Bahtsul Masail

Hukum Kirim (Baca) Surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad

Sab, 4 Januari 2020 | 18:38 WIB

Hukum Kirim (Baca) Surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad

Hukum Kirim (Baca) Surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, di awal doa yang mengawali sebuah acara atau semata berdoa masyarakat di daerah kami biasanya mengirimkan Al-Fatihah untuk Rasulullah SAW, seperti lafal "ila hadhratin nabi, Al-Fatihah". Hal ini diniatkan untuk membuka kunci pintu keberkahan atau kelancaran segala hajat. Apakah hal ini diperbolehkan dalam agama. Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Syahid/Palembang)
 
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Shalawat, surat Al-Fatihah, atau surat apa pun yang dibaca untuk Nabi Muhammad SAW biasanya diniatkan sebagai tawasul atau semacam kunci pembuka pintu ghaib.
 
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki menyebutkan dengan rinci hal-hal terkait tawasul yang perlu diketahui agar tidak salah dalam memahami praktik tawasul yang kerap diamalkan di kalangan masyarakat berpaham Ahlussunah wal Jamaah sebagai berikut:
 
أولا: أن التوسل هو أحد طرق الدعاء وباب من أبواب التوجه إلى الله سبحانه وتعالى، فالمقصود الأصلي الحقيقي هو الله سبحانه وتعالى، والمتوسَّل به إنما هي واسطة ووسيلة للتقرب إلى الله سبحانه وتعالى، ومن اعتقد غير ذلك فقد أشرك
 
Artinya, “Pertama, tawasul adalah salah satu cara doa dan salah satu pintu tawajuh kepada Allah SWT. Tujuan hakikinya itu adalah Allah. Sedangkan sesuatu yang dijadikan tawasul hanya bermakna jembatan dan wasilah untuk taqarrub kepada-Nya. Siapa saja yang meyakini di luar pengertian ini tentu jatuh dalam kemusyrikan,” (Lihat Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas Al-Hasani Al-Maliki, Mafahim Yajibu an Tushahhah, Surabaya, Haiatus Shafwah Al-Malikiyyah, tanpa catatan tahun, halaman 123-124).
 
Adapun perihal hukum pembacaan atau pengiriman Surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW, ulama berbeda pendapat, yakni ulama Mazhab Maliki dan ulama Mazhab Syafi‘i. Perbedaan pandangan ini diangkat oleh Syekh Ihsan M Dahlan Jampes asala Kediri sebagai berikut:
 
فائدة: هل تجوز قراءة الفاتحة للنبي صلى الله عليه وسلم أولا؟ قال الأجهوري: لا نص في هذه المسئلة عندنا: أي معاشر المالكية، والمعتمد عند الشافعية جواز ذلك فنرجع لمذهبهم فلا يحرم عندنا والكامل يقبل زيادة الكمال قاله الشيخ أحمد تركي في حاشية الخرشي
 
Artinya, “Informasi: Apakah boleh atau tidak membaca (mengirim) Surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW? Al-Ajhuri mengatakan, masalah ini menurut kami (kalangan Malikiyah) tidak ada nashnya. Sementara pendapat yang muktamad di kalangan Syafi‘iyah membolehkannya (kirim Surat Al-Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW). Kami merujuk ke mazhab mereka sehingga hal itu tidak haram bagi kami. Orang sempurna tetap menerima peningkatan kesempurnaan sebagaimana dikatakan Syekh Ahmad Tarki dalam Hasyiyah Al-Kharasyi,” (Lihat Syekh Ihsan M Dahlan Jampes, Sirajut Thalibin ala Minhajil Abidin, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], juz I, halaman 14).
 
Dari keterangan ini, kita dapat memahami bahwa ulama Ahlussunnah wal Jamaah pada prinsipnya meyakini praktik tawasul sebagai doa yang diikhtiarkan. Dengan pemahaman seperti itu, masyarakat dapat mengamalkan ‘kirim’ Surat Al-Fatihah, shalawat, atau surat-surat lainnya dalam Al-Quran untuk Nabi Muhammad SAW.
 
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
 
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
 
 
(Alhafiz Kurniawan)