian satu kisah yang saling berkaitan.

  3. Surat Al-Muzzammil dimulai dengan perintah untuk melaksanakan shalat malam (tahajud) sebagai bentuk persiapan diri untuk menjadi seorang da’i, sedangkan Surat Al-Muddatstsir dimulai dengan perintah untuk memberi peringatan kepada orang lain, yaitu menjalankan misi dakwah secara aktif. (hlm. 215)


Sababun Nuzul Surat Al-Muddatstsir

Merujuk Syekh Wahbah, Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,


جاورت بحراء، فلما قضيت جواري، هبطت، فنوديت، فنظرت عن يميني، فلم أر شيئا، ونظرت عن شمالي فلم أر شيئا، ونظرت أمامي فلم أر شيئا، ونظرت خلفي فلم أر شيئا، فرفعت رأسي، فرأيت شيئا، فأتيت خديجة، فقلت: دثّروني، وصبّوا عليّ ماء باردا، قال: فدثّروني وصبوا علي ماء باردا، فنزلت: ﴿يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ﴾». ورواه مسلم بلفظ آخر يدل على أن أول ما نزل: ﴿اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنْسانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنْسانَ ما لَمْ يَعْلَمْ﴾ [القلم ١/ ٩٦ - ٥].


Artinya: “Rasulullah saw. menceritakan kepada kami, 'Aku tinggal di gua Hira’ tatkala aku selesai bertempat di situ, aku turun, tiba-tiba aku dipanggil. Lalu alu melihat sebelah kananku, namun aku tidak melihat apa pun. Aku melihat sebelah kiriku, namun aku tidak melihat apa pun. Aku melihat sebelah kananku, namun aku tidak melihat apa pun. Aku melihat belakangku, namun aku tidak melihat apa pun. Lalu aku mengangkat kepalaku. Aku melihat sesuatu. Kemudian aku mendatangi Khadijah dan berkata, "Selimutilah aku, guyurlah aku dengan air dingin. Lalu turunlah ayat, يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ.”


Imam Muslim meriwayatkan dengan lafal lain yang menunjukkan bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah:


 اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنْسانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنْسانَ ما لَمْ يَعْلَمْ.”


Sisi kesamaan dua pendapat ini adalah bahwa wahyu pertama yang diturunkan setelah masa tenggang wahyu adalah surat ini. Sebagaimana pendapat Imam Ahmad, Bukhari & Muslim dari Jabir bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw bersabda yang artinya, 


“Kemudian wahyu tidak turun sementara waku. Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit, lalu aku mengangkat pandanganku ke arah langit. Ternyata itu adalah malaikat yang pernah mendatangiku, dia sedang duduk di kursi antara langit dan bumi. Aku sangat ketakutan sampai aku jatuh ke tanah. Lalu aku mendatangi keluargaku. Aku berkata pada mereka, ‘Selimutilah aku, selimutilah aku. Kemudian mereka menyelimutiku.’ Lalu Allah menurunkan ayat, 


يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ، وَثِيابَكَ فَطَهِّرْ، وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ


Setelah itu wahyu dijaga dan turun berturutan. Kemudian, Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Walid bin al-Mughirah membuat makanan untuk orang Quraisy. Tatkala mereka telah makan, dia berkata, ‘Apa pendapat kalian mengenai orang ini?’ Salah seorang dari mereka mengatakan, ‘Dia penyihir’; sebagian yang lain mengatakan, ‘Dia bukan penyihir.’ sebagian yang lain berkata, ‘Dukun,’ sebagian yang lain mengatakan, ‘Dia bukan dukun.’ Sebagian yang lain berkata, ‘Penyair’ Sebagian yang lain mengatakan, ‘Dia bukan penyair.’ Sebagian yang lain mengatakan, ‘Itu adalah sihir yang dipelajari dari orang terdahulu.’


Hal itu sampai kepada Nabi lalu beliau bersedih, menundukkan kepalanya, dan berselimut. Lalu Allah menurunkan, يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ، قُمْ فَأَنْذِرْ، وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ، وَثِيابَكَ فَطَهِّرْ، وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ، وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ، وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ (hlm. 217-218).

Kandungan Pokok Surat Al-Muddatstsir

Merujuk penjelasan Syekh Wahbah az-Zuhaili (hlm. 215–216), surat ini mengandung beberapa petunjuk penting bagi Nabi Muhammad saw. pada awal masa dakwahnya, ancaman terhadap salah satu tokoh besar kaum musyrik, serta deskripsi tentang sifat-sifat neraka Jahannam.

Surat ini dimulai dengan perintah kepada Nabi saw. untuk berdakwah kepada Tuhannya, memberi peringatan kepada orang-orang kafir, serta bersabar atas gangguan dari orang-orang jahat (ayat 1–7).

Selanjutnya, surat ini memberikan gambaran tentang dahsyatnya hari Kiamat, yang dipenuhi dengan berbagai kegentingan dan suasana yang menakutkan (ayat 8–10).

Kemudian, pembahasan beralih kepada ancaman terhadap salah seorang tokoh manusia, yakni al-Walid bin al-Mughirah. Ia awalnya mengakui bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah, namun karena ambisi kekuasaan, ia justru menuduh Al-Qur’an sebagai sihir. Maka, ia pun layak mendapat ancaman neraka (ayat 11–26).

Ancaman ini dijelaskan lebih lanjut dengan menyebut jumlah sifat-sifat neraka, jumlah penjaganya, hikmah di balik penciptaannya, serta pengaruhnya terhadap manusia (ayat 27–31).

Kondisi semakin genting ketika Allah bersumpah dengan bulan, malam, dan waktu subuh bahwa Jahannam adalah salah satu kedahsyatan terbesar pada hari Kiamat (ayat 32–37).

Akhirnya, surat ini menjelaskan bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas amal perbuatannya, serta menggambarkan perbedaan nasib antara orang-orang beriman yang selamat dan orang-orang kafir yang diazab. Bahkan digambarkan pula dialog antara kedua kelompok tersebut (ayat 38–48).

 

Surat ini diakhiri dengan penjelasan sebab berpalingnya orang-orang musyrik dari nasihat, peringatan, dan iman. (Ayat 49-56)

 

Pesan dan Hukum yang Terkandung dalam Surat Al-Muddatstsir 

Merujuk Syekh Wahbah, ada beberapa pesan dan hukum yang terkandung dalam surat Al-Muddatstsir ini. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Allah memerintahkan Nabi-Nya agar menakut-nakuti penduduk Mekah dan semua orang serta mengancam mereka dengan azab jika mereka tidak masuk Islam.
  2. Nabi Muhammad tidak diperintahkan untuk memberi peringatan, kecuali karena hikmah yang dalam dan tugas yang besar yang tidak boleh dirusak. Berikut adalah beberapa hikmah di antaranya:
    • Pertama, pengagungan Allah dan sifat-Nya bahwa Dia tidak pantas untuk mempunyai istri atau anak. Sebagaimana ucapan para penyembah berhala. 
    • Kedua, menyucikan pakaian dari najis yang berbentuk materi maupun non-materi, menyucikan diri dari maksiat yang menyebabkan datangnya azab, dan menghiasinya dengan akhlak-akhlak yang baik. 
    • Ketiga, menjauhi berhala dan tempat-tempat dosa yang menjadi sebab adzab. Yang dimaksud adalah perintah terus menerus meninggalkan dosa. 
    • Keempat, tidak boleh mengharap pada Allah dengan perbuatan-perbuatan yang berat seperti orang yang memperbanyak apa yang dilakukan. 
    • Kelima, bersabar dalam menjalankan kewajiban-kewajiban, ibadah-ibadah, dan gangguan orang karena menyampaikan dakwah agama.
  3. Para penjaga Jahannam dan para penyiksa di dalamnya yang sembilan belas adalah malaikat yang tidak bisa dikalahkan, bukan dari golongan orang yang mungkin dikalahkan dengan mengepungnya.
  4. Firman Allah SWT pada frasa, وَيَزْدادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمانًا adalah dalil bahwa keimanan bertambah dan berkurang. Artinya, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
  5. Allah bersumpah dengan bulan, malam dan Subuh sebagai bentuk pemuliaan dan peringatan akan apa yang tampak dari fenomena itu. Di dalamnya, ada keajaiban-keajaiban Allah, kekuasaan-Nya, dan tiang alam semesta dengan mewujudkan semua hal itu. Al-Muqsam ‘alaih (sesuatu yang menjadi alasan terjadinya sumpah) adalah bahwa neraka Saqar (Jahannam) merupakan salah satu bencana. Dia adalah peringatan kepada manusia atau sesuatu yang mempunyai sifat peringatan.
  6. Setiap diri, pada hari Kiamat, tergadaikan dengan perbuatannya. Adakalanya amal itu menyelamatkannya atau mencelakakannya, kecuali golongan kanan yang diberi kitab dengan tangan kanan mereka. Mereka tidak tergadaikan dengan dosa-dosa mereka. (hlm. 221-248).
 

Dari pemaparan di atas, kita dapat memahami bahwa keberhasilan dakwah kepada Allah memerlukan dua unsur utama: kualitas manusiawi yang positif dan perlindungan ilahi. Unsur-unsur manusiawi yang dimaksud telah disebutkan pada pembukaan surat ini, yaitu penyucian diri dan akal dari kemusyrikan dan paganisme, memiliki akhlak yang mulia, serta bersandar pada kedermawanan dan kesabaran dalam mengharap pertolongan Allah.

Selain itu, surat ini juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad diutus untuk memberi peringatan bukan tanpa alasan, melainkan karena adanya hikmah yang dalam dan tugas besar yang tidak boleh disia-siakan atau dirusak.


Muhammad Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.