Bahtsul Masail

Ketentuan Dam bagi Jamaah yang Tinggalkan Wajib Haji

Kam, 18 April 2024 | 21:00 WIB

Ketentuan Dam bagi Jamaah yang Tinggalkan Wajib Haji

Ketentuan dam Haji. (freepik).

Jamaah wajib mengerjakan rukun haji dan wajib haji. Jamaah yang meninggalkan wajib haji dengan sengaja, lupa, atau tidak tahu diharuskan untuk membayar dam atau denda. 
 

Jamaah haji yang mengerjakan haji tamattu (mengerjakan umrah terlebih dahulu daripada haji) atau haji qiran (mengerjakan haji dan umrah secara bersamaan) juga wajib membayar dam.
 

Jamaah haji yang meninggalkan wajib haji dan mengerjakan haji tamattu wajib menyembelih kambing. Umumnya jamaah haji Indonesia menitipkan pembayaran damnya kepada pihak-pihak tertentu. 
 

ودم ترك مأمور كإحرام من الميقات ومبيت بمزدلفة ومنى ورمي الأحجار وطواف الوداع كدم التمتع والقران ذبح أي ذبح شاة تجزئ أضحية في الحرم
 

Artinya, “Dam/denda karena meninggalkan [wajib haji] yang diperintahkan seperti ihram dari miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, lontar jumrah di Mina, dan tawaf wada’ seperti juga dam haji tamattu dan haji qiran ialah menyembelih seekor kambing yang memadai hewan kurban di Tanah Suci Haram.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Bandung, Syirkatul Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 63).
 

Adapun dam atau denda bagi jamaah haji yang meninggalkan wajib haji terdiri atas dua jenis yang harus ditempuh secara berurutan:
 

1. Menyembelih seekor kambing

Jamaah haji yang meninggalkan wajib haji atau mengambil haji tamattu wajib mengalokasikan biaya untuk membeli seekor kambing untuk disembelih di Tanah Haram sebagai pembayaran dam karena jamaah haji tamattu menikmati kebebasan dari larangan ihram setelah tahallul umrah yang dilakukan sepanjang musim haji (bulan Syawal, Dzulq’adah, Dzulhijjah).
 

Tentu saja biaya yang dikeluarkan jamaah haji untuk membayar dam tidak boleh kurang dari harga kambing yang berlaku di Arab Saudi. Pasalnya, ada oknum-oknum yang menawarkan penitipan pembayaran dam dengan harga kambing di bawah standar kepada jamaah haji yang mengerjakan tamattu atau meninggalkan wajib haji.
 

Jamaah haji yang luput mengerjakan wukuf di Arafah. Misal ia belum tiba di Arafah saat terbit fajar (subuh) hari nahar 10 Dzulhijjah sebaga akhir waktu wukuf, juga wajib membayar dam. Afdhalnya dam disembelih pada hari nahar 10 Dzulhijjah.
 

فَاِذَآ اَمِنْتُمْۗ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ اِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِۚ
 

Artinya, “Apabila kamu dalam keadaan aman, siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamattu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat.” (QS Al-Baqarah: 196).
 

2. Puasa 10 hari

Jamaah haji yang tidak mampu membayar dam diwajibkan untuk berpuasa 10 hari di mana puasa 3 hari pertama segera dikerjakan ketika masih ihram haji dan puasa 7 hari sisanya dikerjakan ketika tiba di Tanah Air.
 

فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ فِى الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ اِذَا رَجَعْتُمْۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌۗ
 

Artinya, “Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itulah 10 hari yang sempurna.” (QS Al-Baqarah: 196).

 

Jamaah haji dianjurkan berpuasa 3 hari sebelum hari Arafah 9 Dzulhijjah, yaitu 1-8 Dzulhijjah. Karena jamaah haji dianjurkan tidak berpuasa pada saat wukuf dan haram puasa pada (hari nahar) 10, (hari tasyrik) 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
 

Jamaah haji wajib mengqadha puasanya di Tanah Air bila tidak sempat berpuasa 3 hari pada waktu haji. Jamaah haji juga tidak boleh melaksanakan puasa damnya di perjalanan (menurut Mazhab Syafi’i). Sementara Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan puasa dam bagi jamaah haji di perjalanan pulang, tanpa mensyaratkan sampai di Tanah Air dan keluarganya. (Ali As-Shabuni, Rawa’iul Bayan, [Jakarta, Darul Alamiyah: 2015 M/1436 H], juz I, halaman 202-203).
 

Jamaah haji yang meninggalkan wajib haji bisa jadi tidak dapat melaksanakan pembayaran dam karena:

  1. tidak menemukan kambing di Tanah Suci;
  2. menemukan kambing dengan harga di atas standar;
  3. uang yang dialokasikan untuk membayar dam raib meski ada jamaah lain yang secara sukarela menawarkan pinjaman (ia tidak dibebani untuk menerima tawaran tersebut);
  4. uang yang dimilikinya uzur untuk diakses (misal lupa password e-banking); dan
  5. uang yang harusnya digunakan untuk membayar dam diperlukan untuk keperluan ongkos perjalanan.
 

Demikian keterangan singkat yang dapat kami sampaikan. Semoga keterangan ini dapat dipahami dengan baik.

 

Alhafiz Kurniawan, Redaktur Keislaman NU Online