Bahtsul Masail

Tentang Najis yang Dimaafkan

Jum, 10 April 2015 | 00:01 WIB

Assalamu’alaikum. Redaksi NU kalau boleh saya mau bertanya, saya tinggal di Saudi Arabia. Penduduk di sini sepertinya tidak terlalu memperdulikan soal najis. Setiap waktu shalat, saat mereka keluar dari toilet tidak memakai sandal. Walaupun memakai sandal,<> mereka lepas sandal mereka dari jauh sehingga kaki mereka dalam keadaan basah berjalan masuk masjid melewati lantai yang basah pula bekas sandal dari toilet. Beberapa teman mengaku enggan ke masjid karena takut najis. Saya ingin memperoleh penjelasan dari redaksi NU mengenai hal ini. Saya membaca setiap jawaban redaksi selalu bagus dalam menjawab pertanyaan. Terimakasih. Wassalam. (Sholehuddin)

---

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Semoga kita semua warga Indonesia selalu sehat wal afiyat dimanapun berada.

Saudara penanya, semoga Allah senantiasa menaungi  anda dan warga Indonesia  dengan kasih sayang-Nya. 

Termasuk syarat sah dan harus dipenuhi oleh seseorang yang akan melaksanaka shalat dalam kondisi normal adalah suci badan, pakaian serta tempat dari hadast dan najis. Persyaratan ini berlandaskan sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud:  

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ، وَلَا صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُور

Artinya: “Allah tidak akan menerima sedekah dari hasil penipuan, dan juga (tidak akan menerima) shalat yang dilakukan dalam keadaan tidak suci.” 

Mengingat pentingnya status “suci” inilah barangkali yang menjadikan teman-teman saudara cenderung berhati-hati dalam menghindari anggapan mereka tentang ke-najis-an suatu benda yang mungkin oleh sebagian orang dianggap berlebihan karena enggan datang ke masjid gara-gara masalah ini.

Saudara Sholehuddin di Arab Saudi yang kami hormati.

Menurut hemat kami lantai yang basah bekas sandal dari toilet tersebut tidak mesti dihukumi najis/tidak suci selama tidak kasat mata bahwa orang yang keluar dari toilet serta tidak memakai sandal tersebut masih terkena/membawa najis atau ada najis yang menempel kakinya serta belum disucikan dan kelihatan secara nyata wujud materi (‘ainiyyah) yang membekas pada lantai.

Dalam pandangan madzhab Syafii ada penjelasan yang menerangkan bahwa termasuk  najis yang dima’fu (dimaafkan) ketika mengenai pakaian dan air adalah yang tidak kelihatan materi/bendanya oleh pandangan mata kita. Dalam I’anat at-Thalibin dijelaskan: 

  اعلم أن النجس من حيث هو ينقسم أربعة أقسام: قسم لا يعفى عنه في الثوب والماء، كروث وبول.وقسم يعفى عنه فيهما، كما لا يدركه الطرف. وقسم يعفى عنه في الثوب دو ن الماء، كقليل الدم…وقسم يعفى عنه في الماء دون الثوب، كميتة لا دم لها سائل

Artinya: ketahuilah bahwasannya najis terbagi menjadi empat:

1. Najis yang tidak dima’fu (diampuni/tolelir) baik ketika mengenai pakaian maupun air, seperti kotoran dan kencing manusia.

2. Najis yang dima’fu ketika mengenai pakaian dan air seperti najis yang tidak terlihat oleh pandangan mata

3. Najis yang dima’fu  hanya untuk pakaian, tidak untuk air seperti sedikitnya darah.

4. Najis yang dima’fu hanya untuk air (ketika didalamnya) tidak untuk pakaian, seperti bangkai binatang yang tidak mengalirkan darah.

Dari bagian kedua, dapat dipahami bahwa  lantai yang basah bekas sandal dari toilet tersebut masih dapat dikategorikan najis yang ma’fu dengan catatan tidak ada wujud nyata najis yang berada diatasnya.

Oleh karena itu keengganan saudara-saudara kita untuk datang ke masjid dengan alasan tersebut patut dipertimbangkan kembali.

Mudah-mudahan jawaban ini dapat diterima dan dipahami dengan baik. Dan  semoga Allah selalu menggerakkan hati serta jiwa kita  untuk ikut memakmurkan masjid sehinga kita layak mendapatkan gelar rajulun qalbuhu muta’alliqun bi al-masajid. Amin.

Wallahu waliyyut taufiq.

Maftukhan