Bahtsul Masail

Hukum Merampas Spanduk Pengunjuk Rasa atau Demonstran

Kam, 24 November 2022 | 09:00 WIB

Hukum Merampas Spanduk Pengunjuk Rasa atau Demonstran

Kata “perampasan” berakar kata pada “rampas”. Kata “rampas” berarti mengambil sesuatu dengan paksa (dengan kekerasan).

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Redaksi bahtsul masail NU Online, sebuah video perampasan spanduk pengunjuk rasa yang menyampaikan aspirasi warga Wadas beredar luas di media sosial. Tindakan perampasan spanduk milik demostran atau warga pengunjuk rasa di tepi jalan di Stadion Manahan, Solo, beberapa hari lalu tersebut menuai berbagai tanggapan netizen. Bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hamba Allah/ Yogyakarta)


Jawaban

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Belakangan publik menerima kabar terkait perampasan spanduk milik demostran atau warga pengunjuk rasa di tepi jalan di Stadion Manahan, Solo, beberapa hari lalu. Spanduk tersebut berisi penyampaian aspirasi warga terkait lingkungan di Wadas kepada Presiden RI yang melalui jalan tersebut.


Perampasan spanduk diduga dilakukan oleh orang berseragam aparat keamanan karena aspirasi pada spanduk dianggap mengganggu pemandangan, menghina, atau lainnya terhadap Presiden RI. Lalu bagaimana tindakan perampasan spanduk tersebut dalam Islam?


Sebelum masuk ke dalam kajia Islam, kita kutip terlebih dahulu pengertian “perampasan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kata “perampasan” berakar kata pada “rampas”. Kata “rampas” berarti mengambil sesuatu dengan paksa (dengan kekerasan).


Kata “rampas” dalam KBBI memiliki padanan dengan kata “rebut.” Kata “rebut” dalam KBBI berarti merampas atau mengambil dengan paksa (barang orang). Sedangkan makna yang terkandung dalam kata “rampas” dan “rebut” berpadanan dengan kata “ghashab” dalam kajian fiqih.


Praktik prampasan spanduk pengunjuk rasa tersebut berkaitan erat dengan praktik ghashab, yaitu perampasan hak milik orang lain tanpa hak. Praktik ghashab ini termasuk salah satu kejahatan yang tercela dan diharamkan menurut syariat Islam sebagaimana keterangan Syekh Abu Zakariya Al-Anshari dalam Hasyiyatus Syarqawi berikut ini.


باب الغصب (هو) لغة أخذ الشئ ظلما وشرعا (استيلاء على حق الغير) ولو منفعة كإقامة من قعد بمسجد أو بسوق أو غير مال كزبل (بغير حق) . والأصل فى تحريمه قبل الإجماع آيات كقوله تعالى لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ  وخبر كخبر إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ وخبر مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنَ أَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ رواهما الشيخان 


Artinya, “Bab ghashab (ghashab) dalam pengertian bahasa adalah mengambil sesuatu secara zalim. Sedangkan menurut syariat, ghashab adalah (menguasai hak orang lain) sekalipun berbentuk manfaat seperti membangunkan orang yang duduk di masjid atau di pasar atau bukan harta seperti sampah (tanpa hak). Dasar keharaman ghashab selain ijmak adalah firman Allah SWT (Al-Baqarah ayat 88), ‘Janganlah kalian makan harta sesama kalian dengan jalan batil,’ sabda Rasulullah SAW, ‘Sungguh, darah, harta, kehormatanmu diharamkan bagimu,’ dan sabda Rasulullah SAW, ‘Siapa yang menganiaya (orang lain) meski sejengkal tanah, kelak ia akan dikalungkan dengan tanah itu sedalam tujuh lapis bumi.’ Keduanya diriwayatkan Bukhari dan Muslim,” (Lihat Syekh Abu Zakariya Al-Anshari, Tahrir dalam Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqihil Lubab, Beirut, Darul Fikr, 2006 M/1426-1427 H, juz II, halaman 143-144).


Menurut hemat kami, pembentangan spanduk sebagai unjuk rasa atau demonstrasi secara damai merupakan tindakan legal yang dijamin konstitusi. Demonstrasi damai sendiri merupakan tindakan konstitusional yang dilindungi undang-undang.


Adapun perampasan spanduk pengunjuk rasa secara paksa merupakan tindakan kezaliman/ilegal yang melanggar hukum yang dijamin konstitusi dan syariat Islam. Perampasan spanduk pengunjuk rasa secara paksa juga merupakan tindakan yang dapat mengancam kehidupan demokrasi di Indonesia.


Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)