Doa

Status Doa Orang Kafir yang Terzalimi

Jum, 11 Mei 2018 | 08:00 WIB

Status Doa Orang Kafir yang Terzalimi

Ilustrasi (via iqraa.com)

Berbicara tentang doa, kita mungkin sering mendengar bahwa ada tiga golongan yang diterima doanya, salah satunya adalah orang yang terzalimi. Menguatkan hal ini, ada hadits Rasulullah dalam Musnad Ahmad yang berbunyi:

عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

Dari Abu Jafar, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Tiga doa yang tidak diragukan lagi kemustajabannya: (1) doa orang yang terzalimi, (2) doa orang yang bepergian, (3) doa orang tua untuk anaknya. (HR Ahmad Nomor 1771)

Sebelum kita membahasa hal ini, perlu kita mengetahui apa itu doa. Syaikh Abdussalam bin Ibrahim al-Laqqâni menyebutkan, doa adalah:

رَفْعُ الْحَاجَاتِ إلى رَافِعِ الدَّرَجَاتِ

“Meminta hajat pada yang maha tinggi derajat (Allah ﷻ).” (Syaikh Abdussalam bin Ibrahim al-Laqqâni, Syarh Ittihaf al-Murîd bi Jauharatut Tauhid, Jami’ah alAzhar Kairo, cetakan kedua, halaman 229)

Definisi yang disebutkan oleh Syaikh Abdussalam dalam kitab Syarh Ittihaf al-Murîd bi Jauharatut Tauhid itu berlaku umum, tidak adak pengkhususan bagi Muslim maupun non-Muslim, siapa pun berhak menyampaikan hajatnya kepada yang memiliki derajat yang paling tinggi—dalam agama Islam tentunya seorang Muslim berdoa kepada Allah ﷻ.

Lantas, bagaimana jika orang yang memanjatkan doa sebab ia dizalimi adalah orang yang kafir? Syaikh Abdussalam al-Laqqany mengatakan:

الدّعَاءُ يُوْصلُ إِلَى الْمَطْلُوْبِ وَلَو صَدَرَ مِنْ كَافِرٍ

“Doa sampai kepada yang diminta, walau berasal dari orang kafir.” (Syaikh Abdussalam bin Ibrahim al-Laqqâni, Syarh Ittihaf al-Murîd bi Jauharatut Tauhid, Jami’ah alAzhar Kairo, cetakan kedua, halaman 230)

Pendapat tersebut berdasarkan dari hadits yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad:

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ إِسْحَاقَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يَحْيَى بْنُ أيُّوبَ، قَالَ: أَخْبَرَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْأَسَدِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ

“Yahya bin Ishaq mengabarkanku (Imam Ahmad), ia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkanku, ia berkata: Abu Abdillah al-Asadi berkata: Aku mendengar Anas bin Malik radliyallahu 'anh berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Hati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, meskipun ia orang kafir, sesungguhnya tak ada penghalang baginya.” (HR Ahmad Nomor 12549)

Syekh Muhammad Fu’ad Abdul Baqi menjelaskan, yang dimaksud dengan hati-hati terhadap doa orang yang dizalimi adalah anjuran untuk tidak menzalimi orang lain, khawatir ia akan mendoakanmu dan doanya akan dimustajab, sehingga engkau akan mendapatkan batunya. 

Dengan demikian, semoga kita selalu dihindari dari perbuatan zalim kepada semua orang, siapa pun itu. Predikat buruk kezaliman sesungguhnya tak tergantung pada suku, agama, atau identitas lain orang yang dizalimi. Bahkan saat kita dalam kondisi benci pun, Al-Qur’an melarang kita untuk berbuat tidak adil alias zalim. (Amien Nurhakim)